Sejak tahun 2005, kecamatan Sejangkung, kabupaten Sambas telah menjadi kecamatan rawan gizi. Kasus gizi buruk ditemukan hampir pada semua desa, paling parah di Desa Piantus. Kondisi tersebut mengugah, Menkokesra saat itu, Dr Alwi Sihab. Di mana ia langsung melakukan kunjungan kerja ke Piantus.
Pengaruh positif dirasakan pasca kunker, warga Desa Piantus dan 12 desa lain di Sejangkung, menerima bantuan bergulir. Jenisnya beragam, seperti bahan makanan, maupun pelatihan peningkatan ekonomi keluarga dan masyarakat. Pelatihan menerapkan berbagai konsep dan metode upaya peningkatan status gizi balita.
Namun sayang bantuan tersebut hanya bersifat sementara, sehingga prevalensi balita kurang energi protein (KEP) di Sejangkung masih tertinggi, yaitu 38,38% (tahun 2010), dibandingkan kecamatan lain di Sambas.
Berbagai upaya dilakukan pemerintah Sambas melalui dinas kesehatan dan puskesmas Sejangkung dengan penyuluhan kepada keluarga dan masyarakat. Kemudian distribusi pemberian makanan tambahan bagi balita gizi kurang dan balita gizi buruk. Selanjutnya diintensifkan pemantauan pertumbuhan balita melalui posyandu. Sarana posyandu dilengkapi dacin dan alat ukur tinggi badan untuk memantau perkembangan gizi balita melalui Kartu Menuju Sehat (KMS). Selanjutnya, jika masih terdapat kasus gizi buruk maka dirujuk ke rumah sakit daerah di ibu kota kabupaten.
Namun upaya tersebut belum dapat menurunkan jumlah kasus balita gizi buruk. Buktinya masih ditemukan 22 kasus gizi buruk pada 2011 dan satu diantaranya meninggal dunia. Hal itu disebabkan kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi bagi kesehatan. Bahkan beberapa keluarga menolak anak dirawat di rumah sakit karena alasan ekonomi.
Banyaknya penolakan orangtua tersebut, sehingga puskesmas Sejangkung berinisiatif melakukan perawatan balita gizi buruk secara rawat jalan. Inisiatif tersebut dilaksanakan 1 September 2011 dengan dibentuknya Pondok Pemulihan Gizi (PPG).
PPG melibatkan tenaga dokter, ahli gizi, bidan, dan perawat sebagai tim asuhan gizi. Operasional PPG menggunakan dana bantuan operasional kesehatan (BOK) untuk pembelian bahan makanan tambahan. Dibentuknya PPG memang dapat menurunkan jumlah kasus balita gizi buruk dari 22 kasus tahun 2011 menjadi 11 kasus pada tahun 2012.
Kasus gizi buruk dapat dicegah dengan memotong mata rantai dengan melakukan pemulihan pada balita status gizi kurang. Upaya tersebut dapat dilakukan oleh keluarga dan masyarakat secara mandiri melalui Pos Gizi Balita (Pos Gita). Pos Gita merupakan kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam mencegah terjadinya kasus gizi buruk oleh tenaga kesehatan di Puskesmas Sejangkung sejak tahun 2013.
Kegiatan yang dilaksanakan di Pos Gita, yakni makan bersama dengan makanan padat gizi dan penyuluhan kesehatan. Pos Gita bersifat cepat, murah dan terjangkau, partisipatif, perkelanjutan, asli kekuatan lokal (kearifan lokal), secara budaya dapat diterima, dan berdasarkan perubahan perilaku.
Proses kreativitas yang melibatkan masyarakat ini dilakukan langsung kader Pos Gita dan ibu balita yang mengalami gizi kurang. Di mana tempat kegiatan dan bahan makanan yang akan dimasak juga dipersiapkan sendiri oleh ibu balita secara gotong royong yang dipusatkan di satu tempat yang telah difasilitasi oleh Pos Gita dan masyarakat.
Hal itu menggambarkan bahwa Pos Gita dilaksanakan dari, oleh, dan untuk masyarakat. Hal tersebut dukungan oleh seluruh komponen masyarakat, LSM, pemerintahan desa, dan pihak puskemas menjadikan inisiatif ini berjalan dengan baik.
Inisiatif pembentukan Pos Gita melalui beberapa langkah, diantaranya: Pendekatan kepada kepala desa dan perangkat desa. Melakukan pelatihan kader Pos Gita selama 4-6 hari. Penggalangan komitmen melalui musyawarah masyarakat desa. Identiikasi praktik baik.
Model praktik baik direplikasi pada Pos Gita diperoleh melalui identifikasi pada keluarga dan replikasi perilaku baik (RPB) oleh kader Pos Gita. Perilaku dan strategi berbeda dari keluarga RPB inilah dipraktikkan di Pos Gita. Digali mendalam pada keluarga RPB mulai dari bahan makanan yang sering dimasak, cara mengolah, cara memasak, cara menyiapkan dan menyajikan sampai cara pemberian makan kepada anak. Selain itu juga ditelusuri perilaku kebersihan, perilaku perawatan dan pemeliharaan anak.
Setelah membentuk 1 Pos Gita di Desa Sulung pada 2013, dan masih pada tahun yang sama telah direplikasi 2 Pos Gita di Desa Piantus. Kemudian pada 2014 dibentuk satu Pos Gita di Desa Penakalan dan Senujuh. Pada 2015 dibentuk 2 Pos Gita di Desa Setalik. Rencana pada 2016 direplikasi kembali 2 Pos Gita di Desa Sendoyan atau Perigi Landu. Selain replikasi yang telah dilakukan pada 5 desa di Sejangkung, penyebarluasan informasi juga telah dilakukan di tingkat Kabupaten Sambas tahun 2013, tingkat Provinsi Kalimantan Barat tahun 2014 bahkan ditingkat nasional tahun 2015.
Prevalensi KEP total atau kurang energi protein pada desa yang melakukan Pos Gita menurun. Ini sejalan dengan menurunnya kasus gizi buruk, di mana pada 2015 tidak ada lagi kasus gizi buruk di Sejangkung.
(rizal)
Sumber: promkes.dinkeskalbar.com