Jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas) program lawas Kementerian Kesehatan yang di puji sekaligus di uji.
Di puji karena prorakyat. Masyarakat miskin merasakan langsung
manfaatnya. Tapi, Jamkesmas juga masih banyak kendala dan hambatan yang harus dituntaskan. Mulaidari kepesertaan, pendanaan, pengorganisasian sampaipelayanan kesehatan di unit-unit pelayanan. Disinilah ujiannya. Mampukah melewati masa-masa sulit yang penuh jebakan dan tantangan, sehingga lulus ujian? Tak dipungkiri, Jamkesmas mendapat banyak dukungan berbagai pihak. Mulai dari wakil rakyat, birokrat, konglomerat sampai rakyat melarat. Bahkan ketika hanya ada isu entah siapa yang meniupkan, yakni Jamkesmas akan dihilangkan, mereka ramai-ramai berteriak melakukan penolakan. Itu bukti terhadap dukungan program Jamkesmas secara nyata dan luar biasa.
Memang, Jamkesmas dari sisi kepesertaan telah menjamin 19,1 juta rumah tangga miskin atau 76,4 juta jiwa dengan rata-rata 4 jiwa per keluarga. Cakupan kepesertaan juga telah diperluas kepada seluruh gelandangan, pengemis, anak terlantar dan anak jalanan.
Selanjutnya, melalui program 100 hari bidang kesehatan ditetapkan perluasan penjaminan kepesertaan telah Jamkesmas meliputi masyarakat miskin korban bencana, penguni panti asuhan, panti jompo, penghuni Lapas dan Rutan.
Pada tahun 2014, diharapkan seluruh penduduk akan masuk dalam jaminan kesehatan.
Mekanisme pelayanan kepesertaan sangat mudah. Masyarakat miskin mendapat kartu Jamkesmas dari
pemerintah, anak gelandangan dan pengemis cukup dengan menggunakan surat rekomendasi dari Dinas Sosial setempat.
Sedangkan penghuni Lapas dan Rutan cukup mendapat rekomendasi dari kepala Lapas dan Rutan.
Sejarah Jamkesmas, memang sudah cukup tua dan panjang. Berulang kali evolusi menyesuaikan dengan
kondisi untuk memperbaiki diri, termasuk melakukan penyesuaian penggunaan nama. Awalnya bernama
Jaminan Pembiayaan Kesehatan Masyarakat (JPKM), kemudian Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin (Askeskin) dan saat ini Jamkesmas. Berikutnya?, mungkin akan menyesuaikan lagi sesuai kebutuhan zaman, sebagai bagian upaya penyempurnaan.
Ujian Jamkesmas masih akan terus mengalir, seiring dengan proses pendewasaan usianya. Masih ada pasien Jamkesmas yang belum terlayani secara baik, masih ada masyarakat miskin yang belum masuk jaminan kesehatan apapun, masih perlu peningkatan verifikasi yang transparan dan akuntabel, ketersediaan pendanaan, kecukupan SDM, serta berbagai kendala dilapanga lainnya yang akan silih berganti menghampiri.
Semua ujian di atas, harus menjadi tanggung jawab bersama para pihak terkait, baik pemerintah pusat maupun daerah. Mulai dari Dinas Kesehatan Provinsi, Kabupaten/Kota, Pemda, Rumah Sakit dan Puskesmas. Tak hanya menjadi tanggung jawab Kementerian Kesehatan saja. Pertanyaannya, apakah semua pihak menyadari ujian itu, kemudian saling bersinergi dan bekerja sama mencari solusi terbaik bagi pelayanan kesehatan masyarakat di negeri ini? Ataukah mereka saling menyalahkan dan mau menang sendiri? Ataukah mereka masa bodoh, merasa bukan tanggung jawabnya..? Semua itu akan kembali kepada tingkat kedewasaan para pihak terkait menyikapi kepentingan bersama ini.
Bila semua pihak memilih bersatu, saling membatu, bersinergi mencari solusi, sampai program Jamkesmas makin jitu, berarti lulus ujian. Dapat dipastikan pujian akan mengalir kepada para pihak terkait. Sebaliknya, bila para pihak memilih masa bodoh dan saling menyalahkan, tentu raport merah Jamkesmas akan diarahkan pula kepadanya. Pilihan manakah yang akan diambil…? Waktulah yang akan menentukan.
Pra