Jakarta, 16 Desember 2024
Tuberkulosis (TBC) masih menjadi permasalahan serius di Indonesia. Menurut Wakil Menteri Kesehatan Prof. Dante Saksono Harbuwono, Indonesia saat ini menempati peringkat kedua kasus tuberkulosis di dunia setelah India, dengan jumlah kasus sekitar 1.060.000 dan 130.000 orang meninggal dunia akibat penyakit ini.
“Dari 1.060.000 orang itu, yang meninggal ada sekitar 130 ribu orang,” ujar Wamenkes Prof. Dante saat, melakukan kunjungan ke RW 09 Kelurahan Jelambar Baru, Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat, pada Senin (16/12).
Untuk menurunkan angka kasus TBC, Prof. Dante mengajak masyarakat untuk berperan aktif dalam program Temukan dan Obati Sampai Sembuh Tuberkulosis (TOSS TB).
“Jadi, kalau ini hanya dijadikan program pemerintah, ini tidak akan selesai. Karena kemampuan pemerintah terbatas. Salah satu upayanya adalah mengajak masyarakat untuk ikut berperan di dalamnya,” lanjut Wamenkes Prof. Dante.
Wamenkes Prof. Dante juga mengapresiasi peran kader kesehatan dan perangkat masyarakat di RW 09 Kelurahan Jelambar Baru dalam menemukan dan mendampingi penderita TBC. Berkat upaya ini, wilayah tersebut mendapat predikat sebagai Kampung Siaga TBC.
Wamenkes Prof. Dante berharap gerakan serupa dapat direplikasi oleh masyarakat di daerah lain sehingga kasus TBC di Indonesia dapat lebih cepat diidentifikasi dan ditangani.
“Jadi, kita yang di pusat ini belum tentu lebih pintar dari bapak ibu sekalian. Karena tadi angka kesembuhannya sampai 90%. Angka pengobatannya sudah tinggi. Angka rekrutmennya juga sudah tinggi. Itu salah satu bentuk kerja nyata yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan DKI, Wali Kota, dan terutama oleh camat, RW, dan paling utama oleh kader-kader TBC ini,” ujar Wamenkes Prof. Dante.
Prof. Dante berpesan kepada para kader pendamping TBC untuk memastikan agar penderita yang telah teridentifikasi tetap menjalani pengobatan hingga selesai. Hal itu guna mencegah resistensi obat yang dapat berujung pada kematian.
“Karena pengobatannya butuh waktu. Kadang-kadang, ada yang putus obat di tengah jalan. Yang putus obat di tengah jalan itu yang harus kita atasi. Karena kalau dia putus obat di tengah jalan, TB bisa jadi resisten atau jadi kebal terhadap pengobatan. Kalau kebal terhadap pengobatan, jadi tidak bisa sembuh,” kata Wamenkes Prof. Dante.
Selain itu, Wamenkes Prof. Dante mengingatkan kader pendamping mengenai pentingnya mengidentifikasi kontak erat penderita TBC, terutama anggota keluarga yang serumah. Ia memberikan contoh kasus yang ditemui saat kunjungannya di Surabaya, di mana seorang anak dengan status gizi pra-stunting terdiagnosis TBC setelah dilakukan pemeriksaan foto toraks.
“Bayangkan, jika itu didiamkan. Itu bisa menular ke anak-anak, sehingga anak-anak tersebut perkembangannya terganggu dan paru-parunya rusak,” lanjut Wamenkes Prof. Dante.
Pada kunjungannya, Wamenkes Prof. Dante juga mendengarkan strategi kader kesehatan di Kelurahan Jelambar Baru dalam mengidentifikasi dan mendampingi penderita TBC. Koordinator Agen Tumpas TBC Kelurahan Jelambar Baru, Julia, menjelaskan lima hal penting yang menjadi perhatian agar kader pendamping TBC dapat bekerja efektif dalam mengeliminasi TBC di masyarakat.
1. Kader harus senang dengan apa yang dikerjakan.
2. Kader memiliki mentor dari tenaga kesehatan yang mudah dihubungi untuk berkonsultasi.
3. Anggota kader memiliki solidaritas tim yang tinggi.
4. Kader memiliki dukungan lintas sektor yang kuat.
5. Kader memiliki waktu dan tempat berkumpul untuk saling berbagi dan membahas masalah TBC.
“Jadi, kita butuh tempat untuk berkumpul. Tidak ada kata kita tidak berkumpul. Jadi, kita harus berkumpul untuk memecahkan masalah. Ibarat sapu lidi, tidak bisa satu batang untuk menyapu. Jadi harus disatukan untuk bisa menyapu.”
Mendengar strategi ini, Prof. Dante menyatakan, setiap daerah memiliki kekhasan tersendiri dalam upaya menemukan kasus TBC di masyarakat. Ia sangat menghargai berbagai inovasi yang dilakukan kader dan masyarakat dalam mengidentifikasi kasus TBC. Berbagai cara dalam mengidentifikasi kasus TBC di masyarakat menjadi masukan bagi pemerintah pusat untuk dapat diterapkan di lokasi lain.
“Beberapa tempat lain juga sudah saya kunjungi di tanah air. Nanti kita lihat implementasi programnya. Nanti kita adopsi di Kementerian Kesehatan dan formulasikan mana yang tepat untuk masyarakat Indonesia. Dan tentunya tidak bisa sama karena masing-masing daerah punya kekhasan tersendiri,” ujar Wamenkes Prof. Dante.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut, dapat menghubungi nomor hotline Halo Kemenkes melalui nomor 1500-567, SMS 0812-8156-2620, atau email kontak@kemkes.go.id.(RR)
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik
Aji Muhawarman, ST, MKM