Selasa malam (21/5) waktu setempat, Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP dan PL) Kemenkes RI, Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, Sp.P(K), MARS, DTM&H, DTCE, mengikuti sesi khusus tentang H7N9 dalam rangkaian World Health Assembly (WHA) ke-66 di Jenewa, Swiss. Sesi ini diprakarsai oleh World Health Organization (WHO) bersama Kementerian Kesehatan Republik Rakyat China (RRC).
Para pembicara pada sesi khusus yang dihadiri pula oleh para media tersebut, berasal dari empat organisasi dunia yang berkaitan dengan permasalahan H7N9, yaitu Director General World Health Organization (DG WHO), Dr. Margaret Chan; WHO’s Assistant Director-General for Health Security, Dr. Keiji Fukuda; People’s Republic of China’s Minister of National Health and Family Planning Commission (NHFPC), Li Bin; Director General of NHFPC, Dr Liang Wannian; Director General of the World Organization for Animal Health (OIE), Dr. Bernard Vallat; dan perwakilan The Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO).
Keterangan Director General of NHFPC, Dr. Liang Wannian menuturkan hingga 15 Mei 2013 tercatat sebanyak 130 kasus terjadi di China, dengan 36 kasus diantaranya meninggal dunia (CFR 28%). Sejumlah 59 pasien sudah dipulangkan dan 36 pasien lainnya masih mendapatkan perawatan di rumah sakit. Menurut, Dr. Liang Wannian, masa inkubasi virus H7N9 rata-rata adalah 5 hari, dengan gambaran klinis penderita H7N9, diantaranya: gejala flu berat; pemeriksaan laboratorium darah normal atau mungkin juga terdapat leukopenia, penurunan limfosit dan trombosit; sejumlah kasus mengalami pneumonia yang memburuk dalam 1-2 hari; beberapa kasus mengalami hipoksia, multiple organ failure dan berujung kematian.
Pihak Kementerian Kesehatan RRC mencatat, hingga saat ini belum terdapat bukti penularan antar manusia. Sebanyak 69% kasus terdapat dugaan paparan dengan unggas atau pasar yang menjual unggas hidup. Ditambahkan pula, bahwa berdasarkan pemeriksaan di bidang peternakan dan kehutanan, tidak ada burung liar yang terdeteksi virus H7N9. Hal ini melunturkan anggapan bahwa penyebaran virus flu burung dibawa oleh burung liar di China terbang ke berbagai belahan dunia.
Hal ini dikonfirmasi oleh Menteri Kesehatan RRC, Li Bin, menerangkan bahwa semua kasus H7N9 sudah ditangani dengan baik. Di samping itu, untuk menanggulangi permasalahan H7N9, Pemerintah China sudah membuat kebijakan yang menyertakan perhatian dari para pimpinan negara.
Pada kesempatan tersebut, pihak Organization for Animal Health (OIE) dan The Food and Agriculture Organization (FAO) menyatakan kesiapannya untuk bekerjasama dengan WHO.
Di samping itu, DG WHO, Dr. Margaret Chan, menyatakan apresiasi kepada Pemerintah China atas program penanggulangan H7N9 yang dinilai extraordinary. Margaret Chan menambahkan bahwa virus H7N9 berbeda dengan jenis flu burung lainnya, karena dampaknya relatif ringan pada hewan, namun pada manusia dampaknya bisa lebih berbahaya.
Menanggapi pertanyaan media mengenai kemunculan 2 virus baru dalam waktu yang hampir bersamaan, yaitu H7N9 dan novel corona virus (NCoV), WHO’s Assistant Director-General for Health Security, Dr. Keiji Fukuda menegaskan bahwa hal itu tidak berhubungan antara satu dengan yang lainnya, meskipun Dr. Keiji Fukuda membenarkan bahwa situasi sekarang mirip dengan kondisi pada tahun 2003 dimana saat tersebut virus SARS dan H5N1 muncul pada waktu yang juga hampir bersamaan. Sebagai penutup, meskipun saat ini kemunculan kasus baru mulai berkurang, WHO menegaskan upaya penanggulangan flu burung tetap harus dilaksanakan, karena perkembangan H7N9 ke depan masih “belum diketahui” dan “belum dapat diprediksi” (unknown and unpredictable).
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline <kode lokal> 500-567; SMS 081281562620, faksimili: (021) 52921669, website www.depkes.go.id dan alamat e-mail [email protected].