Jakarta, 31 Maret 2017
Untuk mendapatkan efektifitas yang lebih baik dalam upaya pencegahan dan pengendalian malaria di Indonesia, Kementerian Kesehatan akan mengganti lebih dari 3 juta kelambu berinsektisida yang pernah dibagikan kepada masyarakat dalam program pengendalian Malaria tahun 2014 lalu.
“Tahun 2017 ini adalah tahun pergantian kelambu berinsektisida program malaria Tahun 2014. Kelambu ini ada masanya, karena mengandung insektisida. Jadi setiap tiga tahun harus diganti untuk efektifitas yang lebih baik”, tutur Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kemenkes RI, drg. R. Vensya Sitohang, M.Epid, Dalam kegiatan temu media tentang “Kebijakan Pencegahan dan Pengobatan Malaria ” diselenggarakan di Kantor Kemenkes RI pada Jumat (31/3) lalu.
Secara rinci, jumlah kelambu berinsektisida yang pernah dibagikan secara massal pada tiga tahun lalu dan perlu diganti di tahun ini yaitu: Provinsi NTT sebanyak 1.584.253 kelambu di 15 Kabupaten/Kota; Papua sebanyak 924.515 kelambu di 16 Kabupaten/Kota; Papua barat sebanyak 425.383 kelambu di 13 Kabupaten/Kota; Maluku sebanyak 333.986 kelambu di 5 Kabupaten/Kota; dan Maluku Utara sebanyak 229.331 kelambu di 5 kabupaten.
Berbicara tentang pengendalian penyakit, maka tidak terlepas dari komponen promotif, preventif dan kuratif. Kelambu berinsektisida hanyalah salah satu dari banyak upaya pencegahan malaria di Indonesia berupa perlindungan diri dari gigitan nyamuk dengan menggunakan baju panjang dan terang, penggunaan repellent atau losion anti nyamuk. Upaya preventif lainnya yaitu berupa pengendalian vektor malaria baik nyamuk dewasa maupun jentiknya misalnya dengan penyemprotan dinding rumah dengan insektisida, larvasida yang digunakan di lagoon-lagoon tempat perkembangbiakan jentik nyamuk malaria, manajemen lingkungan dengan mengubah lingkungan agar tidak menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk malaria seperti mengalirkan air yang tergenang atau menutupnya, membuat hutan mangrove, membersihkan lumut di kolam, dan lain-lain.
Hal lain, dari segi kuratif, Indonesia memiliki alat diagnosis yang sensitif dan spesifik yaitu dengan mikroskop maupun tes diagnosis cepat (Rapid Diagnostic Test/RDT) dan untuk pengobatan kita mempunyai obat yang sangat efektif membunuh parasit yaitu berupa terapi kombinasi berbasis artemisinin, yang saat ini digunakan adalah Dihidroartemisinin – piperakuin ditambah Primakuin sebagai pengobatan radikal untuk membunuh semua stadium parasit.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, dan alamat email kontak@kemkes.go.id.
Kepala Biro Komunikasi dan
Pelayanan Masyarakat
drg. Oscar Primadi, MPH
NIP 196110201988031013