Jakarta, 1 Juli 2020
Sepanjang 3 (tiga) tahun perjalanan diplomasi kesehatan, kerja sama bilateral, regional, dan multilateral Kementerian Kesehatan telah memiliki kemajuan yang progresif dan menjadi katalisator pembangunan kesehatan nasional. Hal tersebut ditegaskan oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan, drg. Oscar Primadi, MPH, saat membuka Webinar “Diplomasi Kesehatan di Era New-Normal Global: Peluang dan Tantangan” yang diselenggarakan pada Senin, 29 Juni 2020. Webinar bertujuan untuk mensosialisasikan capaian diplomasi kesehatan Indonesia dalam kurun waktu 2017-2020 dan di masa pandemi Covid-19 serta mendiskusikan arah baru diplomasi kesehatan di era new-normal paska pandemi. Webinar dihadiri oleh sekitar 1.000 orang peserta melalui aplikasi zoom, live Facebook dan Youtube Kementerian Kesehatan. Webinar juga merupakan bagian dari kegiatan pengakhiran tugas Kepala Biro Kerja Sama Luar Negeri, Acep Somantri, SIP, MBA, yang akan bertugas sebagai Konsul Jenderal RI di Frankfurt, Republik Federal Jerman, dalam waktu dekat.
Sekjen Oscar lebih lanjut menjelaskan bahwa pada kerja sama bilateral Kementerian Kesehatan berhasil meningkatkan secara signifikan jumlah Memorandum of Understanding (MoU) Kerja Sama Kesehatan dari 3 MoU pada tahun 2016 menjadi 22 MoU dengan negara sahabat. Sebagai tindak lanjut dari MoU, telah disusun Joint Action Plan (JAP), Plan of Action (PoA) dan dilaksanakannya Joint Working Group (JWG) serta berbagai program implementasi.
Dalam kerja sama regional, diplomasi kesehatan juga memiliki banyak capaian, khususnya dalam kepemimpinan Indonesia pada kerja sama kesehatan ASEAN, yaitu sebagai Ketua Cluster 1: Promosi Gaya Hidup Sehat 2016-2018 dan Ketua 4 project activities kerja sama ASEAN. Saat ini, Indonesia merupakan Ketua Kerja Sama Kesehatan ASEAN 2020-2022. Selain itu, Indonesia juga menjabat sebagai Ketua Forum BIMST (Brunei Darussalam, Indonesia Malaysia, Singapura, dan Thailand) serta Ketua Asia Pacific Regional Forum on Health and Environment (APRFHE) untuk 5 tahun ke depan.
Kepemimpinan dan peran aktif Indonesia pada forum multilateral, antara lain sebagai anggota Program Coordinating Board (PCB) UNAIDS 2017-2019, anggota Executive Board WHO 2018-2021 dan anggota Planning, Budget and Administration Committee WHO 2019-2020, anggota Steering Group Global Health Security Agenda (GHSA) 2016-2018 dan 2019-2024, Ketua Foreign Policy and Global Health (FPGH) 2020, Ketua Kerja Sama Medicines, Vaccines and Medical Technology Organisasi Kerjasama Islam (OKI) 2017-2019 dan 2020-2021, Centre of Excellent Vaccines and Bio-Technology Products OKI, serta tuan rumah Sekretariat GHSA.
“Kita perlu melanjutkan dan meningkatkan capaian diplomasi kesehatan tersebut untuk siap menghadapi dinamika perubahan kerja sama internasional di era new-normal global” demikian ditegaskan Sekjen Oscar mengakhiri sambutan kuncinya.
Dalam webinar tersebut, para Sekretaris Direktorat Jenderal dan Sekretaris Badan di lingkup Kementerian Kesehatan menyampaikan capaian diplomasi kesehatan dalam bidang kesehatan masyarakat, keamanan kesehatan global, pelayanan kesehatan, kefarmasian dan alat kesehatan, sumberdaya manusia kesehatan serta penelitian kesehatan.
Dalam area Public Health Diplomacy, Sesditjen Kesehatan Masyarakat, dr. Eni Gustina, MPH, menyampaikan bahwa Indonesia unggul dalam mensosialisasikan dan memberikan bantuan teknis program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Ketua Mother and Child Health serta menjadi Center of Excellent untuk imunisasi negara-negara OKI. Pada tahun 2017, Indonesia sukses menyelenggarakan Asia-Pacific EAT Forum dan pada tahun 2019 menyelenggarakan Youth Town Hall yang merupakan kolaborasi pemuda antar negara untuk menerapkan gaya hidup sehat. Indonesia juga berhasil mempromosikan dilakukannya senam peregangan pada berbagai pertemuan internasional. Dalam kerangka kerja sama ASEAN, Indonesia menginisiasi ASEAN Car Free Day sebagai sarana untuk mengajak negara anggota melakukan aktivitas fisik dan edukasi kesehatan. Capaian lainnya adalah sebagai Ketua ASEAN Road Traffic Injury Network bersama lintas sektor menekan angka kecelakaan lalu lintas. Selain itu, Indonesia juga memimpin penyusunan kerangka kerja sama dalam perlindungan jaminan kesehatan untuk pekerja migran, serta melakukan pelatihan untuk mitigasi dan permodelan gizi pada situasi bencana.
Pada bidang Health Security Diplomacy, Sesditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, dr. Muhammad Budi Hidayat, M.Kes, menjelaskan bahwa Indonesia berperan aktif dalam menginisiasi resolusi “Pandemic Influenza Preparedness (PIP) Network: Sharing Influenza Viruses and Access to Vaccines and other Benefits” yang mendorong terbentuknya Global Influenza Surveillance and Response System (GISRS). Selanjutnya bersama Amerika Serikat dan Norwegia menginisiasi terbentuknya forum Global Health Security Agenda (GHSA) dan telah berpartisipasi dalam Joint External Evaluation (JEE) yang bertujuan untuk mengukur kapasitas inti pelaksanaan International Health Regulation (IHR) 2005. Dalam rangka penguatan upaya pengendalian penyakit menular Indonesia juga menjalin kerja sama erat dengan badan PBB, non-PBB, dan negara sahabat seperti Amerika Serikat melalui USAID dan Australia melalui Health Security Partnership (HSP).
Dalam bidang Healthcare Diplomacy, Sesditjen Pelayanan Kesehatan, Dr. dr. Agus H. Rahim, Sp.OT(K), M.Epid, MH.Kes, menguraikan bahwa Indonesia memajukan kerja sama dalam penguatan inovasi dan digital health, diantaranya baru saja menandatangani MoU antara Kementerian Kesehatan RI dengan Departemen Kesehatan dan Layanan Sosial (DHSC) Inggris. Kerja sama dalam bentuk Sister Hospital terus dikembangkan dan diperluas untuk mendukung pelayanan unggulan di rumah sakit dengan sistem pengampuan. Untuk kedepannya, RS Kanker Dharmais, RSUPN Cipto Mangunkusumo, RSUP DR. Hasan Sadikin Bandung telah disiapkan untuk menjalin kerja sama dalam hal penelitian dan pengembangan layanan kesehatan khusus dengan RS negara mitra, termasuk diantaranya pendirian pusat produksi sel punca dan produk metabolit nasional serta metode plasma convalescent COVID-19.
Untuk meningkatkan akses, kemandirian, dan mutu produk kefarmasian dan alat kesehatan, Sesditjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan, drg. Arianti Anaya, MKM, memaparkan bahwa Medical Product Diplomacy dilakukan melalui kerja sama riset dan pengembangan vaksin baru dan pembangunan pabrik di Indonesia, fasilitasi pembukaan pasar ekspor produk dalam negeri dan pemenuhan bahan baku obat melalui Health Business Forum yang bertujuan untuk matchmaking Business to Business industri farmasi Indonesia, mendorong joint ventures dan joint production. Untuk meningkatkan daya saing produk alat kesehatan dalam negeri, secara aktif Indonesia ikut serta dalam kerja sama di kawasan Asia dan Pasifik serta global. Indonesia sudah meratifikasi ASEAN Medical Device Directive (AMDD) melalui Perpres No 110 Tahun 2018 untuk mewujudkan sistem regulasi alkes terharmonisasi di 10 negara ASEAN dan Indonesia merupakan Ketua ASEAN Medical Device Technical Committee. Di lingkup WHO-SEAR, Indonesia dipercaya sebagai Ketua Working Group (WG) Medical Device, dan Ketua WG Clinical Trial.
Sekretaris Badan PPSDMK, dr. Trisa W. Putri, M.Kes, menjelaskan bahwa Health Workforce Diplomacy dilakukan melalui peningkatkan kapasitas SDM kesehatan Indonesia, harmonisasi kurikulum agar tenaga kesehatan Indonesia dapat didayagunakan di luar negeri. Diplomasi juga dilakukan untuk melindungi tenaga kesehatan yang bekerja di luar negeri, menghindari terjadinya brain drain dan mendorong transfer of knowledge. Pendayagunaan SDMK Indonesia ke luar negeri dilakukan melalui mekanisme Government to Government (G to G) maupun Government to Private (G to P). Mekanisme kerjasama G to G dilakukan antara lain dengan negara Jepang, Australia, Uni Eropa, USA, Jerman dan negara-negara ASEAN. Sementara mekanisme kerjasama G to P dilakukan dengan Jepang dan Belanda. Peningkatan kapasitas SDM kesehatan dilakukan melalui kerja sama antara Poltekkes dengan Perguruan Tinggi Luar Negeri dan Lembaga pengembangan kapasitas SDM negara-negara sahabat.
Dalam bidang Health Research Diplomacy, Sekretaris Badan Litbangkes, Dr. Drs. Nana Mulyana, M.Kes menjelaskan bahwa Indonesia telah menjajaki kerja sama pengembangan vaksin dengan Coalition for Epidemic Preparedness Innovations (CEPI). Indonesia juga berpartisipasi dalam WHO Solidarity Trial terapi COVID-19 dan menjadi negara terbesar ke-3 di dunia yang memiliki subyek penelitian ini. Selain itu, Indonesia juga siap mengikuti WHO Solidarity Trial untuk vaksin yang akan dimulai bulan Juli 2020. Dalam kerangka kerja bilateral juga dilakukan kerja sama riset vaksin dengan Tiongkok (Sinovac dan Sinopharm), Korea Selatan (Genexine), Inggris (University of Manchester) serta dengan Uni Eropa.
Kepala Biro Kerja Sama Luar Negeri, Acep Somantri, SIP, MBA, memaparkan kerja sama bilateral, regional dan multilateral dalam kerangka penanganan Covid-19. Pada kerja sama bilateral, telah dilakukan kerja sama dengan 14 negara mulai dari bantuan logistik dan teknik untuk penanganan Covid-19 sampai dengan kerja sama riset vaksin dan pengembangan produksinya. Pada kerja sama regional, posisi Indonesia sebagai Ketua Kerja Sama Kesehatan menjadi sangat strategis karena harus mampu meningkatkan kinerja mekanisme yang sudah ada serta mengembangkan sejumlah inisiatif baru baik sebagai hasil pertemuan Menteri Kesehatan, pejabat tinggi dan ahli yang digagas Indonesia maupun pertemuan oleh Badan Sektor lainnya.
Menurut Acep Somantri, capaian diplomasi kesehatan dan hasil kerja sama di masa pandemi Covid-19 memberikan landasan yang kuat untuk Indonesia mampu meningkatkan kinerja diplomasi kesehatan di era new-normal global. Lebih lanjut Acep Somantri menjelaskan bahwa pandemi memberikan dampak penurunan derajat kesehatan masyarakat global, penurunan pertumbuhan ekonomi dan meningkatnya kepedulian terhadap isu keamanan kesehatan global. Kondisi ini mengakibatkan terjadinya dinamika politik luar negeri sehingga diperlukan penguatan diplomasi kesehatan. Terdapat sejumlah tantangan namun juga terdapat peluang dalam kinerja diplomasi kesehatan di era new-normal yang akan difokuskan pada penguatan global health security, akses terhadap obat dan vaksin COVID-19 yang berkeadilan, penguatan dan keberlanjutan pelayanan kesehatan esensial, penguatan pelayanan kesehatan digital dan memperkuat solidaritas dan kolaborasi global.
Menutup webinar, Acep Somantri menyampaikan bahwa “untuk menjawab tantangan diplomasi kesehatan di era new-normal, perlu segera dilakukan identifikasi kesenjangan sumber daya nasional dan kepentingan nasional pasca pandemi, menyusun strategi diplomasi kesehatan dan meningkatkan kapasitas diplomasi dengan memperhatikan perubahan pada tools dan means diplomasi yang mengedepankan digital diplomacy.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi nomor hotline Halo Kemenkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id (D2)
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat
drg. Widyawati, MKM