Petroleum jelly adalah campuran minyak mineral dan lilin yang membentuk zat semipadat seperti jeli. Telah digunakan selama satu setengah abad untuk perawatan kulit.
Petroleum jelly adalah agen topikal dengan berbagai kegunaan dalam dermatologi. Terlepas dari popularitasnya, banyak mitos tentang bahan pokok perawatan kulit yang dapat ditemukan di mana-mana ini. Bagaimana sejarah petroleum jelly yang sederhana ini?
Setiap menderita luka gores dan luka bakar ringan pada kulit, atau sekadar ingin melembapkan wajah, tangan, dan bagian tubuh lainnya, kemungkinan besar Anda akan menggunakan petroleum jelly. Ya, orang-orang di sekitar Anda atau orang tua di rumah mungkin menyebutnya dengan nama mereknya. Namun, jika melihat bahan pembuatannya, Anda akan menyadari keberadaan petroleum jelly.
Morales-Burgos dkk. dalam publikasi penelitiannya di Journal of Drugs and Dermatology pada 2013, menyebutkan petroleum jelly telah digunakan selama satu setengah abad untuk perawatan kulit, baik untuk membantu melembapkan kulit atau menyembuhkan luka pada kulit. Disebut juga petrolatum, petroleum jelly adalah campuran minyak mineral dan lilin yang membentuk zat semipadat seperti jeli.
Dari Perburuan Paus Sperma hingga Penyulingan Minyak Bumi
Sejak ahli kimia Amerika Robert Augustus Chesebrough menemukannya pada abad ke-19, produk ini tidak banyak berubah. Sebagai seorang ahli kimia Amerika kelahiran Inggris, Chesebrough bisa dikatakan mengawali penemuannya secara kebetulan. Pada awalnya, pekerjaannya sebagai ahli kimia adalah menyuling minyak tanah dari minyak paus sperma.
Pada era sebelum itu, perburuan paus pertama kali secara terorganisasi dilakukan di Southampton, Long Island, pada Maret 1644. Pada 1672, pendatang dan penduduk asli Amerika bekerja sama dalam organisasi yang berkembang menjadi operasi penangkapan paus sperma di pantai. Penurunan jumlah paus di lepas pantai Cape Cod dan Nantucket pada 1720-an membuat para pemburu mengejar paus ke perairan yang lebih dalam.
Pemburu akan mengeluarkan lemak dari paus dalam proses uji coba. Lemaknya kemudian direbus dalam tong besar (try-pot) untuk menghasilkan minyak. Balin (tulang saring) paus juga dibuang dan bangkainya dibiarkan membusuk begitu saja.
Industri minyak komersial semakin penting dengan perburuan paus sperma secara sistematis. Minyak paus sperma menjadi unggul karena menyala dengan bersih dan terang dan spermaceti yang terdapat di kepalanya menghasilkan lilin berkualitas. Pada saat itu, sumber cahaya dan pelumas sangat penting karena kurangnya listrik dan perawatan mesin-mesin manufaktur dalam revolusi industri sedang berlangsung.
Perburuan paus di Amerika terhenti sementara selama Revolusi Amerika. Periode singkat atau pertumbuhan kembali terjadi antara Revolusi Amerika dan perang pada 1812 karena lilin spermaceti dan minyak paus sperma untuk penggunaan mercusuar banyak diminati di AS dan Eropa.
Namun masa perburuan paus sperma di Amerika itu mencapai puncaknya pada 1850-an, yang segera usai dengan ditemukannya minyak bumi di Titusville pada 1859, sebuah lokasi pengeboran minyak di Pennsylvania—menjadi harapan positif pula bagi keberadaan paus sperma yang terancam punah.
Pada saat itulah, Robert Chesebrough memutuskan pergi ke Titusville untuk meneliti minyak bumi. Saat berjalan-jalan di sekitar ladang minyak, Chesebrough menemukan sesuatu yang disebut rod wax, berupa gel ‘lilin’ hitam seperti parafin. Sebagai produk sampingan dari pengeboran minyak, zat seperti jeli itu sering dibersihkan dari rig pengeboran karena membuat rig tidak berfungsi. Para pekerja mengatakan kepada Chesebrough rod wax sangat mengganggu, tetapi ketika ada pekerja yang menderita luka atau luka bakar, mereka mengoleskan lilin itu pada area yang terluka. Tak hanya mengurangi rasa sakit, lilin itu membuat luka cepat sembuh.
Penyempurnaan Proses dan Pemasaran Petroleum Jelly yang Berani
Berangkat dari kisah di rig pengeboran minyak, Chesebrough kembali ke laboratorium kimianya di Brooklyn dengan membawa beberapa tong rod wax. Ia menghabiskan waktu bertahun-tahun menyempurnakan teknik ekstraksi gel itu sehingga menjadi tidak berwarna dan tidak berbau. Setelah penelitiannya selesai, ia berhasil menyempurnakan lilin hitam yang tebal menjadi gel yang lebih tipis dan terang. Ia juga menguji keampuhan gel itu pada kulitnya sendiri.
Terkesan dengan manfaatnya yang nyata dan merasa penyempurnaannya lebih bersih, Chesebrough memperkenalkan ‘Wonder Jelly’ itu kepada publik sebagai petroleum jelly. Pada 1865, Chesebrough mematenkan metode pemurniannya. Hal ini menandai dimulainya proses pemurnian petroleum jelly dengan tiga kali penyulingan, yang tetap menjadi acuan hingga saat ini.
Produksi komersial petroleum jelly dimulai di sebuah pabrik yang ia dirikan di Brooklyn pada 1870. Meskipun yakin akan keampuhannya, Chesebrough tetap tidak bisa menjualnya ke toko obat. Chesebrough lalu mendistribusikan sendiri petroleum jelly murni itu. Ia bahkan mempromosikannya dengan berkeliling ke seluruh negara bagian menggunakan kereta kuda.
Seperti ditulis J. Mark Powell, Chesebrough menjajakan produknya dengan semangat seorang penginjil. Ia mendemonstrasikan keefektifan Vaseline sebagai obat untuk kulit. Ia meletakkan tangannya di atas api terbuka, kemudian sambil memuji khasiatnya dan berusaha untuk tidak pingsan, ia akan mengoleskan Vaseline. Agaknya, luka-luka itu akan sembuh pada roadshow Chesebrough berikutnya. Ia kemudian menunjukkan luka-luka di masa lalunya, yang katanya disembuhkan dengan produk “ajaib” miliknya.
Ia juga menuturkan, berbeda dengan kebanyakan orang yang hanya minum obat penghilang rasa sakit dan menunggu hingga sakitnya hilang, selama Chesebrough menderita radang selaput paru-paru, ia juga meminta perawatnya menyelimuti dan membalur tubuhnya, dari kepala hingga kaki, dengan petroleum jelly. Ia pun segera pulih. Ia juga membagikan sampel gratis untuk meningkatkan permintaan.
Pada Juni 1872, Chesebrough menerima hak paten Amerika Serikat 127568A, untuk “Peningkatan produk dari minyak bumi”. Dalam paten ini, dia juga menyebutkan telah “menemukan produk baru dan berguna dari petroleum, yang saya beri nama Vaseline”. Dua tahun kemudian, hampir 1.400 stoples Vaseline terjual setiap harinya.
Selanjutnya, keyakinan Chesebrough terhadap petroleum jelly begitu kuat sehingga ia disebut benar-benar memakan sesendok setiap hari sampai kematiannya pada usia 96 tahun seperti dikisahkan dalam Ripley’s Believe It or Not! Tentu saja hal ini harus dibuktikan lebih lanjut melalui penelitian, apakah petroleum jelly aman dikonsumsi dan berpengaruh pada kesehatan tubuh dan kulit.
Hingga kini, banyak penelitian akan kegunaan dan manfaat petroleum jelly dalam dermatologi. Namun, menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA), beberapa jenis petroleum jelly mengandung bahan karsinogenik sehingga Anda disarankan menggunakan yang telah disuling tiga kali untuk menghindari kontaminan beracun pada kulit.
Penulis: Tim Redaksi Mediakom