Madinah, 16 September 2019.
Penyelenggaraan ibadah haji tahun 2019 di Arab Saudi secara resmi berakhir pada Minggu (15/9) semenjak seluruh jemaah haji telah bertolak kembali ke tanah air.
Di bidang kesehatan, layanan kesehatan banyak mengalami dinamika. Selama 75 hari operasional haji tercatat sebanyak 475.464 layanan kesehatan rawat jalan yang diberikan di tingkat kloter oleh Tim Kesehatan Haji Indonesia (TKHI). Angka ini lebih dari dua kali lipat jumlah jemaah haji Indonesia. Sedangkan di level sektor, Tim Gerak Cepat (TGC) berhasil melakukan temuan kasus (deteksi dini penyakit) sebanyak 9.550 dan pertolongan emergensi sejumlah 2.738.
“Pelayanan kesehatan haji tahun ini berjalan lancar. Banyak dinamika dalam operasional penyelenggaraannya. Tapi kami juga menyiapkan strategi untuk menyesuaikan dengan kondisi di lapangan. Pada prinsipnya seluruh jemaah haji terlayani dalam aspek kesehatan,” kata dr. Indro Murwoko, Kepala Bidang Kesehatan PPIH Arab Saudi 2019, saat melepas kepulangan PPIH Kesehatan pada Senin (16/9) di KKHI Madinah.
Sementara itu di Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI), baik di Makkah maupun Madinah, tim kesehatan berhasil menihilkan angka kematian di kedua fasilitas kesehatan tersebut. KKHI Makkah selama 60 hari operasionalnya menerima 4.188 kunjungan pasien. Sedangkan KKHI Madinah menangani pasien rawat inap sebanyak 884 orang.
“Bukti kesigapan dalam menangani pasien khususnya kasus-kasus emergensi terlihat hasilnya dimana angka kematian di KKHI itu nol,” ujar dr. Amsyar Akil, Sp.THT, Direktur KKHI Madinah.
Keberhasilan menekan angka kematian di fasilitas kesehatan, utamanya karena KKHI ditunjang oleh kelengkapan dokter spesialis yang berkaitan dengan faktor risiko yang dimiliki oleh jemaah haji berisiko tinggi dengan penyakit bawaan seperti jantung, hipertensi, atau stroke. Dengan demikian pasien risti bisa ditangani dengan optimal. Begitu pula dengan dokter -dokter yang disebut Amsyar sebagai dokter ‘code blue’ atau dokter yang menangani kasus kegawatdaruratan. Kapasitasnya dalam menangani atau merujuk ke rumah sakit Arab Saudi dapat meminimalkan risiko kematian.
Langkah pembinaan, pelayanan dan perlindungan kepada jemaah haji Indonesia nampak membuahkan hasil. Meskipun terdapat 453 jemaah haji yang wafat, namun demikian petugas kesehatan haji berhasil menyelamatkan ribuan jemaah haji lainnya melalui upaya promotif preventif, respons kegawatdaruratan dan layanan medis spesialistik yang diberikan oleh petugas kesehatan haji di semua tingkatan.
Kematian jemaah haji Indonesia banyak disebabkan oleh dua faktor utama, yakni usia dan perilaku, di samping kondisi lingkungan di Arab Saudi yang berbeda dengan Indonesia. Indro mengungkapkan, jumlah yang wafat itu mengikuti kelompok umur. Angka kematian tertinggi di kelompok usia di atas 70 tahun. Kemudian diikuti dengan kelompok umur 60-70 tahun. Jadi secara signifikan pengaruh dominannya jemaah haji Indonesia yang berusia lanjut menjadi determinan kemampuan beradaptasi dengan lingkungan di Arab Saudi.
Sisi lainnya perilaku jemaah haji yang kurang peduli dengan kondisi kesehatannya. Masih banyak jemaah yang memaksakan diri untuk menjalankan ibadah haji yang bersifat sunnah. Tidak bisa menyeimbangkan antara aktivitas ibadah dengan kondisi fisiknya.
Di balik itu semua, penyelenggaraan kesehatan haji terbilang sukses. Pemerintah Indonesia mendapat apresiasi beberapa pihak di Arab Saudi. Penghargaan terkait upaya yang dilakukan secara efektif, maksimal dan sungguh-sungguh untuk menjaga jemaah haji yang jumlahnya terbanyak di dunia.
“Jadi ikhtiar yang dilakukan itu yang menjadi concern beberapa pihak Arab Saudi sehingga kita mendapat empat penghargaan tahun ini,” ucap Indro.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemenkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id. (AM).
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat
drg. Widyawati, MKM.