Kebutuhan tenaga dokter di Indonesia belum mencukupi. Jika dibandingkan dengan negara ASEAN, rasio jumlah dokter di Indonesia masih jauh tertinggal. Saat ini rasio dokter di Indonesia sebesar 30 per 100.000 penduduk, sedangkan di negara ASEAN lainnya seperti Filipina adalah 58 dan Malaysia 70 per 100.000 penduduk. Hal ini terlihat dari masih adanya Puskesmas dan fasilitas pelayanan kesehatan, khususnya di daerah tertinggal, perbatasan dan kepulauan atau DTPK yang kekurangan tenaga dokter.
Kerjasama yang telah dirintis antara Fakultas Kedokteran Universitas Swadaya Gunung Jati (Unswagati) dengan RSUD Waled dalam pengembangan Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D) diharapkan akan dapat memberikan kontribusi dalam mendukung pemerintah dalam upaya pemenuhan tenaga dokter ini.
Demkian sambutan Wamenkes Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc., Ph.D pada kunjungan kerja ke RSUD Waled, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat (15/1), sekaligus menyaksikan peresmian Gedung P3D kerja sama FK Unswagati dengan RSUD Waled oleh Bupati Cirebon Dedi Supardi. Hadir pada kesempatan tersebut Kadinkes Jawa Barat dr. Alma Lucyati dan Dekan Fakultas Kedokteran Unswagati dr. Affandi, Sp.A. dan Direktur RSUD Waled dr. Suwanta Sinarya.
Wamenkes mengungkapkan, proses pendidikan dan kurikulum yang dikembangkan tidak ada artinya kalau tujuan akhir bagaimana memberikan layanan yang bermutu juga peningkatan tingkat kesehatan masyarakat yang bagus itu tidak tercipta.
“Dengan kerjasama ini kami berharap proses pendidikan kedokteran yang akan menghasilkan dokter-dokter yang kompeten, profesional, bermutu dan berakhlak mulia tercipta di Cirebon ini,” kata Wamenkes.
Menutut Wamenkes, pada tahun 2014, diperkirakan Indonesia membutuhkan sekitar 117.808 dokter untuk mendukung pelaksanaan SJSN bidang kesehatan dalam rangka penyediaan pelayanan kesehatan bagi seluruh masyarakat. Sedangkan, berdasarkan data yang tercatat tahun 2010, jumlah dokter yang tersedia baru sekitar 70.242 sehingga masih dibutuhkan banyak lulusan dokter.
“Untuk memenuhi kebutuhan tersebut diperlukan peningkatan produksi tenaga dokter melalui institusi yang menyelenggarakan program pendidikan kedokteran serta wahana kepaniteraan klinik di RS pendidikan,” kata Wamenkes.
Saat ini terdapat 72 Institusi Pendidikan Kedokteran yang terdiri atas Progam studi dan Fakultas kedokteran. Sementara itu, jumlah rumah sakit yang digunakan sebagai wahana pendidikan dan jejaring pendidikan dokter dan dokter spesialis sebanyak kurang lebih 300 rumah sakit. Namun demikian, dari jumlah tersebut tercatat baru sekitar 40 rumah sakit pendidikan yang sudah ditetapkan sebagai rumah sakit pendidikan berdasarkan SK Menkes nomor 1069 tahun 2008.
RS Pendidikan berfungsi sebagai wahana pendidikan skill, pembentukan etik dan norma, serta pengembangan riset bagi profesi dokter dan tenaga kesehatan lainnya. Penetapan peran, fungsi dan status RS Pendidikan ditetapkan setelah lembaga tersebut memenuhi persyaratan standar RS Pendidikan yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan setelah berkoordinasi dengan menteri yang membidangi pendidikan.
Lebih lanjut dinyatakan bahwa tujuan penetapan standar RS pendidikan adalah meningkatnya mutu pelayanan di RS Pendidikan; meningkatnya mutu pendidikan sesuai dengan standar pendidikan profesi kedokteran; serta meningkatnya penelitian dan pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kedokteran di Rumah Sakit Pendidikan.
“Setiap Institusi pendidikan kedokteran harus mempunyai minimal 1 RS Pendidikan Utama dan dimungkinkan memiliki beberapa RS Pendidikan Satelit sebagai jejaring. Hal ini hendaknya menjadi perhatian bagi institusi penyelenggara pendidikan. Oleh karenanya, jajaran RSUD Waled Cirebon bersama FK Unswagati perlu melakukan self assesment untuk mengidentifikasi elemen-elemen yang dibutuhkan rumah sakit agar dapat segera ditetapkan sebagai Rumah Sakit Pendidikan sebagaimana yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 1069/ 2008 tentang Pedoman, Klasifikasi dan Standar Rumah Sakit Pendidikan,” kata Wamenkes.
Wamenkes menegaskan, jika RSUD Waled berniat mendapatkan status sebagai RS pendidikan, perlu persyaratan dan pemenuhan administrasi dan seluruh hal-hal yang diperlukan sebagai RS pendidikan.
“Ini memerlukan komitmen pemerintah daerah, Dinkes dan komitmen seluruh masyarakatnya, paling tidak Cirebon dan umunya Jawa Barat,” kata Wamenkes.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jendral Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: (021) 52907416-9, faksimili: (021)52921669. Pelayanan informasi, dapat menghubungi Halo Kemkes di nomor hotline