Palu kecil medis untuk mengecek refleks saraf sudah berkembang sejak pertengahan abad ke-19. Diilhami kebiasaan petani anggur mengecek kadar anggur di tong anggur.
Salah satu tema kartun atau anekdot kedokteran populer adalah yang menggambarkan seorang dokter yang mengetuk lutut pasien dengan sebuah palu kecil dan kaki pasien bergerak refleks menendang sang dokter. Ada banyak variasi cerita dari kartun ini, tetapi intinya tetap berfokus pada palu tersebut.
Palu itu bernama palu refleks. Palu itu sebenarnya digunakan ahli saraf untuk memeriksa refleks spontan, gerakan menendang kaki bagian bawah secara tiba-tiba sebagai respons terhadap ketukan pada tendon patela, yang terletak tepat di bawah tempurung lutut.
Salah satu posisi untuk melakukannya adalah dengan mendudukkan pasien dengan lutut ditekuk dan satu kaki disilangkan di atas kaki lainnya sehingga kaki bagian atas menggantung bebas dari lantai. Ketukan tajam pada tendon akan sedikit meregangkan paha depan. Akibatnya, otot-otot ini berkontraksi dan kontraksi tersebut cenderung meluruskan kaki dalam gerakan menendang. Reaksi yang berlebihan atau tidak adanya reaksi menandakan kemungkinan adanya kerusakan pada sistem saraf pusat.
Palu kecil yang sangat berguna ini mulai dikembangkan sejak pertengahan abad ke-19. Douglas J. Lanska dalam artikel “The History of Reflex Hammers” di jurnal Neurology edisi November 1989, mencatat bahwa teknik mengetuk dalam dunia kedokteran ini sebenarnya diilhami oleh kebiasaan petani anggur Eropa mengetuk-ngetuk tong anggur untuk mengetahui kadar anggurnya.
Leopold von Auenbrugger, seorang dokter di Wina, Austria, pertama kali menggambarkan penggunaan ketukan jari sebagai bantuan diagnosis medis pada 1761. Dalam monografinya, Penemuan Baru untuk Mendeteksi Penyakit Tersembunyi Jauh di Dalam Dada, Auenbrugger menulis bahwa dengan mengetukkan jari langsung pada dada, punggung, dan perut, serta mendengarkan suara yang dihasilkan, kondisi organ di bawahnya dapat ditentukan.
Pada 1826, Pierre Adolphe Piorry, dokter Prancis, memperkenalkan pleksimeter, sebuah resonator berbentuk piringan kecil dari gading, logam, kayu cedar, atau karet yang diletakkan di dada dan diketuk dengan jari. Tak lama kemudian, Sir David Barry, dokter Skotlandia, membuat palu kecil untuk memukul pleksimeter. Sayangnya, Piorry menganggap palu Barry sebagai penemuan yang berlebihan dan tidak digunakan secara luas. Yang jelas, sejak itu banyak orang mengembangkan palu refleks ini dengan berbagai bentuk dan bahan.
Menurut Lanska, hampir bersamaan dengan perkembangan palu pengetuk, konsep gerakan refleks dikembangkan oleh para dokter seperti Robert Whytt, John Augustus Unzer, dan G. Prochaska. Pada 1830, Marshall Hall, ahli fisiologi Inggris, memperluas cakupan refleks ini dengan memasukkan gerakan berkedip, menelan, bersin, muntah, dan refleks yang dimediasi oleh sistem saraf otonom. Bahkan, Hall pula yang memperkenalkan istilah refleks, dari bahasa Latin reflexus yang artinya pantulan, karena ia menganggap otot memantulkan rangsangan seperti halnya dinding memantulkan bola yang dilemparkan ke arahnya.
Empat puluh tahun kemudian, pada 1875, Heinrich Erb, ahli saraf Jerman, dan Carl Westphal, psikiater Jerman, pertama kali melaporkan kegunaan diagnosis patela atau refleks spontan. Menurut Lanska, Erb adalah ahli saraf terkemuka pada zamannya dan ahli saraf pertama yang menekankan pemeriksaan sistem saraf secara rinci dan sistematis. Erb juga salah satu orang pertama yang mengenali kegunaan klinis refleks regangan otot dan ahli saraf pertama yang menggunakan palu refleks untuk diagnosis.
Setelah Erb menyerahkan makalahnya tentang sentakan lutut ke jurnal Archives of Psychiatry and Nervous Diseases Jerman, ia menemukan editor jurnal itu, Carl Westphal, juga sedang menyiapkan makalah serupa dan keduanya setuju mempublikasikannya secara bersamaan. Saat menyelidiki fenomena sentakan lutut ini, Westphal pada dasarnya mengidentifikasi ciri-ciri yang sama dengan Erb tetapi, bila Erb menganggap sentakan lutut sebagai gerakan refleks, Westphal salah mengira sentakan tersebut diakibatkan oleh eksitasi langsung pada otot paha depan.
Dalam beberapa dekade berikutnya, mengetuk tendon dengan palu refleks menjadi teknik yang disukai para ahli saraf. Beberapa di antara mereka bahkan mempromosikan model palu tertentu. Sejak itu berkembang beberapa jenis palu refleks yang dari tahun ke tahun disempurnakan hingga menjadi seperti yang kita kenal sekarang.
Salah satu yang populer di Amerika Serikat adalah palu Taylor. Palu ini diciptakan John Madison Taylor, dokter lulusan University of Pennsylvania, Amerika yang berpraktik di bidang pediatri, neurologi, dan kedokteran fisik di Philadelphia. Dia adalah asisten pribadi Silas Weir Mitchell, dokter yang dijuluki sebagai bapak neurologi kedokteran, di Rumah Sakit Ortopedi Philadelphia. Menurut Lanska, di rumah sakit inilah Taylor menciptakan palu refleks pertamanya pada 1888 yang mirip kapak suku Indian yang kepalanya terbalik. Kepalanya berbentuk segitiga yang terbuat dari karet dan pegangannya terbuat dari metal ceper.
Palu Taylor lebih ringan dibandingkan palu-palu bikinan Eropa pada masa itu. Silas Weir Mitchell mempopulerkan palu ini. Lanska mencatat, C. K. Mills, pionir neurologi dan pendiri departemen neurologi pertama di rumah sakit umum Amerika, menilainya sebagai “palu terbaik untuk mengetuk ligamen patela yang banyak disalahgunakan”. Taylor memamerkan palu barunya pada pertemuan Philadelphia Neurological Society, Februari 1888. Hingga kini palu Taylor masih populer di Amerika dan Eropa.
Penulis: Redaksi Mediakom