Jakarta, 18 Januari 2018
Kementerian Kesehatan terus melakukan pemantauan status gizi (PSG) secara terus menerus pada tahun 2015, 2016, sampai dengan 2017. Pada akhir tahun 2017, Kemenkes melihat bahwa data status gizi di Provinsi Papua secara umum cukup baik, namun secara khusus, data Kabupaten Asmat menunjukkan kenaikan cukup besar untuk persentase under nutition atau kekurangan gizi. Hal ini memperlihatkan hubungan kausal yang jelas antara inadekuat dietary intakes (kurang asupan makanan yang menyebabkan kekurangan gizi) dengan keberadaan penyakit infeksi di wilayah tersebut.
Demikian pernyataan Direktur Gizi Masyarakat Kemenkes RI, Ir. Doddy Izwardy, MA, kepada sejumlah media di Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kantor Kemenkes, Jakarta Selatan, Rabu siang (17/1).
“Penyakit infeksi yang paling sering terjadi di sini adalah Diare, namun di Papua saat ini yang terjadi bersama ada Campak di sana. Jadi ada hubungan timbal balik, ada campak, ada gizi buruk. Mana yang lebih dulu”, tutur Doddy.
Asupan makanan dan penyakit infeksi merupakan faktor penyebab langsung dari status gizi, dimana keduanya merupakan faktor yang saling mempengaruhi. Balita yang akan terkena penyakit infeksi biasanya mengalami perubahan pola makan, sehingga terjadi ketidakseimbangan antara asupan makanan dan kebutuhan gizi. Jika hal ini terjadi dalam waktu yang cukup lama maka terjadilah kekurangan gizi.
“Adanya penyakit Campak, si anak sakit sehingga tidak bisa makan (nafsu makan menurun). Campak memperberat anak-anak yang inadekuat dietary intakes (kurus) tadi menjadi lebih buruk gizinya. Diare pun bisa cepat diatasi sebenarnya, tinggal kasih larutan gula garam, tetapi karena ada penyakit infeksi, menjadi lebih berat mengatasinya”, tambahnya.
Campak atau yang dikenal dengan nama Measles merupakan salah satu penyakit menular melalui udara yang disebabkan oleh virus golongan paramyxovirus. Penyakit ini dapat menyerang sistem pernapasan dan sistem kekebalan sehingga anak menjadi rentan terhadap berbagai infeksi lainnya, seperti Pneumonia dan Diare. Campak sebenarnya bisa dicegah dengan imunisasi.
Campak bukan penyakit berbahaya jika segera ditangani dengan tepat. Namun jika perawatan yang diberikan kurang baik dan kondisi tubuh penderita lemah (kurang gizi), maka akan mudah terkena infeksi lain atau komplikasi yang bisa berakibat fatal. Komplikasi yang paling umum terjadi pada kasus campak yang fatal adalah diare kronis.
Pemberian kekebalan terhadap penyakit Campak telah menjadi salah satu prioritas program imunisasi nasional. Trimester akhir tahun 2017 lalu, pemerintah bahkan telah meningkatkan kekebalan dengan meluncurkan vaksin MR, jenis imunisasi yang mampu melindungi tubuh dari dua penyakit, yaitu measles (campak) dan rubella (campak jerman).
Lebih jauh, Doddy juga menerangkan bahwa selain kekurangan zat gizi makro, penelitian membuktikan bahwa campak memiliki hubungan yang erat dengan kekurangan zat gizi mikro, yaitu vitamin A.
“Vitamin A itu bermanfaat mencegah morbiditas pada anak Balita. Kalau anak diberi vitamin A dan dikonsumsi dengan baik, bisa disimpan di dalam organ hatinya selama 4-6 bulan. Itu alasannya mengapa pemerintah memiliki program Bulan Vitamin A dua kali dalam setahun (Februari dan Agustus)”, imbuhnya.
Bersamaan dengan pelaksanaan imunisasi massal, seluruh Balita yang ada di wilayah terjadinya KLB Campak perlu diberikan pula vitamin A dengan dosis sesuai usia, yaitu: Bayi < 6 bulan dengan dosis ½ kapsul biru; Balita usia 6-11 bulan dosisnya 1 kapsul biru; dan Balita 12-59 bulan dengan dosis 1 kapsul merah.
“Pastikan, dosis kapsul vitamin A yang diberikan sesuai dengan usia anak. Balita yang telah menerima kapsul vitamin A dalam jangka waktu < 30 hari, tidak dianjurkan untuk diberi kapsul vitamin A lagi. Lalu pada saat pemberian vitamin A, pastikan anak tidak sedang mengalami sesak napas berat”, pesannya.
Ditambahkan oleh Doddy, pada anak yang menderita Campak namun tidak mengalami gizi buruk, diberikan kapsul vitamin A sebanyak 2 kali, yaitu 1 kapsul pada hari pertama dan 1 kapsul pada hari kedua (dosis sesuai usia).
Sedangkan pada anak yang menderita Campak dengan gizi buruk dan/atau komplikasi pada mata diberikan sebanyak 3 kali, yaitu 1 kapsul pada hari pertama, 1 kapsul pada hari kedua, dan 1 kapsul pada hari ke lima belas (dosis sesuai usia).
Menutup perbincangan dengan media, Doddy berpesan kepada masyarakat agar selalu memantau perkembangan berat badan dan tinggi badan anak. Bila tidak ada perkembangan atau terjadi penurunan berat badan dalam dua bulan (apalagi disertai penyakit yang memberatkan), disarankan untuk segera memeriksakan dan membawa ke pelayanan kesehatan terdekat agar mendapatkan perawatan yang tepat.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat,Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline (kode lokal) 1500-567,SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id. (myg)
Kepala Biro Komunikasi dan
Pelayanan Masyarakat
drg. Oscar Primadi, MPH