Jakarta, 13 Juni 2019
Prevalensi penyakit berbasis lingkungan menjadi masalah yang belum terselesaikan secara tuntas. Perlu rekayasa sosial dan penggunaan teknologi tepat guna untuk mengatasi masalah kesehatan lingkungan.
Penyelesaian masalah kesehatan lingkungan dengan rekayasa sosial dan penggunaan teknologi tepat guna itu dijelaskan dalam penelitian Profesor Riset Bidang Kesehatan Lingkungan Dr. Dede Anwar Musadad, SKM., M.Kes tentang Rekayasa Sosial dan Teknologi Tepat Guna untuk Penyelesaian Masalah Sanitasi.
Penelitian tersebut diorasikan dihadapan Menteri Kesehatan Nila Moeloek, Kamis (13/6) di gedung Kemenkes RI, Jakarta.
Anwar, sapaan Dede Anwar Musadad, menjelaskan menurut Teori Blum faktor paling dominan yang mempengaruhi status kesehatan masyarakat adalah faktor lingkungan, disusul oleh faktor perilaku, pelayanan kesehatan dan faktor keturunan (herediter).
“Faktor lingkungan berpengaruh sekitar 40% terhadap status kesehatan sedangkan faktor perilaku sebesar 30%. Bila keduanya digabung maka lebih dari dua pertiga status kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan perilaku. Pengendalian kedua faktor tersebut menjadi sangat penting dalam meningkatkan status kesehatan masyarakat, termasuk perilaku pola hidup sehat,” katanya.
Anwar menambahkan rekayasa sosial adalah upaya mempengaruhi sikap dan perilaku sosial baik oleh pemerintah atau kelompok swasta. Rekayasa sosial dilakukan melalui Methodology Participatory Assessment, Participatory Hygiene and Sanitation Transformation (MPA-PHAST) dan pendekatan budaya.
MPA-PHAST merupakan suatu metodologi untuk membantu masyarakat, pelaksana program dan pengambil keputusan untuk mencapai keberlanjutan dan pemerataan pelayanan juga untuk mengidentifikasi dan menemukan solusi permasalahan hygiene dan sanitasi.
Rekayasa sosial diawali dengan pemotretan kondisi kesehatan lingkungan sebagai bahan diskusi dengan masyarakat terdampak. Fakta diolah, dianalisis, dan disampaikan kembali kepada masyarakat melalui pertemuan yang dihadiri para tokoh masyarakat, tokoh agama, dan aparat desa.
“Cara tersebut mampu mengubah pemahaman dan mendorong aksi menghadapi masalah kesehatan lingkungan. Rekayasa sosial telah diterapkan dan menghasilkan pola kemitraan pedagang makanan jajanan dengan produsen bahan makanan,” ucapnya.
Pemicuan sosial telah menambah pemahaman pedagang makanan jajanan dan pengusaha produsen bahan makanan tentang PHBS, sanitasi makanan, dan kerugian ekonomi akibat pengelolaan makanan tidak saniter. Pola kemitraan yang terjadi saling menguntungkan bagi pedagang makanan jajanan dan produsen bahan makanan, dan menjamin makanan sehat bagi konsumen.
Teknologi Tepat Guna
Anwar menjelaskan secara umum teknologi tepat guna (TTG) merupakan pilihan teknologi dan aplikasinya yang mempunyai kegunaan menyelesaikan masalah setempat, skala relatif kecil, hemat energi, bahan bakunya mudah diperoleh, sederhana dan sesuai dengan kondisi masyarakat lokal. TTG yang digunakan dapat dikembangkan sendiri atau mendayagunakan teknologi yang sudah ada.
Teknologi tepat guna sederhana terbukti bermanfaat mencegah pencemaran makanan.
“Pengenalan dan penerapan teknologi tepat guna seperti celemek, sarung tangan, dan tutup kepala oleh pedagang makanan saat mengelola makanan berguna untuk mencegah tercemarnya makanan oleh rambut dan tangan yang kotor,” katanya.
Rekayasa sosial yang disertai penerapan teknologi tepat guna menunjukkan hasil dengan tersusunnya rencana pembangunan jamban oleh para tokoh masyarakat dan diikuti oleh anggota masyarakat lain.
Teknologi sederhana yang diperkenalkan kepada pedagang makanan berupa celemek, sarung tangan dan tutup kepala mampu mengubah perilaku dalam mengelola makanan secara higienis. Teknologi jamban pasang surut, penjernihan air sederhana dan pemasangan ventilasi pada rumah adat menjadi contoh alternatif teknologi tepat guna pemecahan masalah sanitasi di daerah terpencil dan pinggir sungai.
“Rekayasa sosial dan teknologi tepat guna menjadi satu paket prasyarat dalam pengendalian masalah kesehatan lingkungan, terutama untuk penyelesaian masalah sanitasi di perdesaan,” kata Anwar.
Menteri Kesehatan RI Nila Moeloek mengaku mendukung pernyataan Profesor Anwar bahwa program kesehatan lingkungan perlu akselerasi melalui rekayasa sosial yang disertai penerapan teknologi tepat guna.
“Oleh karena itu isu yang diangkat Prof. Anwar dalam orasinya berpeluang dalam pengembangan strategi intervensi dalam pembangunan kesehatan masyarakat, termasuk mengharmonisasi peran dan sinergisme lintas sektor terkait,” kata Menkes.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemenkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email [email protected]. (D2).
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat
drg. Widyawati, MKM