Beberapa kawasan Sumatera Barat terdiri atas kepulauan yang rentan diterpa gelombang tsunami. Walhasil, keterjangkauan fasilitas layanan kesehatan di area rawan bencana tersebut menjadi sebuah perjalanan mewah karena keterbatasan moda transportasi serta prasarana jalan. “Penduduk kepulauan di Sumatera Barat seperti Mentawai, Pagai, dan Siberut butuh akses fasyankes karena kondisinya 20 tahun lagi belum terkejar ketertinggalannya,”terang Kadinkes Provinsi Sumatera Barat dr. Merry Yuliesday, MARS. Perempuan yang sebelumnya menjabat Plt. Direktur RSU dr. Achmad Mochtar Bukittinggi ini memang baru akhir Februari dan awal Maret 2017 lalu mengecek langsung kondisi ketiga lokasi kepulauan tersebut. Ia pun mencatat beberapa sektor yang harus diperbaiki. Jarak antar puskesmas, misalnya, sangat tidak mendukung karena membutuhkan 1 perahu boat dengan biaya Rp 1 juta satu kali pengiriman tenaga kesehatan ataupun pasien. Merry melihat kendala tadi harus diatasi dengan memperbaiki Trans Mentawai. Merry bersyukur, perjalanan menuju pelabuhan Tuapejat, Mentawai dari Padang, Sumatera Barat biasanya ditempuh 12 jam perjalanan laut, kini bisa ditempuh hanya dalam waktu 3 jam.
Hal itu terwujud seiring mulai beroperasinya kapal cepat MV Mentawai Fast milik PT Mentawai Anugerah Sejahtera Mas. Pengoperasian kapal cepat tersebut di dermaga Pelabuhan Muaro, Padang. Sedangkan, dari sisi tenaga kesehatan, Mentawai hanya mempunyai satu orang spesialis dan tiga orang bidan poskesdes juga harus diatasi dengan pengaderan bidan serta perawat yunior dari Kota Padang dan sekitarnya. Mereka, sebut Merry, diajak agar peduli dan membantu kesehatan masyarakat daerah kepulauan. Dari sisi pengadaan obat pun, menurutnya, perlu didorong percepatan pemenuhan. Lantaran kebutuhan farmasi baru dipenuhi 70 persen dan berpotensi kekurangan. “Kami support percepatan obat di DPTK (daerah perbatasan terpencil dan kepulauan) dan mengedukasi sikerei (dukun tradisional) agar dilatih membantu persalinan bersama tenaga kesehatan,” jelas Merry. Andalkan Sikerei Makna sikerei sangat melekat di hati warga kepulauan Mentawai. Tugasnya sangat dikeramatkan karena menjadi mediator antara alam nyata dan gaib serta dapat mengobati berbagai penyakit. Dinkes Provinsi Sumatera Barat pun memakai istilah Sikerei sebagai bentuk pendekatan untuk menyehatkan masyarakat Bumi Sikerei Mentawai. “Tujuh pesan Sikerei digagas untuk memberikan kesadaran bagi masyarakat untuk mewujudkan keluarga sehat,” terang Merry. Tujuh Pesan Sikerei merupakan akronim masing-masing huruf dari kata Sikerei. Yakni, S : Stop buang air besar sembarangan, I : Istirahat yang cukup, K : Konsumsi garam beryodium, makanan yang beraneka ragam, makan sayur dan buah, E : Enyahkan asap rokok dan kasus gizi buruk, R : Rajinlah berolahraga secara teratur, jauhi narkoba dan hindari seks bebas, E : Eliminasi penyakit kaki gajah dan malaria serta temukan obat sampai sembuh penyakit TB dan I : Ingatkan keluarga untuk menimbang balita setiap bulan, beri ASI saja pada bayi sampai berusia 6 bulan dan persalinan oleh tenaga kesehatan. Secara statistik, sebut Merry, Kabupaten Kepulauan Mentawai paling tertinggal dalam segala bidang, baik infrastruktur kesehatan, Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat, akses jalan, maupun ketersediaan sumber daya manusia. Namun, di balik itu, Dinas Kesehatan Mentawai mampu menggagas program untuk dicanangkan sampai ke tingkat nasional. Agar program tujuh pesan Sikerei dapat terimplementasi dengan baik, yang paling berperan mengedukasi masyarakat adalah puskesmas dan pos kesehatan yang berada di daerah pelosok Mentawai. Antara puskesmas, posyandu, polindes, organisasi masyarakat dan tim penggerak PKK, kata Merry, diharapkan saling membantu dalam mewujudkan keluarga sehat. Selain itu, upaya lainnya membentuk keluarga sehat di Mentawai melalui gerakan berantas kembali malaria dimulai dengan pembentukan Forum Gebrak Malaria, gerakan terpadu berantas TBC, Gerakan Stop Buang air besar sembarangan yang telah dicanangkan sejak tahun lalu. Gerakan tersebut menginginkan masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Ada pula gerakan ‘Ayo Sehat di Sekolah’ dengan pembentukan sahabat remaja Mentawai dan generasi berencana serta gerakan masyarakat untuk pencapaian keluarga sadar gizi dan sayang ibu. Upaya pemenuhan tenaga kesehatan pun dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Kepulauan Mentawai melalui Dinas Kesehatan dengan sistem kontrak untuk delapan orang tenaga dokter. Lowongan tersebut adalah untuk lima orang dokter umum dan tiga dokter gigi dengan besaran gaji 1. Rombongan Dinkesprov Sumbar melalui jalur sulit dengan ambulans menuju fasyankes 2. Layanan IRNA dan UGD Puskesmas Sioban, Mentawai, Sumbar 3. Kadinkesprov Sumbar mengecek RS di Mentawai 4. Kunjungan kerja Kadinkesprov Sumbar ke kepulauan Mentawai Rp 8 juta hingga Rp 12 juta. Lowongan tersebut untuk mengisi beberapa Puskesmas di daerah itu. Berdasarkan DPPA-SKPD Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Mentawai dalam rangka kegiatan pegelolaan aparatur non PNS, dari delapan dokter tersebut akan ditempatkan di puskesmas Siberut Selatan sebanyak satu orang Dokter Umum kriteria Fasilitator Pelayanan Kesehatan (Fasyankes) terpencil. Kemudian, Puskesmas Persiapan Sarereiket Kecamatan Siberut Selatan sebanyak satu orang Dokter Umum Kriteria Fasyankes Sangat Terpencil dengan besaran gaji pokok Rp 10 juta.
Puskesmas Saibi Samukop Kecamatan Siberut Tengah sebanyak dua orang dokter umum Kriteria Fasyankes Sangat Terpencil, besaran gaji pokok Rp 10 juta. Puskesmas Pembantu (Pustu) Simalibbeg Kecamatan Siberut Barat sebanyak satu orang Dokter Umum Kriteria Fasyankes Tidak Diminati dengan besaran gaji pokok Rp12 juta. Sedangkan dokter gigi di tempatkan di Puskesmas Betaet Kecamatan Siberut Barat sebanyak satu orang dengan Kriteria Fasyankes Tidak Diminati, besaran gaji pokok Rp 12 juta. Puskesmas Muara Sikabaluan Kecamatan Siberut Utara dan Puskesmas Saumanganya Kecamatan Pagai Utara masing-masing sebanyak satu orang Dokter Gigi Kriteria Fasyankes Sangat Terpencil, besaran gaji pokok Rp 10 juta. Penerimaan dokter di lingkungan Pemkab Kepulauan Mentawai berdasarkan permintaan dan kebutuhan, karena masih banyak kekurangan tenaga dokter di Kepulauan Mentawai khususnya di daerah terpencil
Sumber: mediakom.sehatnegeriku.com Edisi Ke-80