Jakarta, 8 Juni 2020
Ketua Bidang Hubungan Masyarakat dan Kesejahteraan Anggota Pengurus Ikatan Dokter Anak Indonesia, dr. Hartono Gunadi mengatakan program imunisasi terhambat oleh pandemi COVID-19. Banyak orang tua yang takut membawa anaknya ke Puskesmas atau Posyandu dan berisiko untuk mendapatkan double outbreak.
“Situasi pandemi COVID-19 ini merupakan suatu hal yang sangat menghambat program imunisasi dan ini sangat berisiko untuk mendapatkan double outbreak, artinya sudah kita dapat pandemi COVID-19 ditambah lagi outbreak penyakit yang bisa dicegah dengan imunisasi, contohnya campak,” katanya di Gedung BNPB, Jakarta, Senin (8/6).
Ia menjelaskan bahwa campak lebih berbahaya dari COVID-19, 1 orang penderita COVID-19 bisa menularkan 1 – 3 orang, tapi campak 1 orang penderita bisa menularkan ke 18 orang. Selain itu, jika penderita COVID-19 batuk atau bersin dropletnya bisa menular dalam jarak 2 meter, sementara droplet penderita campak bisa lebih dari 6 meter.
Contoh lainnya difteri, ia melanjutkan kalau anak terkena difteri maka saluran pernapasannya akan tertutup selaput membrane, jika sudah tertutup anak tidak bisa bernapas. Maka solusinya adalah membuat lubang di lehernya.
Untuk menetralisir racun yang dikeluarkan bakteri difteri itu harus pakai serum (Anti Diphtheria Serum). Sayangnya serum tersebut tidak ada di Indonesia, harus diimpor dari negara lain. Sebagian besar pabrik pembuat serum difteri itu sudah tutup karena penyakit difteri tidak ada lagi di negara pembuat.
“Jadi jangan sampai terjadi double autbreak. Satu-satunya cara adalah imunisasi,” tegas dr. Hartono.
Pandemi COVID-19 membuat jadwal imunisasi anak jadi terlambat. Namun demikian, dr. Hartono menyarankan untuk tetap imunisasi.
“Kita bisa melakukan imunisasi kejar atau catch up immunization. Misalnya anak sekarang berusia 9 bulan, sebelumnya belum diimunisasi difteri ke-3, jadi bisa sekalian saat anak usia 9 bulan itu mendapatkan imunisasi campak/rubella dan imunisasi difteri,” ucapnya.
Untuk mecegah terjadinya penularan COVID-19 saat pelaksanaan imunisasi, Kementerian Kesehatan sudah membuat protokol kesehatan. Direktur Surveilans dan Karantina Kesehatan, Kemenkes RI dr. Vensya Sitohang mengatakan pihaknya sudah mengeluarkan kebijakan melalui Surat Edaran kepada semua provinsi, kabupaten/kota dan fasilitas layanan kesehatan yang isinya bahwa imunisasi harus tetap dilaksanakan meski pada masa pandemi COVID-19.
“Jangan sampai pada masa COVID-19 ini kita juga mengalami kejadian luar biasa pada penyakit yang sudah ada vaksinnya. Oleh karena itu pelayanan ini (imunisasi) harus tetap berjalan namun tetap mengikuti protokol kesehatan,” kata dr. Vensya.
Protokol kesehatan saat kegiatan imunisasi, lanjutnya, harus memakai masker bagi orang tua dan anak dalam kondisi sehat. Petugas kesehatan menggunakan alat pelindung diri dan jaga jarak, serta memisahkan orang yang sehat dengan yang sakit.
“Pada waktu menunggu antrean harus dikasih jarak dan harus disediakan tempat cuci tangan atau hand sanitizer. Ini strategi yang harus dilaksanakan,” ujarnya.
Hotline Virus Corona 119 ext 9. Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi nomor hotline Halo Kemenkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id (D2)
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat
drg. Widyawati, MKM