Tangerang Selatan, 21 Maret 2019
Kementerian Kesehatan menggelar pertemuan Sosialisasi Hasil Ijtima Ulama tentang Kesehatan Haji di Hotel Soll Marina, Tangerang Selatan, Banten. Pertemuan yang berlangsung tanggal 20-21 Maret 2019 itu berkeinginan untuk menggaet dukungan ulama dan lintas sektor terkait di Provinsi Banten guna mengajak para jemaah haji untuk lebih mempersiapkan istitaah/kemampuan kesehatan dalam berhaji.
Kepala Pusat Kesehatan Haji Kemenkes, Dr. dr. Eka Jusup Singka, MSc mengungkapkan hal tersebut ketika menyampaikan materi kebijakan kesehatan haji di hadapan perwakilan ulama, pejabat Kementerian Agama dan Dinas Kesehatan se-Provinsi Banten pada Kamis (21/3).
Penerapan istitaah kesehatan jemaah haji sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 15 Tahun 2016 bukanlah perkara mudah. Butuh dukungan banyak pihak.
“Untuk mencapai keberhasilan pelaksanaan kesehatan haji itu dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya dukungan masyarakat dan ulama. Maka dari itu hasil ijtima ulama perlu terus disampaikan kepada publik,” ujar Eka.
Lebih lanjut Kapuskes Haji menuturkan, faktor lain yang turut mempengaruhi tercapainya tujuan penyelenggaraan kesehatan haji di Indonesia ialah komitmen politik, ketersediaan sistem kesehatan haji yang terintegrasi dengan layanan lain serta tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku jemaah haji.
Kemenkes memiliki strategi khusus guna mengendalikan faktor-faktor tersebut. Strategi tersebut antara lain melakukan penguatan koordinasi, monitoring dan evaluasi, serta komitmen multi pihak. Di samping itu juga membuat integrasi Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu Kesehatan (Siskohatkes) dengan Siskohat milik Kemenag, pemeriksaan dan pembinaan kesehatan haji serta pendayagunaan sumber daya kesehatan.
Untuk mengoptimalkan penyelenggaraan kesehatan haji, pemerintah telah mempersiapkan beberapa hal yakni dalam aspek pemenuhan kemampuan kesehatan bagi jemaah haji, pengadaan petugas kesehatan yang kompeten dan solid, dan ketersediaan sarana prasarana yang memadai.
Pada kesempatan sosialisasi tersebut, Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Dr. Asrorun Ni’am Sholeh, MA, menjelaskan secara rinci latar belakang, proses hingga lahirnya keputusan ijtima ulama yang dihasilkan pada forum pemusyawaratan Komisi Fatwa MUI bersama organisasi islam se-Indonesia pada tahun 2018 terkait masalah istitaah kesehatan haji.
“Seseorang yang sudah istitaah dalam aspek finansial dan keamanan, tapi mengalami gangguan kesehatan, pada dasarnya tetap berkewajiban untuk berhaji,” tegas Niam.
Ni’am menambahkan, jika seseorang mengalami halangan (udzur syar’i) untuk melaksanakan ibadah haji karena penyakit yang dideritanya atau kondisi tertentu yang menghalanginya untuk tidak melaksanakan ibadah haji secara mandiri, padahal ia memiliki kemampuan finansial, maka kewajiban hajinya tidak otomatis gugur melainkan pelaksanaannya ditunda atau dibadalkan. Penentuan penundaan dan badal haji karena alasan kesehatan berdasarkan pertimbangan syar’i dan medis.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemenkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email [email protected]. (AM).
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat
drg. Widyawati, MKM.