Semarang, 15 Maret 2019
Sejak lama jemaah haji Indonesia menjadi perhatian khusus pemerintah Arab Saudi. Ini dikarenakan besarnya jumlah jemaah haji Indonesia, terutama yang tergolong berisiko tinggi dan sakit di sana.
Di sisi lain, belum terlihat upaya menjadikan kemampuan kesehatan sebagai syarat istitaah haji. Situasi ini yang menjadi pertimbangan para alim ulama untuk mengeluarkan ijtima ulama tentang kesehatan haji.
“Setelah ada Permenkes tentang istitaah kesehatan haji, MUI memandang regulasi ini perlu diperkuat oleh fatwa. Intinya standar kemampuan kesehatan bisa menjadi pertimbangan apakah jemaah dapat berangkat haji atau tidak. Ini orientasinya kemaslahatan jemaah sendiri dan juga jemaah lain,” ungkap Asrori S. Karni, S.Ag, MH, Ketua Komisi Informasi dan Komunikasi MUI Pusat, dalam acara Sosialisasi Hasil Ijtima Ulama tentang Kesehatan Haji pada Jumat (15/3) di Semarang, Jawa Tengah,.
Dari pengalaman Asrori, ia masih menemui adanya jemaah yang sakit tapi bersikeras untuk berangkat haji, bahkan berharap meninggal dunia di Arab Saudi. Bila situasinya dapat membahayakan diri dan orang lain, maka negara harus bisa mengambil keputusan demi kebaikan bersama.
“Poin pertama dari ijtima ulama ialah jika ada masalah kesehatan maka ada dua solusi bagi jemaah haji, ditunda atau jika tidak ada peluang pulih maka digantikan, istilahnya badal haji,” tambahnya lagi.
Kebijakan istitaah kesehatan sesungguhnya tidak berarti melarang masyarakat Indonesia untuk menunaikan ibadah haji, akan tetapi bertujuan untuk memastikan jemaah dapat beribadah dengan lancar apabila dalam kondisi sehat jiwa dan raganya. Intinya jemaah haji dapat menjalankan ibadah haji sesuai ajaran islam tanpa membahayakan keselamatan pribadi dan jemaah lainnya.
“Istitaah kesehatan ini sebuah ikhtiar agar dalam melakukan ibadah, jemaah dalam kondisi sehat dan bugar. Jemaah yang sudah sampai embarkasi harus benar-benar lolos pemeriksaan di daerah,” jelas Dr. Rosidi Roslan, SH, SKM, MPH, Kepala Bidang Pembimbingan dan Perlindungan Faktor Risiko Kesehatan, Pusat Kesehatan Haji Kemenkes.
Kepada seluruh peserta yang umumnya pemuka agama di Jawa Tengah, Rosidi berharap para alim ulama bisa menjadi garda terdepan dalam membangun pemahaman akan pentingnya istitaah kesehatan bagi jemaah haji. Keluarnya ijtima ulama Komisi Fatwa MUI tahun 2018 merupakan dukungan strategis dari para ulama.
Tegaknya ijtima ulama dan penerapan istitaah kesehatan juga membutuhkan support dari stakeholder lain, tak terkecuali masyarakat pada umumnya.
“Kepada masyarakat juga kita berharap bahwa istitaah kesehatan ini sebagai hal krusial dalam rangkaian penyelenggaraan ibadah haji,” imbuhnya.
Saat membuka acara sosialisasi, dr. Yulianto Prabowo, M.Kes, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, turut menekankan pentingnya istitaah kesehatan mengingat ibadah haji adalah ibadah yang tidak mudah. Jemaah haji perlu menyiapkan diri agar status kesehatannya baik dan optimal serta terus dipertahankan selama menjalankan ritual haji.
Dengan adanya Fatwa MUI tentang Istitaah Kesehatan Haji, bagi Kepala Pusat Kesehatan Haji, Dr. dr. Eka Jusup Singka, MSc, ketetapan tersebut menandakan komitmen kuat ulama dalam mendukung penyelenggaraan haji.
Status istitaah kesehatan akan sangat mempengaruhi proses keberangkatan jemaah haji selanjutnya. Seorang jemaah haji yang tidak memenuhi syarat istitaah kesehatan tidak dapat melunasi Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH).
Selanjutnya apabila tidak melunasi BPIH maka ia tidak bisa mendapatkan vaksinasi meningitis meningokokus. Padahal vaksinasi tersebut menjadi syarat dikeluarkannya visa.
Perwakilan Kementerian Agama Kabupaten Brebes, Syauqi Wijaya, yang terlibat langsung dalam pengurusan jemaah haji di wilayahnya mengutarakan bahwa implementasi istitaah kesehatan bisa memberikan jaminan jemaah yang berangkat dalam kondisi yang memungkinkan untuk melaksanakan rangkaian ibadah haji. Ia pun mengakui telah berkoordinasi dengan dinas kesehatan dan MUI dalam menyiapkan pemberangkatan jemaah haji tahun ini.
“Alhamdulillah dengan koordinasi baik dengan lintas sektor, kesiapan yang dilakukan di Brebes cukup baik. Dalam pemeriksaan kesehatan tahap awal, sejauh ini kami lihat belum ada jemaah yang teridentifikasi yang kemungkinan tidak istitaah,” katanya.
Senada dengan Kemenag, Wahid Ismanto asal MUI Surakarta, juga berpendapat meskipun tidak menjadi syarat sah haji namun aspek kesehatan sangat menentukan. Kalau ada jemaah haji yang berangkat tapi tidak memenuhi kriteria istitaah kesehatan akan memberatkan jemaah itu sendiri.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemenkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id (AM).
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat
drg. Widyawati, MKM