Sehat Negeriku
No Result
View All Result
Jumat, 27/01/2023
  • Beranda
  • Rilis Sehat
  • Foto Sehat
  • Video Sehat
  • Infografis
  • Komik Sehat
  • Blog Sehat
  • Mediakom
Langganan Newsletter
  • Beranda
  • Rilis Sehat
  • Foto Sehat
  • Video Sehat
  • Infografis
  • Komik Sehat
  • Blog Sehat
  • Mediakom
No Result
View All Result
Sehat Negeriku
No Result
View All Result

Pengadaan Dan Distribusi Obat Anti Retroviral (ARV)

Rokom by Rokom
24 Agustus 2011
Reading Time: 4 mins read
A A
2
blank
Bagikan di FacebookBagikan di WhatsappBagikan di Line

blankPenulis: Aji Muhawarman,

Pengasuh: Endang Budi Hastuti

 

HIV/AIDS telah menjadi momok yang menakutkan bagi dunia. Di Indonesia, jumlah kasus HIV/AIDS terus meningkat. Saat ini di Indonesia diperkirakan terdapat 170.000-210.000 penduduk yang mengidap HIV/AIDS. Penyakit ini hingga kini belum ditemukan obatnya. Obat yang tersedia sekarang, Obat Anti Retroviral (ARV), tidak dapat menyembuhkan tapi hanya mengurangi jumlah virus HIV dalam tubuh penderita. Meskipun demikian, Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) masih sangat bergantung pada ARV ini.

Akhir-akhir ini beberapa media mengangkat berita tentang kelangkaan stok obat HIV/AIDS (ARV) yang diduga mengakibatkan penggunaan obat yang telah habis masa kadaluarsanya. Sekelompok orang bahkan berunjuk rasa untuk menyampaikan kondisi yang terjadi di lapangan, bahwa ODHA di beberapa daerah mendapat obat ARV kadaluarsa. Kondisi tersebut dapat dipengaruhi beberapa faktor, tidak hanya dalam hal distribusi, namun juga proses pengadaan dan penganggarannya yang melibatkan beberapa pihak.

Kementerian Kesehatan melalui Ditjen PP-PL telah meluncurkan Program Care, Support and Treatment (CST) atau Perawatan, Dukungan dan Pengobatan bagi orang dengan HIV-AIDS (ODHA) dimulai sejak tahun 2004 dengan dilaksanakannya pelatihan bagi 25 RS Rujukan Anti Retroviral (ARV), yang juga menjadi RS Rujukan untuk perawatan ODHA. Penetapan RS Rujukan ARV tersebut melalui SK Menkes. Dengan makin meningkatnya kasus, hingga tahun 2011 telah ditetapkan 278 RS Rujukan ARV, dengan Kepmenkes Nomor 782/Menkes/SK/IV/2011.

Pengadaan obat ARV masih dipusatkan di Kementerian Kesehatan dan sampai saat ini disubsidi penuh oleh pemerintah. Distribusinya juga masih dipusatkan dan dikirimkan langsung ke layanan yang membutuhkan sesuai dengan permintaan layanan. Pemusatan ini dilakukan untuk memudahkan pemantauaan penggunaan dan ketersediaan obat di layanan, mengingat karakteristik penyakit dan konsumsi obat ARV yang spesifik, dimana obat harus dikonsumsi tepat waktu dan seumur hidup.

Anggaran untuk pengadaan ARV telah dialokasikan dalam APBN dan dana bantuan dari Global Fund for AIDS, TB and Malaria (GF-ATM) Komponen AIDS. Anggaran dengan dana APBN tiap tahun semakin meningkat. Tahun 2011, perbandingannya dengan dana GF-ATM sebesar 70:30. Diharapkan tahun depan semakin besar lagi dan pada akhirnya kebutuhan ARV dapat dipenuhi seluruhnya dengan dana APBN.

Proses pengadaan dengan dana APBN dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), sedangkan anggaran dengan dana GF-ATM melalui prosedur Voluntary Pooled Procurement (VPP), dimana Kemkes mengajukan kebutuhan ke central procurement GF-ATM, kemudian mereka akan membeli langsung ke pabrik obat. Dengan cara ini didapatkan obat bermutu dengan harga paling murah (memutus mata rantai dagang). Dalam spesifikasi pengadaan obat ARV, selalu disebutkan bahwa masa kadaluarsa obat minimal 18 bulan sejak obat tersebut diterima oleh panitia penerimaan barang.

Dana APBN digunakan untuk membeli ARV lini pertama dan sebagian kecil lini kedua, sedangkan dana GF-ATM digunakan terutama untuk membeli ARV lini kedua dan sebagian lini pertama yang belum dapat diproduksi di dalam negeri, seperti ARV untuk anak dan kombinasi stavudin + lamivudin.

Obat ARV yang tersedia di Indonesia saat ini terbagi menjadi 2 jenis yaitu :
Lini Pertama. Jenis ini dikonsumsi oleh ODHA yang sudah memenuhi syarat minum ARV.
Jenis obatnya terdiri dari :
zidovudin (AZT) 100mg
lamivudin (3TC) 150mg
stavudin (d4T) 30mg
efavirens (EFV) 200mg dan 600mg
nevirapine (NVP) 200mg
zidovudin (AZT) 100mg + lamivudin (3TC) 150mg
stavudin (d4T) 30mg + lamivudin (3TC) 150mg

Lini Kedua. Jenis ini dikonsumsi oleh ODHA yang sudah resisten dengan ARV lini pertama.
Jenis obatnya terdiri dari :
Tenofovir (TDF) 300mg
Lopinavir/ritonavir (LPV/r) 200/50mg
Didanosine (ddI) 100mg
Abacavir (ABC) 300mg
Tenofovir (TDF) 300mg + Emtricitabine (FTC) 200mg

Khusus bagi pasien ODHA kelompok anak, telah disiapkan ARV Pediatric. ARV ini baru mulai diadakan pada tahun 2008. Sebelumnya, ARV untuk anak adalah ARV dewasa yang digerus untuk menyesuaikan dengan dosis yang dibutuhkan. Bentuk sediaan adalah berupa tablet dispersible (mudah larut dalam air).
Jenis obatnya terdiri dari :
lamivudin (3TC) 60mg + stavudin (d4T) 12mg
lamivudin (3TC) 60mg + stavudin (d4T) 12mg + nevirapine (NVP) 100mg

Untuk memudahkan pengawasan dan pelaporan distribusi obat, maka telah ditetapkan alur distribusi pelaporan dan permintaan obat sebagai berikut :
Setiap bulan RS membuat laporan pemakaian obat dan permintaan obat dengan menggunakan form laporan bulanan. Jumlah obat yang diminta adalah kebutuhan untuk 1 bulan dan 2 bulan stok cadangan dengan mempertimbangkan stok akhir. Sehingga di RS harus tersedia persediaan obat selama 3 bulan.
Laporan ditujukan ke Subdit AIDS & PMS Ditjen PP-PL, tembusan ke Dinas Kesehatan Provinsi.
Di Subdit AIDS & PMS, permintaan tersebut akan direspon dengan melakukan verifikasi perhitungan obat dan pembuatan Purchase Order (PO) ke Kimia Farma untuk mengirimkan obat yang diminta ke layanan.
Proses ini akan memakan waktu maksimal 10 hari.

Guna memangkas waktu pengiriman, saat ini dilakukan desentralisasi distribusi ARV pada beberapa provinsi yang dianggap mampu, dari segi SDM maupun infrastrukturnya. Provinsi yang sudah melaksanakan adalah Jawa Timur. Provinsi yang baru mulai adalah Bali, Papua dan Jawa Barat.
Secara singkat, alur pengiriman obat pada provinsi desentralisasi adalah sebagai berikut:
Setiap bulan RS membuat laporan pemakaian obat dan permintaan obat dengan menggunakan form laporan bulanan. Jumlah obat yang diminta adalah kebutuhan untuk 1 bulan dan 2 bulan stok cadangan dengan mempertimbangkan stok akhir. Sehingga di RS harus tersedia persediaan obat selama 3 bulan.
Laporan ditujukan ke Dinas Kesehatan Provinsi.
Di Dinas Kesehatan Provinsi, permintaan tersebut akan direspon dengan melakukan verifikasi perhitungan obat dan pembuatan PO ke Kimia Farma Provinsi untuk mengirimkan obat yang diminta ke layanan.
Proses ini akan memakan waktu maksimal 5 hari.
Kimia Farma Provinsi setiap 3 bulan mengajukan permintaan stok obat berdasarkan perhitungan permintaan dari layanan ke Kimia Farma Pusat.
Dinas Kesehatan Provinsi mengirimkan tembusan laporan dari layanan kesehatan ke Subdit AIDS & PMS Ditjen PP-PL.

Setelah diterimanya obat baru, baik yang diproduksi di dalam negeri maupun yang di impor melalui mekanisme diatas, Kemkes langsung mendistribusikan ARV ke seluruh RS rujukan. Ketersediaan obat tergantung kepada laporan pemakaian dan permintaan obat dari RS rujukan yang telah ditunjuk. Dengan adanya mekanisme pengawasan dan pola pengadaan serta distribusi ARV tersebut diharapkan tidak ada lagi pemberian dan penggunaan obat ARV yang telah habis masa kadaluarsanya.

Yang juga patut ditekankan kepada masyarakat adalah obat ARV hanya menekan jumlah HIV yang beredar di dalam darah dan tidak menyembuhkan penyakit. Obat ARV harus diminum setiap hari dengan dosis dan waktu yang selalu tepat dan terus dikonsumsi seumur hidup. Ketidakpatuhan dalam mengonsumsi ARV dapat menimbulkan resistensi.

Tags: AIDSObat ARVVirus HIV
ShareSendShare
Rokom

Rokom

Redaksi Sehat Negeriku

Informasi Terkait

blank

Mediakom Edisi 149

12 Januari 2023
blank

Mediakom Edisi 148

12 Desember 2022
blank

Mediakom Edisi 147

15 November 2022
blank

Mediakom Edisi 146

11 Oktober 2022
blank

Mediakom Edisi 145

7 September 2022
blank

Mediakom Edisi 144

3 Agustus 2022
Next Post
blank

Video: Kesiapan Pos Kesehatan Mudik di Pelabuhan Merak dan Bakauheni

blank

Video: Safari Ramadhan SBY di Puskesmas Ciranjang, Cianjur

Comments 2

  1. blank maxy says:
    11 tahun ago

    yang tidak kalah penting dalam mendukung kepatuhan terapi ARV adalah KETERSEDIAAN ARV .

    Balas
  2. blank XxX says:
    9 tahun ago

    Supply Chain Management obat ATM tingkat pusat-daerah sampai ke yankes masih carut marut. Banyak obat ATM yg tidak merata, terlambat kirim hingga FEFO tidak dihiraukan berakibat obat banyak yg kadaluarsa di gudang. Data ketersediaan obat harus didukung oleh sarana informasi yg handal, e-logistic harapannya.

    Balas

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tweet oleh @KemenkesRI
Berita Utama

Indonesia Sampaikan Kesiapan Kolaborasi dalam Pembahasan Isu Kesehatan Presidensi G20 Tahun 2022

13 September 2021
Berita Utama

Kemenkes Tingkatkan Layanan Kesehatan Gigi dan Mulut Yang Aman Dari Penularan COVID-19

12 September 2021
Berita Utama

Wamenkes Dante Minta Masyarakat Waspadai Lonjakan Kasus COVID-19

11 September 2021
Berita Utama

Belajar dari Pandemi COVID-19, Menkes Ingatkan Pentingnya Perencanaan Pembangunan yang Memperhatikan Aspek Kesehatan dan Lingkungan

11 September 2021

Rekomendasi Artikel

blank

Sertifikat Vaksin & Data Bermasalah? Ini Solusinya

14 Agustus 2021
blank

Terlambat Vaksinasi COVID-19 Dosis Kedua Tidak Akan Pengaruhi Efektivitas Vaksin

3 Agustus 2021
blank

Kemenkes Tegaskan Vaksin Moderna Hanya untuk Booster Nakes dan Publik yang Belum Pernah Menerima Vaksin COVID-19

13 Agustus 2021

Berita Populer

  • blank

    Penerima Vaksinasi COVID-19 dapat Registrasi via WA

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Vaksin COVID-19 Merek Sinovac, AstraZeneca, Pfizer, dan Novavax Tidak Dapat Dipergunakan untuk Vaksinasi Gotong Royong

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pemerintah Tetapkan Batasan Tarif Pemeriksaan Rapid Test Antigen-Swab

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Vaksin AstraZeneca Aman, Penghentian Sementara Hanya Pada Kelompok CTMAV547

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Virus Corona Varian Baru B.117, B.1351, B.1617 Sudah Ada di Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Sehat Negeriku

Sehat Negeriku adalah kanal berbagi informasi tentang kegiatan Kementerian Kesehatan, baik berupa rilis yang dikeluarkan Kemenkes, dokumentasi foto dan video, maupun tulisan ringan seputar info-info kesehatan.

Jejaring Website Terkait

  • Kementerian Kesehatan RI
  • Biro Komyanmas

Informasi Lainnya

  • Tentang Sehat Negeriku
  • Peta Situs
blank
Infografis

Hari Tanpa Tembakau Sedunia

31 Mei 2019
blank
Infografis

Lebaran Sehat

19 Februari 2019
blank
Infografis

Mudik Sehat dan Aman

19 Februari 2019
blank
Infografis

Lansia Indonesia

19 Februari 2019
blank
Infografis

Sahur Sehat

19 Februari 2019

© 2021 Sehat Negeriku - Biro Komunikasi & Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan RI.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Rilis Sehat
  • Foto Sehat
  • Video Sehat
  • Infografis
  • Komik Sehat
  • Blog Sehat
  • Mediakom
Langganan Newsletter

© 2021 Sehat Negeriku - Biro Komunikasi & Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan RI.