Jakarta, 4 Januari 2019
Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) harus memiliki akses yang seluas-luasnya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Namun fasilitas kesehatan tentu harus menjamin mutu layanan kesehatan yang diberikan, salah satunya melalui proses akreditasi.
Demikian pernyataan Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI, dr. Bambang Wibowo, SpOG, di Kantor Kemenkes di kawasan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Jumat siang (4/1).
“Sebetulnya, akreditasi rumah sakit merupakan bentuk perlindungan dari negara kepada masyarakat agar mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik. Demikian juga tenaga kesehatan yang bekerja di RS tersebut agar dapat bekerja dan mendapat perlindungan sebaik-baiknya,” ujar Bambang.
Kegiatan akreditasi merupakan bentuk perlindungan pemerintah dalam memenuhi hak setiap warga negaranya terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan oleh fasilitas pelayanan kesehatan yang layak. Sebagaimana pasal 28H ayat (1) dan Pasal 34 Ayat (3) UUD negara RI tahun 1945, fasilitas pelayanan kesehatan yang layak yaitu fasilitas pelayanan kesehatan yang telah diakui memiliki mutu pelayanan baik melalui asesmen yang terstandar.
Kegiatan akreditasi dilaksanakan dengan menggunakan standar akreditasi berupa instrumen-instrumen yang mengintegrasikan kegiatan administratif dan pelayanan medis menjadi satu kesatuan sebagai upaya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit dengan memperhatikan keselamatan pasien.
Kewajiban akreditasi bagi RS juga telah tertuang dalam beberapa regulasi bidang kesehatan, antara lain: 1) Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 40 ayat (1), dalam upaya peningkatan mutu pelayanan RS wajib dilakukan akreditasi secara berkala menimal 3 (tiga) tahun sekali; 2) Peraturan Menteri Kesehatan No. 56 Tahun 2014 pasal 76 ayat (1) dan (2) tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit, bahwa setiap RS yang telah mendapakan izin operasional harus diregistrasi dan diakreditasi. Registrasi dan akreditasi merupakan persyaratan untuk perpanjangan izin operasional dan perubahan kelas; dan 3) Peraturan Menteri Kesehatan No. 34 Tahun 2017 pasal 3 ayat (3) tentang Akreditasi Rumah Sakit, bahwa akreditasi dilakukan oleh RS dilakukan paling lama setelah beroperasi 2 (dua) tahun sejak memperoleh izin operasional untuk pertama kali.
Selain itu, berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sebagaimana telah mengalami beberapa perubahan (terakhir dengan Permenkes Nomor 5 tahun 2018), dinyatakan bahwa sertifikat akreditasi merupakan salah satu persyaratan yang harus dimiliki oleh RS untuk dapat bekerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Pemerintah sebenarnya telah memberikan waktu perpanjangan pelaksanaan akreditasi seperti yang tertera dalam Permenkes Nomor 99 Tahun 2015 pasal 41 ayat (3) yang merupakan perubahan pertama Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013, sehingga persyaratan akreditasi untuk bekerjasama dengan BPJS Kesehatan mulai diberlakukan 5 (lima) tahun sejak JKN diberlakukan pada awal tahun 2014, yakni tanggal 1 Januari 2019.
“Akreditasi tertuang pada UU Rumah Sakit pada tahun 2009 sebenarnya. Rumah sakit juga telah diberi tenggang waktu 5 tahun agar bisa mempersiapkan diri dan berproses untuk akreditasi, tujuannya agar masyarakat bisa mengakses RS yang bermutu,” pungkas Bambang.
Untuk itu, dalam rangka mendorong peningkatan mutu layanan dengan tetap mempertahankan akses masyarakat terhadap layanan kesehatan, pada hari terakhir di bulan Desember 2018 lalu, Menteri Kesehatan RI, Prof. Dr. dr. Nila Farid Moeloek, Sp.M(K), telah bersurat kepada Direktur Utama BPJS Kesehatan terkait perpanjangan kontrak kerja sama bagi 551 dari 616 RS dalam pelaksanaan program JKN. Surat perpanjangan kerja sama tersebut sebagai respons atas surat sebelumnya dari Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS Kesehatan kepada Kemenkes RI tertanggal 12 November 2018 yang menyatakan bahwa rumah sakit yang belum terakreditasi kemungkinan tidak bisa melanjutkan kerja sama pada tahun 2019.
“Saat ini, dari 2.180 RS yg bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, sebanyak 616 RS belum terakreditasi. Kemenkes pada akhir tahun 2018 lalu, sudah menerbitkan surat rekomendasi bagi 551 RS. Namun, masih ada sejumlah 65 RS yang belum membuat surat komitmen untuk melakukan akreditasi, sehingga belum mendapatkan surat rekomendasi dari Kemenkes”, terang Bambang.
Kementerian Kesehatan memberikan kesempatan kepada RS yang belum mendapatkan rekomendasi untuk melakukan pembenahan dan perbaikan menyesuaikan dengan ketentuan. Kementerian kesehatan berharap agar seluruh RS di Indonesia dapat berkomitmen untuk melaksanakan akreditasi.
“Dengan mempertimbangkan akses layanan bagi masyarakat, Kemenkes memberikan kesempatan kepada RS yang belum mendapatkan rekomendasi agar membuat pernyataan komitmen pelaksanaan akreditasi, agar dapat kita terbitkan surat rekomendasi bagi RS tersebut sehingga berkesempatan untuk memperpanjang kerja sama dengan BPJS Kesehatan,” ujar Bambang.
Bambang menegaskan hal ini menjadi pembelajaran berharga bahwa semangat membangun budaya peningkatan mutu layanan kesehatan ini menjadi tugas bersama antara penyelenggara layanan kesehatan, organisasi profesi, pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan juga BPJS Kesehatan.
“Saya yakin dengan komitmen akreditasi ini akan menjadi semangat bagi RS untuk senantiasa melakukan perbaikan dan peningkatan mutu layanan”, tandas Bambang.
Sementara itu, untuk menghindari terputusnya akses pelayanan kesehatan, Kementerian Kesehatan menjamin bahwa seluruh pasien JKN yang sebelumnya mendapat layanan di RS yang belum dapat memperpanjang kerja samanya dengan BPJS Kesehatan, tetap akan mendapatkan pelayanan di Rumah Sakit di Kabupaten/Kota tersebut sesuai dengan hasil pemetaan akses pelayanan kesehatan di Kabupaten/Kota masing-masing.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id. (myg)
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat
drg. Widyawati, MKM