Bogor, 28 Juli 2019
Kementerian Kesehatan RI tengah menggelar workshop penyusunan rencana strategis (Renstra) tahun 2020-2024. Stunting menjadi salah satu fokus perbaikan dalam Renstra Kemenkes 2020 – 2024.
Menteri Kesehatan RI Nila Moeloek mengatakan Renstra ini merupakan pengungkit kesehatan masyarakat Indonesia.
“Perbaikan masalah kesehatan di Indonesia memang banyak kendala yang dihadapi, maka Renstra ini adalah rencana yang mengungkit pembangunan kesehatan masyarakat Indonesia, bagaimana perilaku masyarakat seoptimal mungkin harus kita dapatkan yang lebih baik” katanya di Bogor, Minggu (28/7).
Renstra diselaraskan dengan visi-misi presiden terpilih. Dalam visi-misinya disebutkan yang menjadi salah satu fokus pembangunan Indonesia maju adalah tidak ada lagi stunting. Menkes Nila menambahkan berdasarkan Human Capital Indeks tidak adanya stunting menjadi salah satu syarat tercapainya pembangunan kesehatan sampai pada usia lanjut usia (Lansia).
“Dalam Human Capital Indeks bila ingin pembangunan kesehatan sampai Lansia harus tidak ada kasus stunting,” katanya.
Ia menambahkan Indonesia sebagai negara subur harusnya tidak ada masalah stunting. Badan Kesehatan Dunia (WHO) membatasi masalah stunting di setiap negara, provinsi, dan kabupaten sebesar 20%, sementara di Indonesia berdasarkan Riskesdas 2018 penurunan masalah stunting baru mencapai 30,8% dari 37,2%.
Hal tersebut menjadi tugas bersama, di Kementerian Kesehatan misalnya, terdapat unit-unit namun menjadi satu kesatuan dalam menyelesaikan masalah kesehatan terutama stunting.
Stunting sangat berkaitan dengan perilaku masyarakat dan pola asuh, stunting artinya ada gangguan pertumbuhan fisik dan pertumbuhan otak pada anak. Anak stunting dapat terjadi dalam 1000 hari pertama kelahiran dan dipengaruhi banyak faktor, di antaranya sosial ekonomi, asupan makanan, infeksi, status gizi ibu, penyakit menular, kekurangan mikronutrien, dan lingkungan.
Maka dari itu Menkes menekankan tugas pemerintah adalah mengubah perilaku masyarakat dan pola asuh menjadi lebih baik, memberi ASI yang baik, melaksanakn Germas, dan menerapkan pola hidup sehat.
Untuk menjamin perilaku tersebut dilaksanakan harus ada intervensi langsung kepada masyarakat. Hal itu dapat dilakukan di antaranya melalui penguatan fasilitas layanan kesehatan (Fasyankes) dan SDM kesehatan.
“Kedua-duanya merupakan satu kesatuan yang harus merata di setiap daerah di Indonesia. Terkait SDM kesehatan, bagaimana caranya mereka mau masuk ke Fasyanker yang ada di daerah-daerah,” Ucap Menkes.
Pemerataan Fasyankes sudah dilakukan oleh Kemenkes baik rumah sakit maupun Puskesmas. Begitupun dengan SDM Kesehatan, melalui program Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS) dan Nusantara Sehat (NS) keberadaan tenaga kesehatan sudah merata di setiap daerah di Indonesia.
Yang menjadi tantangan selanjutnya adalah soal infrastruktur. Indonesia memiliki kondisi geografis yang berbeda, setiap wilayah memiliki tantangannya masing-masing terkait akses, dan itu pula menjadi tantangan yang harus dihadapi oleh para tenaga kesehatan di daerah.
“Perjuangan Nakes di daerah untuk sampai ke masyarakat memiliki ceritanya masing-masing, maka dari itu pembangunan infrastruktur juga penting dalam pembangunan kesehatan. Itu yang saya maksud dengan kerja sama lintas sektor dalam pembangunan kesehatan masyarakat Indonesia,” kata Menkes Nila.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id. (D2)
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat
drg. Widyawati, MKM