Makanan berkadar lemak tinggi, lemak jenuh, dan lemak trans perlu dihindari agar tubuh tetap sehat dan terhindar dari berbagai penyakit seperti obesitas.
Selama Idul Fitri umumnya sajian yang disuguhkan merupakan makanan tinggi lemak dan bersantan, seperti ketupat sayur, opor ayam, hingga rendang. Kita perlu menghindari konsumsi lemak berlebihan selama Lebaran agar dapat melindungi tubuh dari munculnya berbagai gangguan kesehatan.
Dokter spesialis penyakit dalam dari Rumah Sakit Fatmawati, dr. Farissa Luthfia, Sp. P. D., mengatakan, makanan berlemak yang berlebihan bisa menjadi salah satu penyebab seseorang mengalami penambahan berat badan hingga terjadinya obesitas, yang dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular. Obesitas juga dapat menyebabkan terjadinya penyakit kanker, seperti kanker payudara dan kanker prostat. “Obesitas ini tidak terjadi secara langsung dalam satu waktu. Misalnya, hari ini banyak konsumsi makanan berlemak dan besoknya secara tiba-tiba mengalami obesitas. Bukan seperti itu,” kata Farissa saat ditemui Mediakom pada 21 Maret 2024.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), obesitas adalah penumpukan lemak yang berlebihan akibat ketidakseimbangan asupan energi dengan energi yang digunakan dalam waktu lama. Artinya, pola makan yang buruk dan kurang melakukan aktivitas fisik dalam jangka waktu yang panjang bisa menyebabkan terjadinya obesitas. Untuk itu, obesitas tidak boleh dianggap sebagai suatu kondisi kegemukan saja, tetapi ada bahaya yang mengintai di belakangnya, mengingat begitu banyak penyakit tidak menular yang dapat dicetuskan oleh obesitas.
Farissa menyatakan bahwa beberapa menu makanan yang tersaji dalam momen Lebaran banyak mengandung lemak jenuh yang dapat menghasilkan kolesterol jahat (LDL). “Makanan berlemak saat Lebaran itu, baik yang bersantan maupun dari kue kering, terutama mengandung banyak lemak jenuh, yang kita kenal dengan LDL atau lemak yang nantinya bisa menyebabkan penyakit-penyakit yang berkenaan dengan sumbatan pembuluh darah”, ujarnya.
Menurut Farissa, tubuh yang sudah terlanjur menerima banyak asupan lemak jahat dan tidak segera ditangani akan menimbulkan penumpukan plak di pembuluh darah yang dapat menyebabkan terjadinya aterosklerosis atau penyempitan pembuluh darah. Hal ini dapat memicu sumbatan dan bisa berpotensi menimbulkan penyakit seperti stroke hingga jantung koroner.
“Pembuluh darah manusia memiliki dinding-dinding sel. Kalau terjadi penumpukan plak, maka aliran darahnya menjadi tersumbat atau terganggu. Darah akan susah masuk sehingga meningkatkan debitnya supaya bisa lewat atau yang disebut dengan hipertensi. Kalau aliran darah tidak bisa lewat, oksigen juga akan berkurang ke jantung, sehingga akan timbul penyakit jantung. Kalau ke otak akan jadi penyakit stroke,” ujar Farissa.
Selain itu, penumpukan plak pada pembuluh darah juga bisa menyebabkan terjadinya gagal ginjal. Hal ini terjadi karena sumbatan pembuluh darah membuat oksigenasi ke ginjal lama-lama berkurang. Menurut Farissa, pembuluh darah adalah saluran yang membawa darah ke seluruh tubuh, sehingga semua organ tubuh bisa saja terkena aterosklerosis akibat konsumsi makanan berlemak yang berlebih. Tetapi, secara umum biasanya akan didahului dengan kemunculan penyakit-penyakit aterosklerosis tadi, yakni hipertensi, stroke, dan jantung koroner.
Farissa menyarankan agar orang menghindari konsumsi makanan yang mengandung lemak trans, yang banyak ditemukan pada makanan olahan seperti camilan dalam kemasan. Makanan ringan yang disajikan dalam bentuk kepingan kecil-kecil, seperti keripik singkong atau kentang olahan, membuat konsumsinya akan lebih banyak tetapi orang tidak merasa kenyang sehingga akan terus memakannya. “Lemak trans, lemak yang lebih jahat lagi, sehingga sebisa mungkin tidak dikonsumsi. Meskipun rata-rata bisa dibilang lemak jenuh dan trans itu mirip, tetapi lemak trans secara spesifik lebih berbahaya,” ujarnya.
Farissa juga mengimbau agar masyarakat lebih peduli terhadap anjuran konsumsi lemak seperti yang sering digaungkan oleh Kementerian Kesehatan RI, yaitu sebanyak lima sendok makan atau setara 67 gram per orang per hari atau 20-25 persen dari kebutuhan energi. “Kita tetap punya kebutuhan lemak sebetulnya. Dalam sehari kita konsumsi lemak 20 sampai 25 persen tapi yang boleh lemak jenuh hanya 10 persen. Sisanya kita harus dapatkan dari sumber lemak tidak jenuh atau lemak baik,” ujarnya.
Farissa menjelaskan bahwa anak usia dua tahun ke bawah boleh bebas mengonsumsi lemak karena dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Namun, setelah usia dua tahun konsumsi lemak hariannya sudah mulai dibatasi.
Di tengah perayaan Lebaran kita harus tetap mengingat batas-batasan, termasuk dalam mengonsumsi makanan berlemak supaya tubuh tetap sehat. Menurut Farissa, ketika Lebaran seharusnya orang mempertahankan pola makan yang sudah baik dan sehat yang terbentuk selama sebulan berpuasa di bulan Ramadan. “Salah satu konsep kita berpuasa adalah menjaga supaya kita tetap sehat. Jangan sampai saat Lebaran, kita jadi kalap sehingga membuat kita menjadi tidak sehat atau malah jatuh sakit.”
Penulis: Redaksi Mediakom