Kementerian Kesehatan RI yang diwakili oleh Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes RI, dr. Bambang Wibowo, Sp.OG MARS, dan Kementerian Pertanian RI yang diwakilkan oleh Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, drh. I Ketut Diarmita, MP, menandatangani Nota Kesepahaman Bersama tentang Penyelenggaraan Pengendalian Resistensi Antimikroba di salah satu hotel di kawasan Mega Kuningan Jakarta Selatan, Selasa pagi (22/11).
Nota Kesepahaman Bersama ini bertujuan untuk terselenggaranya pengendalian resistensi antimikroba di Indonesia dalam konsep One Health yang dimaksud untuk upaya kolaboratif dari berbagai disiplin dan profesi baik lokal, nasional maupun global untuk mencapai kesehatan yang optimal bagi manusia, hewan dan lingkungan.
Resistensi Antimikroba Jadi Masalah Global
Menurut Centers for Disease Control and Prevention, setiap tahun di Amerika Serikat terdapat dua juta orang terinfeksi oleh bakteri yang telah resisten terhadap antibiotik dan setidaknya 23.000 orang meninggal setiap tahun sebagai akibat langsung dari resistensi ini. Data WHO menyebutkan bahwa pada tahun 2013 terdapat 480.000 kasus baru multidrug-resistent tuberculosis (MDR-TB) di dunia. Data tersebut menunjukan bahwa resistensi antimikroba memang telah menjadi masalah global yang harus segera diselesaikan karena merupakan ancaman yang tidak hanya bagi lingkungan yang berkaitan tetapi juga bagi masyarakat luas.
Hal ini mendorong para Menteri Kesehatan dari 193 negara anggota WHO pada pertemuan WHA ke-68 menghasilkan salah satu resolusi mengenai Global Action Plan on Antimicrobial Resistance, dimana negara-negara anggota WHO bersepakat untuk menjadikan pengendalian resistensi antimikroba sebagai salah satu program prioritas di bidang kesehatan baik secara nasional maupun global.
Penggunaan Antibiotik di Indonesia Memprihatinkan
Di Indonesia, pemahaman publik tentang manfaat, penggunaan, juga dampak dari penggunaan antibiotik masih lemah. Ini menjadi persoalan serius karena tingkat penggunaan antibiotik di Indonesia sudah cukup memperihatinkan. Selain itu, antibiotik digunakan tidak hanya pada manusia, namun juga pada hewan.
“Masyarakat saat ini secara bebas membeli dan meminum antibiotik tanpa resep dokter. Penjualan antibiotik dilakukan secara bebas di apotik, kios atau warung. Masyarakat ada yang menyimpan “antibiotik cadangan” di rumah, hingga memaksa dokter untuk minta dituliskan resep antibiotik. Ini masalah yang terjadi di masyarakat”, tutur dr. Bambang.
Penggunaan antibiotik pada hewan saat ini juga banyak digunakan untuk mendapatkan kualitas daging hewan yang menguntungkan penjualan. Selain itu, pakan ternak juga disinyalir mengandung antibiotik. Hal ini secara langsung juga berdampak pada manusia yang mengkonsumsi daging tersebut. Hal-hal tersebut di atas menyebabkan kejadian resistensi antimikroba menjadi semakin meningkat secara signifikan.
“Resistensi Antimikroba menyebabkan pasien menjadi tidak efektif lagi menggunakan antibiotik untuk penyembuhan penyakitnya, sehingga dapat mempercepat kematian”, kata dr. Bambang.
Undang-Undang Rumah Sakit mewajibkan rumah sakit menerapkan standar keselamatan pasien salah satu yang bisa dilakukan adalah melalui penggunaan antibiotik secara bijak dan aktifitas penerapan pengendalian infeksi secara benar. Kementerian Kesehatan juga telah membentuk Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba sebagai penjuru dalam mengembangkan dan mengawal Program Pengendalian Resistensi Antimikroba secara luas baik di fasilitas pelayanan kesehatan maupun di masyarakat.
“Namun tidak dapat dipungkiri bahwa pemahaman penggunaan antibiotik secara bijak dilingkup klinisi masih belum optimal, disamping itu perlu penguatan kurikulum farmasi di pendidikan kedokteran untuk meminimalisir terjadinya resistensi antimikroba oleh dokter.
“Perlu adanya pendekatan dan strategi multifaktor serta multi disiplin dalam pencegahan dan pengendalian resistensi antimikroba ini”, tandas dr. Bambang.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat,Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id.