Selain menolong persalinan, bidan juga bisa memberikan pelayanan kesehatan lain kepada masyarakat sesuai aturan pemerintah. Saat ini kebutuhan minimal bidan sudah terpenuhi.
Salah satu tantangan Indonesia dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat adalah belum meratanya sebaran tenaga kesehatan. Di antara kelompok tenaga kesehatan yang diharapkan dapat segera didistribusi ke seluruh daerah adalah bidan. Peran bidan yang menjadi garda terdepan dalam persalinan ibu dan bayi sangat diharapkan dalam menurunkan angka kematian ibu dan bayi di Indonesia.
“Dari 10.172 pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) yang telah lengkap dengan tenaga bidan mencapai 99,56 persen, namun masih terdapat 45 puskesmas atau sekitar 0,4 persen yang belum dilengkapi tenaga bidan sehingga diperlukan 45 bidan untuk mengisi kekosongan di puskesmas,” kata Direktur Perencanaan Tenaga Kesehatan Kementerian Kesehatan, Laode Musafin M, S. K. M., M. Kes., kepada Mediakom, Kamis, 30 Mei 2024.
Menurut Laode, berdasarkan data Sistem Informasi Sumber Daya Manusia Kesehatan (SISDMK) per 30 Mei 2024, total tenaga bidan di fasilitas kesehatan milik pemerintah (puskesmas dan rumah sakit) sebanyak 257.391 orang. Mereka tersebar ke fasilitas kesehatan tingkat satu dan rumah sakit. Sebanyak 207.508 bidan bertugas di puskesmas dan 49.883 bidan bekerja di rumah sakit milik pemerintah.
Laode menambahkan, tugas utama bidan memang memberikan pelayanan di fasilitas kesehatan tingkat pertama sehingga sekitar 86 persen bidan ditempatkan di puskesmas. Adapun di rumah sakit bidan berperan sebagai penunjang dokter spesialis kandungan dan kebidanan sehingga jumlahnya relatif lebih sedikit.
Jumlah bidan yang ditempatkan di puskesmas diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 Tahun 2019 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat. Untuk puskesmas non-rawat inap di daerah perkotaan jumlah tenaga bidan yang diperlukan sebanyak empat orang, sementara untuk puskesmas di perdesaan non-rawat inap diperlukan empat bidan dan tujuh bidan di puskesmas rawat inap. Hal yang sama juga berlaku untuk puskesmas yang berada di daerah terpencil dan sangat terpencil.
Menurut Laode, menurut standar ketenagaan minimal, minimal ada empat bidan di puskesmas non-rawat inap dan tujuh bidan di puskesmas rawat inap, sehingga sekitar 86,5 persen puskesmas di seluruh Indonesia telah memenuhi standar ketenagaan minimal. Namun demikian, mulai tahun 2023, Kementerian Kesehatan telah membuat perhitungan strategis mengenai kebutuhan bidan. Penghitungan dilakukan dengan melihat dari jumlah persalinan yang terjadi selama satu tahun di tingkat kabupaten/kota sehingga dapat diketahui rencana kebutuhan tenaga bidan untuk sepuluh tahun mendatang atau pada tahun 2032 mencapai lebih dari 500 ribu bidan.
“Jika melihat kebutuhan, maka angkanya sebanyak 558.005 bidan. Secara nasional baru ada 257.391. Memang masih ada kesenjangan antara kebutuhan dengan fakta yang ada saat ini,” tutur Laode, yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Balai Besar Pelatihan Kesehatan Jakarta.
Untuk mengejar kekurangan tenaga bidan Kementerian Kesehatan melakukan sejumlah upaya, di antaranya dengan membuka formasi bagi bidan lewat tes calon aparatur sipil negara. Selain itu, juga ada penugasan khusus bagi bidan lewat program Nusantara Sehat yang bertujuan untuk mendistribusikan sembilan jenis tenaga kesehatan prioritas di puskesmas secara merata di seluruh wilayah Indonesia, khususnya daerah yang paling membutuhkan. Jalur lainnya adalah pengangkatan pegawai dengan cara lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. “Kita masih butuh banyak tenaga bidan sesuai dengan hitungan strategis. Kita masih kurang,” ujar Laode.
Selain menolong persalinan, kata Laode, bidan juga bisa memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, seperti yang masih terjadi di sejumlah daerah. Hal ini, menurut dia, merupakan hal yang lazim dilakukan di negara lain yang dikenal dengan istilah task shifting atau pendelegasian wewenang dari tenaga medis kepada tenaga kesehatan untuk melakukan pelayanan kesehatan.
Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, tugas bidan di luar persalinan di antaranya adalah menerima pelimpahan kewenangan untuk melakukan pelayanan kesehatan yang dilakukan dari tenaga medis kepada tenaga kesehatan, antar-tenaga medis dan antar-tenaga kesehatan. Dalam keadaan tertentu tenaga kesehatan juga dapat memberikan pelayanan di luar kewenangannya, seperti perawat atau bidan dapat memberikan pelayanan kedokteran dan/atau kefarmasian dalam batas tertentu sesuai peraturan yang berlaku, yaitu Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2017 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan.
“Ketika dilakukan delegasi tugas tersebut, ada pelatihannya dulu, ada up skill, dan biasanya diberikan dalam situasi tertentu dan ada batasan tertentu serta ada supervisi oleh yang memberikan kewenangan atau delegasi tadi,” Laode menuturkan.
Laode mengatakan, pemenuhan kebutuhan tenaga bidan di Indonesia memang menjadi tantangan tersendiri karena tingginya kebutuhan. Oleh karena itu, ia berharap dengan adanya rencana kebutuhan strategis bidan dalam 10 tahun ke depan, hal tersebut dapat terpenuhi sehingga ketika jumlah bidan telah tercukupi, distribusi bidan juga dapat mencakup seluruh daerah di Indonesia.
Penulis: Redaksi Mediakom