Makkah, 19 Agustus 2019.
Dalam penyelenggaraan haji, antara aspek ibadah dengan kesehatan bagai dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Maka menjadi penting untuk memadukan antara kekhusyukan ibadah dengan kesehatan yang prima dari jemaah haji.
Hal tersebut mengemuka dalam kegiatan dakwah kesehatan haji yang diinisiasi oleh Sektor 9 Daker Makkah, pada Senin (19/8) siang waktu setempat. Dakwah kesehatan haji kali ini dihadiri oleh seluruh petugas haji, ketua rombongan (Karom) dan ketua regu (Karu) dari kloter yang ada di sektor 9.
Pada acara yang digelar di hotel 912 di kawasan Rei Bakhsy, Makkah, hadir Tim Asistensi Kesehatan Haji, Kepala Pusat Kesehatan Haji (Kapuskeshaji) Kemenkes, Ketua Sektor 9 dan Kepala Bidang Bina Petugas Haji Arab Saudi. Kapuskeshaji, Eka Jusup Singka, mengutarakan pelaksanaan ibadah haji saat ini sudah dipandang secara komprehensif dan penyelenggaraannya setiap tahun semakin baik.
“Terima kash kepada Kemenag dan MUI yang sudah melihat ibadah haji itu komprehensif. Sudah melihat semua aspek,” ujar Eka, sebagai salah satu narasumber di acara tersebut.
Disadari bersama, perlu adanya sinergi yang harmonis antara petugas kesehatan, pembimbing ibadah dan petugas layanan umum lainnya untuk menyampaikan pesan kesehatan kepada jemaah haji Indonesia.
“Sampaikan ke jemaah haji, haji adalah arafah. Selesai Armuzna, haji selesai, keluarga menunggu. Jadi dua, hajinya dapat dan kembali ke keluarga dalam keadaan sehat,” kata Eka.
Sementara itu, Ketua Tim Asistensi Kesehatan Haji, dr. Siswanto, MPH, DTM, menekankan pentingnya penguatan kapasitas di kloter. Pondokan menjadi tempat kedua terbanyak wafatnya jemaah haji. Ia berharap pasca Armuzna angka kematian tidak lagi melonjak dan jemaah haji bisa tetap sehat.
Bagaimanapun pelayanan kesehatan haji tolok ukurnya ialah jumlah kesakitan dan kematian. Meskipun kematian merupakan sebuah takdir, namun harus ada upaya pencegahan dan pengobatan sebelumnya. Ada upaya promotif preventif yang terintegrasi dari semua petugas kloter.
“Promotif preventif antara TKHI dan pembimbing ibadah harus edukasi bersama. Ini urusan semua petugas, tidak hanya TKHI atau TPP, termasuk karu dan karom,” pinta Siswanto.
Kepada Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (KBIHU), Siswanto minta ada upaya mitigasi. Mitigasi yang dimaksud ialah melakukan identifikasi jemaah yang berisiko tinggi (risti). Kelompok risti ini sebaiknya mengurangi frekuensi ibadah-ibadah sunnah atau aktivitas yang kurang perlu dan menguras tenaga.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemenkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id. (AM).
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat
drg. Widyawati, MKM.