Jakarta, 17 Desember 2018
Divonis mengidap HIV memang berat, apalagi tidak seorang pun dari keluarga yang mendukung. Menyesal memang, namun itulah konsekuensi yang harus diterima WY sebagai pecandu Narkoba sedari SMP.
Siang tadi telah digelar acara Puncak Peringatan Hari AIDS se-Dunia di Lapas Narkotika Kelas IIA Cipinang, Jakarta Timur. Saat itu WY menceritakan pengalamannya mencandu Narkoba hingga didiagnosis mengidap HIV.
Saat itu pada 1999, WY mulai memakai Narkoba dengan jarum suntik. “Saya dulu pecandu, pemakai Narkoba aktif. Aktif mulai pakai jarum suntik akhir tahun 1999,” katanya.
Setiap membeli jarum suntik, WY merasa was-was karena takut ditangkap polisi. Suatu waktu, jarum suntik yang baru dibelinya hilang. WY lebih memilih menggunakan jarum suntik bekas temannya daripada membeli kembali.
“Belinya (jarum suntik) deg-degan, terus mau pake jarumnya ilang, kalau beli lagi makin deg-degan. Tapi karena udah sakau akhirnya jarum bekas teman saya pake. Bahkan jarum yang keselip di rel keretapun dari pada sakau dan beli takut polisi mending pake aja yang ada,” ungkapnya.
WY menyesalkan saat itu informasi tentang HIV dinilainya kurang. Ia mengaku buta soal bahayanya Narkoba. Namun sekitar tahun 2006, WY memutuskan untuk berhenti dari mengonsumsi Narkoba dan beralih ke methadone.
Proses berhenti mengonsumsi Narkoba dirasakannya sulit karena sudah tidak ada lagi keluarga yang percaya dan memotivasi dia saat benar-benar ingin berubah.
“Perjuangan saya sangat sulit orang tua gak percaya, berobat mendampingi aja gak mau karena sering saya bohongin. Tapi saya usaha sendiri saya mau benar-benar sembuh,” tegas WY.
Dahulu, WY yang tidak peduli akan kesehatan, setelah mulai dengan methadone jadi sadar pentingnya kesehatan diri. WY pun mulai produktif dan bekerja kembali.
“Waktu itu saya beraniin diri tes HIV walaupun saya sudah tahu positif terkena HIV karena kawan-kawan saya yang meninggal, memiliki gejala yang sama seperti yang saya alami,” ucap WY.
Tidak ingin dirinya mengikuti jejak kawan yang meninggal karena HIV yang disebabkan Narkoba. Maka saat itu WY hanya punya satu tekad, yakni keinginannya untuk sehat sehingga dia harus mengikuti proses rehabilitasi.
“Saya cuma satu, saya mau sehat! Tetep survive, saya gak mau kayak temen-temen saya. Itu motivasi saya,” tegas WY.
Dari situ, WY mulai mengonsumsi obat antiretroviral hingga saat ini, bahkan kemana pun dia pergi, barang yang harus dibawa adalah obat tersebut.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id. (D2)
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat
drg. Widyawati, MKM