Lebak, 31 Desember 2024.
Jelang pergantian tahun, Gerakan Mandalawangi Peduli mengadakan pemeriksaan kesehatan dan pengobatan gratis di Binong Raya, Kecamatan Bojong Manik, Kabupaten Lebak, Banten, pada Selasa (31/12). Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan akses layanan kesehatan bagi masyarakat adat, khususnya warga Baduy Dalam dan Baduy Luar, yang memiliki keterbatasan dalam mendapatkan fasilitas kesehatan.
Kegiatan ini dihadiri ratusan masyarakat yang berasal dari Baduy Dalam, Baduy Luar, dan sekitarnya. Mayoritas pasien yang hadir terdeteksi menderita gatal kulit, cacingan, bronkitis nonspesifik dan spesifik, mual, sakit kepala, serta demam.
“Kondisi lingkungan tempat tinggal dan tempat kerja menjadi penyebab utama terpaparnya berbagai penyakit tersebut ke masyarakat Baduy. Selain itu, aturan bahwa mandi tidak diperbolehkan memakai sabun membuat masyarakat rentan terhadap penyakit kulit,” kata dr. Munang Tampubolon, dokter yang aktif dalam kegiatan bakti sosial di berbagai tempat.
Menurutnya, perlu diadakan kegiatan edukasi mengenai kebersihan dan perawatan tubuh agar penyakit kulit dan lainnya dapat diminimalisasi di masa mendatang. Selanjutnya, gerakan Mandalawangi Peduli yang memotori bakti sosial kesehatan masyarakat adat ini perlu menurunkan tim untuk studi lapangan agar program kesehatan masyarakat dapat lebih tepat guna.
Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan, Kunta Wibawa Dasa Nugraha, secara terpisah menyampaikan apresiasi kepada Mandalawangi Peduli atas dedikasinya dalam kegiatan pemeriksaan kesehatan dan pengobatan masyarakat di Baduy Dalam dan Baduy Luar.
“Kemenkes sangat mengapresiasi upaya Mandalawangi Peduli yang terus bergerak membantu masyarakat yang membutuhkan layanan kesehatan di lapangan. Kami mendukung kegiatan seperti ini karena sejalan dengan tujuan bersama untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Mandalawangi Peduli, Rahmi Hidayati, menyampaikan bahwa gerakan kesehatan masyarakat menjadi salah satu aktivitas utama organisasi tersebut. Ketika terjadi bencana alam di berbagai lokasi, para aktivis turun ke lapangan untuk membantu masyarakat korban sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan di lapangan. Masyarakat adat menjadi salah satu perhatian karena kondisi kesehatan mereka yang masih tergolong rendah.
“Kami berharap pemerintah turut membantu soal kesehatan ini karena memang kami sulit mengakses fasilitas kesehatan seperti Puskesmas Pembantu, Puskesmas, apalagi Rumah Sakit,” kata Ayah Mursid, tokoh Baduy Dalam yang selalu aktif bergerak untuk perbaikan kondisi kesehatan di desa adat tersebut.
Kepala Dinas Kesehatan Lebak, Budhi Mulyanto, membenarkan penjelasan Ayah Mursid. Menurutnya, masyarakat Baduy memang kesulitan mendapatkan layanan kesehatan karena akses ke lokasi Puskesmas dan Pustu yang sulit dijangkau. Secara jarak mungkin tidak jauh, tetapi fasilitas transportasi tidak tersedia atau tidak dapat mereka gunakan karena aturan adat.
Yang perlu diperhatikan ke depan, lanjutnya, adalah penyediaan fasilitas bagi petugas kesehatan yang turun ke lapangan, mengingat mereka harus berusaha keras agar dapat sampai ke Baduy Dalam. Selain harus berjalan kaki naik-turun perbukitan dan menyeberangi sungai, mereka juga memerlukan dukungan agar kunjungan ke masyarakat Baduy Dalam menjadi lebih maksimal.
Hal lain yang membatasi layanan kesehatan masyarakat adat Baduy adalah rendahnya jumlah penerima jaminan kesehatan, yakni hanya 30%. Hal ini dapat dimaklumi karena sampai saat ini dari 13 ribu penduduk, baru 9 ribu orang yang memiliki KTP sehingga Dinkes setempat kesulitan untuk mengusulkan kepemilikan jaminan kesehatan masyarakat.
“Padahal Kemenkes sudah welcome dan siap menjamin warga Baduy, tapi masalahnya adalah data kependudukan,” ujarnya.
Sementara itu, jika membangun sarana kesehatan di Baduy, misalnya di Binong Raya, fasilitas tersebut hanya akan mencakup satu kampung. Secara kemanfaatan, membangun fasilitas baru untuk cakupan kependudukan yang kurang dari 20 ribu dinilai kurang efisien.
“Maka memang perlu program khusus dan fasilitas khusus untuk masyarakat adat seperti di Baduy ini,” ujar Budhi seraya menambahkan bahwa secara umum penyakit yang diderita adalah frambusia atau gatal kulit.
Stunting pun dinilai tinggi di Baduy bila mengacu pada kriteria tinggi badan yang dianggap tidak normal. Namun, secara kecerdasan, penyandang stunting tersebut tergolong normal.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut, dapat menghubungi nomor hotline Halo Kemenkes melalui hotline 1500-567, SMS 081281562620, atau email [email protected].
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik
Aji Muhawarman, ST, MKM