Meski sejak tahun 2010 World Health Organization (WHO) tidak lagi menyebutkan peringkat negara untuk kasus Tuberkulosis (TB) di dunia, tetapi Indonesia masih termasuk 10 besar dari 22 negara dengan beban permasalahan TB terbesar. Sementara total estimasi incidence (kasus baru) Tuberkulosis (TB) di Indonesia yang dilaporkan oleh WHO dalam Global report 2011 adalah 450.000 per tahun dengan prevalensi sekitar 690.000 pertahun.
Demikian disampaikan Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP dan PL), Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama melalui surat elektronik, (20/05).
“Pada tahun 2010, pemerintah telah mencanangkan strategi nasional pengendalian TB dengan terobosan menuju akses universal layanan TB berkualitas untuk menjamin agar semua kasus TB yang ditemukan dapat didiagnosa dan diobati dengan benar, patuh dan tuntas serta terjamin kesembuhannya”, tambah Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama.
Dikatakan, permasalahan dalam pengendalian kasus TB adalah belum ditemukannya semua kasus TB, terutama di RS swasta, dokter praktek, maupun yang terpantau oleh pemerintah. Saat ini Kemenkes telah bekerjasama dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) untuk meningkatkan upaya pelayanan TB sesuai standar internasional pada dokter praktek, dimana sudah dicapai sekitar 300 ribu kasus yang terlaporkan setiap tahun yang mempunyai angka kesembuhan sekitar 91 persen, dan angka kematian akibat TB sudah jauh menurun (27/100.000) dibandingkan dengan data dasar tahun 1990 (92/100.000).
Sementara itu, WHO global report melaporkan tingkat resistensi yg masih cukup rendah diantara kasus baru sekitar 2 persen dan kasus Re-treatment sekitar 17 persen, yang hasilnya hampir sama dengan survei resistensi obat yg dilaksanakan Kemenkes di Jawa Tengah (2007) dan Jawa Timur (2009), tambahnya.
“Kasus TB yang tidak diobati dengan baik sesuai dengan standar (mulai diagnosis, rejimen pengobatan, kepatuhan dan ketuntasan pengobatan serta terlaporkan agar dapat dipantau kesembuhannya) akan bisa memicu terjadinya TB-Multi Drug Resistant (MDR)” ujar Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama.
Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama mengatakan bahwa upaya pemerintah diarahkan dalam tiga hal yaitu meningkatkan akses universal terhadap layanan TB yang berkualitas untuk mencegah terjadinya TB-MDR; meningkatkan deteksi suspek TB-MDR sedini mungkin dan melaksanakan pengobatan agar mata rantai penularan kuman resisten terputus, termasuk peningkatan pengendalian infeksi dan konseling untuk meningkatkan ketuntasan pengobatan dan kelompok dukungan pengobatan TB-MDR; dan meningkatkan kegiatan sentinel surveilans resistensi obat, untuk memantau kecenderungan peningkatan epidemi TB-MDR, sehingga mampu melakukan upaya perbaikan secara lebih maksimal.
“Saat ini pengobatan untuk TB-MDR masih didukung dengan dana dari Global Fund, secara bertahap pemerintah akan meningkatkan kemandirian dalam pengendalian TB-MDR” kata Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama.
Pada kesempatan tersebut, Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama juga menyampaikan perilaku yang harus dikedepankan untuk mencegah TB dan TB-MDR seperti; menjalankan pola hidup bersih dan sehat dengan menjaga asupan gizi seimbang, beraktifitas fisik setiap hari dan menghindari perilaku berisiko seperti merokok, menggunakan narkoba, berperilaku seks tidak aman; memeriksakan kesehatan secara teratur untuk mendeteksi secara lebih dini berbagai permasalahan kesehatan terkait dengan TB, misalnya gangguan immunologis (HIV) atau penyakit Diabetes.
“Apabila batuk lebih dari 2 minggu yang diikuti dengan demam, berkeringat pada malam hari dan lesu, segera berobat ke Puskesmas/layanan lainnya untuk memperoleh pengobatan sampai tuntas”, kata Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama.
Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama menambahkan beberapa faktor lain yang berpengaruh positif terhadap penurunan beban TB di Indonesia ke depan adalah pertumbuhan ekonomi, akses universal terhadap layanan TB-DOTS, perbaikan infrastruktur kesehatan, dan Universal Coverage pembiayaan kesehatan yang memungkinkan semua pasien TB memperoleh akses pengobatan berkualitas. Sedangkan untuk faktor yang berpengaruh kurang menguntungkan adalah: peningkatan HIV, meningkatnya kesenjangan ekonomi, meningkatnya penyakit Diabetes, kebiasaan merokok dan lainya.
“Saat ini belum ada negara yang sudah mengeliminasi Tuberkulosis” kata Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: (021) 52907416-9, faksimili: (021) 52921669, Pusat Tanggap Respon Cepat (PTRC): <kode lokal> 500-567 dan 081281562620 (sms), atau alamat e-mail kontak@depkes.go.id