Menteri Kesehatan RI, Prof. Dr. dr. Nila Farid Moeloek, Sp.M(K), menyampaikan perkembangan penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui Kartu Indonesia Sehat (KIS) dalam rapat kerja Menkes RI bersama Komisi IX DPR RI di Gedung Nusantara I, Jakarta (30/1).
Dalam paparannya disebutkan bahwa jumlah pemanfaatan JKN terus meningkat setiap tahun. Hal ini menunjukkan bahwa manfaat JKN ini semakin dirasakan oleh masyarakat. Tahun 2014, total pemanfaatan JKN sebesar 92,3 juta kunjungan. Tahun 2015, JKN dimanfaatkan pada 146,7 juta kunjungan. Sedangkan berdasarkan laporan sampai dengan 31 Desember 2016, pemanfaatan pelayanan JKN-KIS tercatat sebanyak 177,7 juta kunjungan, yang terdiri dari 120,9 kunjungan di FKTP; 49,2 juta kunjungan rawat jalan di FKRTL; dan 7,6 juta kunjungan rawat inap di FKRTL.
Aspek Kepesertaan
Sejak tahun 2014 sampai 2016, cakupan kepesertaan JKN meningkat. Tahun 2014 total kepesertaan JKN adalah 133.423.653 jiwa. Tahun 2015, meningkat menjadi 156.790.280 jiwa. Sedangkan hingga 16 Desember 2016 total kepesertaan JKN tercatat 171.677.176 jiwa.
“Peningkatan cukup besar terjadi pada segmen peserta bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja (BP) yang meningkat menjadi 24,2 juta jiwa pada 2016 dari sebelumnya 19,9 juta jiwa pada 2015”, ujar Menkes.
Berbicara mengenai kepesertaan JKN tidak terlepas dari distribusi kartu peserta JKN. Dalam hal ini, tidak hanya Kemenkes dan BPJS Kesehatan, Kementerian Sosial juga berperan dalam hal tersebut. Kemensos memiliki kewenangan untuk menetapkan kriteria fakir miskin atau orang tidak mampu, melakukan verifikasi dan validasi dari hasil pendataan BPS untuk menjadi data terpadu, dan selanjutnya menetapkan data tersebut sebagai penerima bantuan iuran (PBI) JKN setiap tahun nya melalui SK Menteri Sosial. Berdasarkan ketetapan tersebut, Kementerian Kesehatan mendaftarkan jumlah nasional PBI Jaminan Kesehatan dan membayar iurannya sebagai peserta program Jaminan Kesehatan kepada BPJS kesehatan. BPJS Kesehatan berkewajiban memasukkan sebagai master file peserta JKN dan memberikan identitas tunggal sebagai peserta jaminan kesehatan dengan memberikan identitas peserta berupa KIS.
“PBI JKN itu bukan bebas dari iuran, mereka tetap mengiur tetapi iurannya dibayari oleh Pemerintah”, imbuh Menkes.
dilakukan pada tahun 2015 dengan jumlah kartu KIS dicetak sebanyak 87.006.370 jiwa, dan sampai tgl 6 Jan 2017 telah terdistribusi sampai pada peserta sebanyak 84.002.999 peserta (96,57%). Terdapat kartu yang diretur sebanyak 2.983.371 kartu KIS, kartu yang diretur atau tidak sampai kepada peserta disebabkan peserta telah meninggal, identitas ganda, anomali, non aktif, pindah alamat dan tidak dapat distribusi.
Sementara itu berdasarkan Surat Keputusan Menteri Sosial No. 170/HUK/2015 tentang Penetapan Penerima Bantuan Iuran (PBI) jaminan Kesehatan Tahun 2016, di tetapkan kuota peserta PBI JK tahun 2016 sebanyak 92, 4 juta jiwa yang terdiri dari 92 juta jiwa merupakan peserta PBI dan 400.000 jiwa untuk bayi baru lahir dari peserta PBI. Dari Data 92 juta jiwa, terdapat 86.074.204 jiwa yg berasal dari PBI JK tahun 2015 dan 5.925.796 merupakan PBI JK baru. Dari data 5.925.796 jiwa tersebut dilakukan pemadanan data dengan master file BPJS Kesehatan dan didapatkan data PBI JKN baru sebanyak 5.429.045 jiwa yang menjadi target Tahun 2016 dalam distribusi kartu KIS.
“Berdasarkan info dari BPJS Kesehatan distribusi Kartu KIS tahap II periode Tahun 2016 sampai dengan 6 Januari 2017 telah terdistribusi sebanyak 4.794.443 kartu, adapun yang retur sebesar 482.003”, jelas Menkes.
Aspek Pelayanan Kesehatan
Jumlah fasilitas pelayanan kesehatan (Fasyankes) provider JKN di tingkat primer juga terus mengalami peningkatan. Pada 2014 sebanyak 16.047 jiwa sedangkan pada 2016 mencapai 20.708 FKTP, yang mana 47,4% merupakan Puskesmas. Sementara itu, jumlah fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut (FKRTL) sebanyak 2.025 yang mana 1.074 RS Swasta (53%).
Aspek Pembiayaan
Ada 8 jenis kasus penyakit katastropik yang cukup banyak menyedot pembiayaan JKN-KIS, yaitu Jantung, Gagal Ginjal, Kanker, Stroke, Thalasemia, Hepatitiis Kronis, Leukimia, dan Hemofilia. Pada tahun 2015, sebesar 11.156.911 kasus yang memakan biaya 14.3 Triliun rupiah. Sedangkan pada 2016 (sampai dengan September 2016) mencatat 8.165.321 kasus yang memakan biaya 10.8 Triliun rupiah.
“Penyakit katastropik yang memiliki biaya tinggi sebenarnya bisa dicegah dengan kesadaran bahwa kesehatan merupakan sesuatu yang harus dijaga dan dipelihara. Masyarakat perlu memulai untuk membiasakan diri berperilaku sehat melalui gerakan masyarakat hidup sehat (GERMAS) sejak dini”, tandas Menkes.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline 1500-567; SMS 081281562620, faksimili: (021) 52921669, dan email kontak@depkes.go.id.