Jumlah kasus demam berdarah dengue kembali meningkat di Indonesia. Diduga berhubungan dengan perubahan iklim.
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. DBD kini kembali merebak di berbagai wilayah di Indonesia. Pada 2 April 2024, hasil pantauan Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan menunjukkan kenaikan kasus DBD yang diprediksikan akan terus berlanjut hingga musim pancaroba.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan, Dr. dr. Maxi Rein Rondonuwu, menilai kenaikan kasus DBD dalam beberapa waktu belakangan ini belum mencapai titik maksimal. “Hasil pantauan kami, terus meningkat, tapi belum sampai titik maksimal. Tampaknya, potensi kenaikan masih akan terjadi, mungkin sampai musim pancaroba mendatang,” kata Maxi.
Pada 26 Maret 2024 kasus DBD di Indonesia dilaporkan mencapai 53.131 kasus. Sementara itu, kasus kematian akibat DBD dilaporkan mencapai 404 orang. Kasus DBD kembali mengalami peningkatan pada pekan berikutnya sebanyak 60.296 kasus dengan angka kematian sebanyak 455 kasus.
Adapun kabupaten/kota dengan kasus demam berdarah tertinggi tahun ini di antaranya Kabupaten Tangerang dengan 2.540 kasus, Kota Bandung 1.741 kasus, Kabupaten Bandung Barat 1.422 kasus, Kabupaten Lebak 1.326 kasus, Kota Depok 1.252 kasus, Kota Kendari 1.195 kasus, Kota Bogor 939 kasus, dan Kabupaten Subang 909 kasus. Adapun kabupaten/kota dengan kematian DBD tertinggi yang tercatat dari 2 April hingga 8 April 2024 di antaranya adalah Kabupaten Bandung, yang sebelumnya 14 kematian meningkat menjadi 25 kematian; Kabupaten Jepara, dari 17 kematian menjadi 21 kematian; Kabupaten Subang, dari 15 kematian menjadi 18 kematian; Kabupaten Kendal, dari 13 kematian menjadi 16 kematian; dan Kabupaten Bogor, dari 12 kematian menjadi 13 kematian.
Maxi menyatakan, meskipun kasus DBD mengalami kenaikan, tingkat keterisian tempat tidur atau bed occupancy rate (BOR) rumah sakit masih berada pada ambang batas aman. “Untuk kondisi sekarang BOR masih aman. Masih ada bed yang kosong. Ruang ICU juga masih tersedia,” ujarnya.
Meningkatnya kasus DBD diakibatkan karena adanya perubahan iklim. Salah satu upaya Kementerian Kesehatan untuk kembali menurunkan kasus DBD adalah meningkatkan diagnosis dan distribusi alat, deteksi, dan tes cepat ke fasilitas kesehatan dasar. DBD memiliki konsekuensi yang parah apabila penanganannya terlambat dilakukan.
Gejala DBD perlu diwaspadai karena sekitar 50 persen kasus tidak bergejala. Itulah sebabnya perlu suatu sistem yang dapat mendeteksi penyakit DBD, baik yang ditularkan melalui binatang atau disebabkan karena lingkungan, termasuk yang terkena dampak perubahan iklim.
Meskipun DBD dapat disembuhkan, masyarakat tetap perlu waspada terhadap kemungkinan komplikasi terjadinya syok atau dengue shock syndrom (DSS) yang bisa berujung kematian. Tanda-tanda DSS di antaranya adalah muntah terus-menerus, nyeri perut hebat; kaki dan tangan (akral) pucat, dingin dan lembab; nadi melemah; lesu atau gelisah; perdarahan; dan jumlah urin menurun.
Jika mengalami gejala demam lebih dari tiga hari disertai mual, muntah, nyeri otot, nyeri di belakang telinga, dan sakit kepala, segera periksakan diri Anda ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat dan lakukan pemeriksaan darah. DBD dapat disembuhkan bila segera ditangani dengan cepat dan tepat.
Maxi meminta masyarakat untuk tidak terlalu panik terhadap kenaikan kasus DBD. Menurutnya, hal yang terpenting adalah tetap menjaga kebersihan diri dan lingkungan agar kasus DBD dapat segera terkendali dan mengalami penurunan. Dia juga mengimbau masyarakat untuk melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) 3M Plus secara berkala dan menyeluruh, terutama saat musim hujan seperti sekarang.
“Mulai sekarang, cek kebersihan di rumah maupun lingkungan sekitar. Jangan sampai ada barang-barang yang berpotensi menimbulkan genangan air. Kalau dibiarkan, nanti bisa jadi tempat berkembang biak nyamuk dengue. Bila menemukannya, sebaiknya segera dikuras, dikeringkan, atau ditutup dan bahkan bila perlu didaur ulang,” kata Maxi.
Penulis: Tim Redaksi Mediakom