Jakarta, 16 Juli 2019
Secara nasional Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM) membaik dalam 5 tahun. Hal tersebut merupakan hasil dari penghitungan IPKM 2018 yang dapat dimanfaatkan oleh pemerintah pusat untuk advokasi ke pemerintah daerah, menentukan prioritas daerah yang harus dibantu, dan masalah spesifik daerah yang perlu diprioritaskan penanganannya.
“Bagi pemerintah daerah dapat digunakan sebagai bahan evaluasi dan pemicu perbaikan kinerja program di masing-masing daerah,” kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kemenkes, Dr. Siswanto, MPH, DTM, Selasa (16/7).
IPKM 2018 dihitung dengan menggunakan model IPKM yang dikembangkan tahun 2013. Indeks ini mengikutsertakan 30 indikator kesehatan yang dikelompokan menjadi 7 sub indeks, yakni Kesehatan Balita, Kesehatan Reproduksi, Pelayanan Kesehatan, Perilaku Kesehatan, Penyakit Tidak Menular, Penyakit Menular, dan Kesehatan Lingkungan.
30 indikator penyusun IPKM mencerminkan capaian program dan sebagai potret capaian pembangunan kesehatan wilayah. Masih adanya kesenjangan antar wilayah menunjukkan masih perlunya terobosan program untuk meningkatkan capaian sehingga pembangunan kesehatan dapat dirasakan secara merata oleh seluruh masyarakat.
IPKM 2018 menunjukkan pembangunan kesehatan masyarakat Indonesia mengalami perbaikan dari IPKM 2013. Perubahan capaian IPKM 2018 dan IPKM 2013 salah satunya terlihat pada Peningkatan nilai minimum dan maksimum. Peningkatan nilai minimum dari yang sebelumnya 0,2169 menjadi (IPKM 2013) menjadi 0, 3469 (IPKM 2018), sementara peningkatan nilai maksimum dari yang sebelumnya 0,7325 (IPKM 2013) meningkat jadi 0,7470 (IPKM 2018).
Peningkatan angka itu menunjukkan kualitas kesehatan masyarakat di Indonesia meningkat dalam 5 tahun ini. Sebagai contoh, berdasarkan hasil IPKM 2018, peningkatan tersebut dapat dilihat pada 5 kabupaten/kota dengan IPKM tertinggi, yakni Gianyar (0.7470), Tabanan (0.7293), Kota Denpasar (0.7254), Badung (0.7170), dan Kota Salatiga (0.7139).
Angka tersebut lebih tinggi daripada IPKM 2013, yakni Gianyar (0.7352), Tabanan (0.6826), Kota Denpasar (0.6992), Badung (0.6546), dan Kota Salatiga (0.6573).
Berdasarkan komponen dan IPKM antar provinsi, ditemukan bahwa penyakit tidak menular konsisten masih menjadi masalah di hampir semua provinsi, serta disparitas antar kabupaten di dalam provinsi.
Siswanto mengatakan IPKM 2018 ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu alat untuk monitoring dan evaluasi keberhasilan pembangunan kesehatan selama lima tahun, di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Hasil evaluasi tersebut diharapkan bermanfaat untuk menetapkan kebutuhan dan arah pembangunan kesehatan yang sesuai dengan besaran masalah di kabupaten/kota.
“Perhatian semua pihak perlu mengarah pada pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan mencakup semua tingkatan dalam dimensi sosial, ekonomi, budaya, dan geografik. Pembangunan daerah diharapkan dapat mengarah pada pembangunan yang lebih baik,” katanya.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id. (D2)
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat
drg. Widyawati, MKM