Darah merupakan materi biologis yang hidup dan belum dapat diproduksi di luar tubuh manusia. Artinya ketersediaan darah di sarana kesehatan sangat ditentukan oleh partisipasi masyarakat dalam mendonorkan darahnya. Serta ketersediaan fasilitas, sarana dan prasarana yang dapat menjamin ketersediaan darah yang cukup, aman dan berkualitas.
Hal tersebut disampaikan Menteri Kesehatan, dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH, dalam sambutannya saat membuka Seminar dan Aksi Donor Darah Sukarela dalam rangka peringatan Hari Donor Darah Sedunia di kantor Kemenkes Jakarta, Rabu, 20 Juni 2012.
Menkes melanjutkan, pelayanan darah sebagai salah satu upaya kesehatan dalam rangka penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan sangat membutuhkan ketersediaan darah atau komponen darah yang cukup, aman, mudah diakses dan terjangkau oleh masyarakat.
UU Kesehatan No 36/2009 dan PP No 7/2011 tentang Pelayanan Darah serta rekomendasi WHO menyatakan bahwa darah transfusi yang aman dan berkualitas berasal dari Donor Sukarela. Hal ini berkaitan mengingat darah juga dapat menjadi media penularan penyakit seperti HIV, Hepatitis B, Hepatitis C dan Sifilis, maka diharapkan darah berasal dari donor resiko rendah. Donor resiko rendah salah satunya berasal dari Donor Sukarela.
Sedangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2011 tentang Pelayanan darah. Pelayanan darah adalah tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah yang pelaksanaanya dilakukan melalui Unit Transfusi Darah (UTD), Bank Darah Rumah Sakit (BDRS) dan jejaringnya yang dapat diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan organisasi sosial yang bergerak dibidang Kepalangmerahan (seperti PMI).
“Kenyataannya saat ini, jumlah persediaan darah masih belum dapat memenuhi kebutuhan”, ujar Menkes.
Data WHO melaporkan bahwa kebutuhan akan darah secara global setiap tahunnya meningkat 1% sementara jumlah darah yang didonasikan menurun sebanyak 1% setiap tahunnya.
Di Indonesia, dari sekitar 4,5 juta kantong yang dibutuhkan pertahun (2% jumlah penduduk Indonesia), jumlah donasi masih sekitar 2,1 juta kantong dan baru sekitar 70% diantaranya yang berasal dari donor sukarela. Bahkan di beberapa daerah dominasi oleh donor pengganti berasal dari donor bayaran, kata Menkes.
“Kondisi ini perlu menjadi perhatian kita bersama mengingat pengambilan darah sejatinya bertujuan untuk kemanusiaan dan dilarang untuk diperjualbelikan”, tegas Menkes.
Menkes menghimbau, dengan kegiatan Aksi Donor Darah Suka Rela kiranya sebagai bidang kesehatan Kemenkes dapat memberikan teladan kepada masyarakat dengan menjadikan donor darah sebagai bagian dari life style para pegawainya. Sehingga pada akhirnya aksi donor darah sukarela tidak hanya dilaksanakan pada acara-acara khusus saja, tetapi menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat untuk secara rutin mendonorkan darahnya menjadi Donor Lestari.
Pada akhir sambutannya Menkes berharap kegiatan tersebut dapat memberikan manfaat bagi seluruh masyarakat.
Kegiatan Aksi Donor Darah Suka Rela merupakan bentuk dukungan nyata pemerintah Indonesia terhadap Resolusi World Health Assembly (WHA) 58.13 tahun 2005 yaitu ditetapkannya ‘Hari Donor Darah Sedunia’ sebagai event tahunan yang diperingati setiap tanggal 14 Juni.
Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya donor darah sukarela dan sebagai bentuk apresiasi dan ucapan terima kasih kepada seluruh pendonor darah atas hadiah live-saving berupa darah yang telah mereka sumbangkan kepada orang-orang yang membutuhkannya.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: (021) 52907416-9, faksimili: (021) 52921669, Pusat Tanggap Respon Cepat (PTRC): <kode lokal> 500-567 dan 081281562620 (sms), atau e-mail [email protected]