Jakarta, 20 Juni 2020
Tim komunikasi Gugus Tugas Reisa Broto Asmoro menekankan bahwa rapid test merupakan bagian dari skrining awal COVID-19. Jika dilakukan sesuai prosedur yang ada, ia memastikan aman digunakan.
“Jangan salah paham rapid test apabila dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih dan menggunakan standar operasional yang diyakini oleh tenaga medis, maka tidak berbahaya, justru akan membantu diri kita, orang lain dan pemerintah,” kata Reisa dalam update perkembangan penanganan COVID-19 di Graha BNPB, Sabtu sore (20/6)
Menurutnya, rapid test yang dilakukan sekarang ini ditujukkan untuk orang yang berisiko tinggi seperti orang yang memiliki riwayat kontak dengan pasien positif dan tenaga kesehatan, sedangkan bagi orang-orang yang berada dikerumunan/tempat ramai, rapid test digunakan apabila diperlukan.
“Apabila lokasi tersebut diduga berkaitan dengan ditemukannya kasus positif maka test masif dilakukan berdasarkan penyelidikan epidemologi, sedangkan rapid test secara massal sering dilakukan dibeberapa tempat keramaian seperti pabrik, pasar dan kantor dengan tujuan menapis atau skiring, dan ini meminimalisir kalau ada orang yang membawa virus tetapi tidak sakit dan kemudian bepergian secara bebas,” ujar Reisa.
Pasalnya jika tidak segera ditemukan dan diisolasi, orang tersebut membahayakan masyarakat lainnya terutama bagi kelompok rentan seperti orang tua/lansia, anak-anak dan mereka yang memiliki penyakit penyerta.
“Ini berarti rapid test membantu kita menemukan orang yang harus dirawat agar segera sembuh dan tidak menimbulkan komplikasi serta membantu mengetahui jumlah orang yang membawa virus tetapi tetap sehat,” imbuhnya.
Tak hanya menggunakan rapid tes, pemeriksaan spesimen COVID-19 di Indonesia juga menggunakan RT-PCR dan TCM. Saat ini, pemeritah telah mengaktifkan lebih dari 200 laboratorium PCR yang tersebar di seluruh Indonesia. Namun, meski jumlahnya banyak, pemeriksaan rapid tetap dilakukan dengan mempertimbangkan 3 hal yakni :
1.Pertama, meski sudah banyak, mesin PCR kita masih terbatas, sehingga tidak mungkin seluruh penduduk di Indonesia diuji swab dengan mesin PCR
2.Kedua, untuk mengetahui prevalensi yaitu sebagai basis data epidemologi seberapa banyak sih orang di Indonesia ini yang sedang terkena COVID-19
3.Ketiga, menekan biaya sistem kesehatan. Rapid test dengan hasil reaktiflah yang akan dilanjutkan ke test PCR sebagai konfirmasi.
Olah karenanya, meski tidak masuk dalam sistem pelaporan kasus, rapid test merupakan bagian dari metode pemeriksaan sampel COVID-19 yang semakin masif.
Sementara itu Jubir Pemerintah untuk COVID-19 dr Achmad Yurianto menyatakan bahwa hingga kini pemerintah telah melakukan pemeriksaan spesimen sebanyak 19.917 sehingga total yang telah diperiksa 621.156 spesimen. Hasilnya kasus positif bertambah 1.226 orang total 45.029 orang.
“Kalau kita perhatikan distribusinya maka beberapa provinsi menujukkan angka yang cukup tinggi, diantaranya Jawa Timur hari ini melaporkan 394 positif baru dan 102 sembuh, DKI Jakarta 180 orang positif baru dan 122 sembuh, Sulawesi Selatan 112 positif baru dan 76 sembuh, Jawa Tengah 98 kasus baru dan 20 sembuh, Kalimantan Selatan 83 orang kasus baru dan 25 sembuh,” terang dr. Achmad.
Sementara itu, 19 provinsi hari ini melaporkan penambahan kasus positif dibawah 10, yang mana 7 provinsi diantaranya tidak ada penambahan kasus sama sekali.
Penambahan juga terjadi pada kasus sembuh sebanyak 534 totalnya 17.883, kasus meninggal bertambah 56 totalnya 2.429. Orang Dalam Pemantauan (ODP) 37.336 orang dan Pasien Dalam Pengawasan (PDP) sebanyak 13.150 orang.
Yuri menekankan bahwa pertambahan kasus harus ini dikarenakan contact tracing yang lebih agresif disertai pemeriksaan yang kian masif tujuannya untuk menemukan kasus positif dan melakukan isolasi ketat agar tidak menjadi sumber penularan ditengah masyarakat.
Diharapkan, hal ini semakin memperkuat komitmen masyarakat untuk disiplin menerapkan protokol kesehatan seperti menjaga jarak, menggunakan masker, cuci tangan pakai sabun dan menghindari kerumunan.
Hotline Virus Corona 119 ext 9. Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi nomor hotline Halo Kemenkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id (MF)
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat
drg. Widyawati, MKM