Masalah nyeri punggung bawah tidak bisa diabaikan. WHO merekomendasikan langkah intervensi negara untuk mengatasinya.
Sepintas nyeri punggung bawah kronis bukan penyakit yang membutuhkan penanganan serius. Ternyata, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), penyakit itu adalah penyebab utama kecacatan secara global. Oleh sebab itu, pada 7 Desember 2023, WHO mengeluarkan pedoman pertamanya mengenai penanganan nyeri punggung bawah non-bedah di layanan kesehatan primer dan komunitas dengan mencantumkan intervensi yang boleh digunakan dan tidak boleh digunakan oleh petugas kesehatan selama perawatan rutin.
Asisten Direktur Jenderal WHO Klaster Universal Health Coverage Life Course, Bruce Aylward, mengatakan bahwa untuk mencapai cakupan kesehatan universal, masalah nyeri punggung bawah tidak bisa diabaikan karena inilah penyebab utama kecacatan secara global. “Negara-negara dapat mengatasi tantangan yang sering terjadi namun sering diabaikan ini dengan melakukan intervensi-intervensi penting yang dapat dicapai, sembari memperkuat pendekatan mereka terhadap layanan kesehatan primer,” katanya dalam rilis WHO.
Panduan WHO ini mendefinisikan nyeri punggung bawah sebagai nyeri yang menetap atau berulang selama lebih dari tiga bulan yang diderita pasien dan berhubungan dengan gejala yang tidak dapat dijelaskan dengan lebih baik oleh diagnosis lain, seperti lesi struktural atau proses penyakit. Namun, panduan ini tidak menerapkan kriteria yang terkait dengan pengalaman tekanan emosional atau disabilitas fungsional pasien.
Menurut WHO, sekitar 619 juta orang mengalami nyeri punggung bawah pada tahun 2020, naik 60 persen dari tahun 1990. Kasus ini diperkirakan akan meningkat menjadi sekitar 843 juta pada tahun 2050, dengan pertumbuhan terbesar diperkirakan terjadi di Afrika dan Asia, tempat populasi menjadi lebih besar dan harapan hidup masyarakat lebih lama.
Dalam pedoman tersebut, WHO merekomendasikan intervensi non-bedah untuk membantu orang yang mengalami penyakit ini. Intervensi itu meliputi program pendidikan yang mendukung pengetahuan dan strategi perawatan diri; program latihan; beberapa terapi fisik, seperti terapi manipulatif tulang belakang dan pijat; terapi psikologis, seperti terapi perilaku kognitif; serta obat-obatan, seperti obat anti-inflamasi nonsteroid.
Pedoman tersebut juga menguraikan prinsip-prinsip utama perawatan bagi penderita dewasa yang harus bersifat holistik, berpusat pada manusia, adil, tidak menstigmatisasi, tidak diskriminatif, terintegrasi, dan terkoordinasi. Perawatan harus disesuaikan untuk mengatasi berbagai faktor fisik, psikologis, dan sosial yang dapat mempengaruhi penyakit yang mereka derita. Serangkaian intervensi mungkin diperlukan untuk mengatasi penyakit ini secara holistik dibandingkan intervensi tunggal yang dilakukan secara terpisah.
Pedoman ini menguraikan 14 intervensi yang tidak direkomendasikan bagi kebanyakan orang di sebagian besar konteks. Intervensi semacam ini sebaiknya tidak dilakukan secara rutin karena evaluasi WHO terhadap bukti yang ada menunjukkan bahwa potensi kerugiannya lebih besar daripada manfaatnya. Beberapa contohnya adalah penggunaan penyangga pinggang, ikat pinggang atau penyangga; beberapa terapi fisik, seperti traksi, yaitu menarik bagian tubuh; serta beberapa obat, seperti obat pereda nyeri opioid yang dapat menyebabkan overdosis dan ketergantungan.
Menurut WHO, nyeri punggung bawah adalah suatu kondisi umum yang dialami oleh kebanyakan orang pada suatu saat dalam hidup mereka. Namun, pedoman penatalaksanaan klinis sebagian besar dikembangkan di negara-negara berpendapatan tinggi. Bagi orang yang mengalami nyeri berkepanjangan, kemampuan mereka untuk berpartisipasi dalam aktivitas keluarga, sosial, dan pekerjaan sering kali berkurang, yang dapat berdampak negatif terhadap kesehatan mental mereka dan menimbulkan kerugian besar bagi keluarga, komunitas, dan sistem kesehatan.
Negara-negara mungkin perlu memperkuat dan mengubah sistem dan layanan kesehatan mereka agar intervensi yang direkomendasikan tersedia, dapat diakses dan diterima melalui cakupan kesehatan universal, sambil menghentikan pemberian intervensi tertentu secara rutin. Keberhasilan penerapan pedoman ini akan bergantung pada penyampaian pesan kesehatan masyarakat seputar perawatan yang tepat untuk nyeri punggung bawah kronis, peningkatan kapasitas tenaga kerja untuk perawatan penyakit ini, serta penyesuaian standar perawatan dan penguatan layanan kesehatan primer, termasuk sistem rujukan.
Direktur WHO untuk Kesehatan Ibu, Bayi Baru Lahir, Anak, Remaja, dan Penuaan, Anshu Banerjee mengatakan bahwa penanganan penyakit ini memerlukan pendekatan terpadu dan berpusat pada individu. Ini berarti mempertimbangkan situasi unik setiap orang dan faktor-faktor yang mungkin memengaruhi pengalaman nyeri mereka. “Kami menggunakan pedoman ini sebagai alat untuk mendukung pendekatan holistik terhadap perawatan nyeri pinggang kronis dan untuk meningkatkan kualitas, keamanan, dan ketersediaan layanan,” kata dia.
Nyeri punggung bawah kronis mempengaruhi kualitas hidup dan berhubungan dengan penyakit penyerta dan risiko kematian yang lebih tinggi. Individu yang mengalaminya, khususnya orang lanjut usia, lebih besar kemungkinannya untuk mengalami kemiskinan, keluar dari dunia kerja sebelum waktunya, dan mengumpulkan lebih sedikit harta untuk masa pensiun.
Pada saat yang sama, orang lanjut usia lebih mungkin mengalami dampak buruk dari intervensi sehingga memperkuat alasan pentingnya menyesuaikan perawatan dengan kebutuhan setiap orang. Mengatasi nyeri punggung bawah kronis pada populasi lanjut usia dapat memfasilitasi penuaan yang sehat sehingga mereka memiliki kemampuan fungsional untuk menjaga kesejahteraan mereka sendiri.
Penulis: Redaksi Mediakom