Kementerian Kesehatan telah menetapkan 7 program fokus, salah satunya adalah Penanggulangan Daerah Bermasalah Kesehatan (PDBK). Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan salah satu provinsi dengan kategori PDBK yang pertama dikunjungi Menkes dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH tanggal 17-18 September 2010.
Dalam kunjungan tersebut Menkes melakukan dialog dengan Gubernur NTB K.H. Zainal Majdi dan Ketua DPRD Prov. NTB di Mall Mataram dengan masyarakat yang disiarkan secara langsung oleh RRI Mataram, meninjau pelayanan RSU Mataram dan meninjau pembangunan baru RSU Provinsi serta dialog dengan Gubernur NTB, Bupati, Walikota, Ketua DPRD, Kepala Bappeda dan Kepala Dinas Kesehatan dan Direktur RSUD NTB di Kantor Gubernur NTB.
Tujuannya adalah untuk mendengar, berdialog dan berdiskusi tentang berbagai masalah yang berkaitan dengan kesehatan. Pada kesempatan pertemuan dengan Gubernur dan jajarannya, disampaikan paparan Kepala Bappeda Provinsi NTB tentang Hitung Mundur MDG’s melalui AKINO dan paparan Bupati Sumbawa Barat tentang Kemajuan pencapaian AKINO di Kabupaten Sumbawa Barat.
Kepala Bappeda Prov. NTB, Dr. Ir. H. Rosiady Sayuti, M.Sc., dalam paparannya menyatakan upaya yang dilakukan NTB untuk mempercepat MDG’s adalah dengan 3A, yaitu AKINO, ADONO dan ABSANO.
Menurut Kepala Bappeda, AKINO adalah strategi penurunan angka kematian ibu (AKI) berbasis desa/kelurahan menuju Nol. ADONO adalah untuk mempercepat angka dropout mencapai nol dan ABSANO adalah untuk mempercepat angka buta aksara mencapai nol.
Dalam acara yang dipimpin Gubernur NTB KH. Zainal Majdi, Kepala Bappeda menambahkan, angka kematian bayi pada 2007 di NTB adalah 72 per 1000 kelahiran hidup dan pada tahun 2013 diharapkan menurun menjadi 42 per 1000 kelahiran hidup. Angka kematian Balita 103 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2003 dan diharapkan pada tahun 2015 menjadi 68 per 1.000 kelahiran hidup. Angka kematian ibu 320 per 100.000 pada tahun 2006 target pada tahun 2013 adalah 260 per 100.000 dan pada tahun 2015 adalah 240 per 100.000 kelahiran hidup.
Prioritas upaya yang dilakukan untuk mencapai AKINO meliputi infrastruktur, SDM Kesehatan dan operasional program. Termasuk dalam infrastruktur meliputi semua desa ada Pos Kesehatan Desa, obat dan alat kesehatan, optimalisasi Puskesmas PONED (pelayanan obstetri neonatal dasar) beserta alat, adanya Tim PONED serta adanya sistem informasi Desa-Kab-Provinsi. SDM Kesehatan meliputi semua desa ada bidan di desa (BDD), semua BDD terlatih, semua Tim PONED terlatih dan semua Posyandu aktif. Sedangkan operasional program meliputi tersedianya biaya operasional Poskesdes, tersedianya biaya untuk kasus risiko tinggi dan tersedianya biaya stimulan untuk operasional Kader Posyandu.
Sementara itu, Bupati Sumbawa Barat mengatakan strategi pencapaian AKINO dilakukan melalui penggalangan komitmen, penguatan lembaga, koordinasi dan kemitraan, supply, demand dan pelayanan bermutu.
Ditambahkan, upaya yang dilakukan dalam penggalangan komitmen adalah adanya SK Bupati No. 220 Tahun 2010 tentang Pembentukan Tim Gerakan 3A (Akino. Adono dan Absano), Peraturan Bupati No. 9 Tahun 2006 tentang pengobatan gratis dan jaminan pelayanan kesehatan bagi keluarga rawan dan Perbup No. 20 Tahun 2010 tentang pelayanan ambulan gratis untuk rujukan darurat.
Sedangkan upaya yang dilakukan dalam penguatan lembaga meliputi Superdesira (seratus persen desa siaga dan sejahtera), penempatan tenaga kesehatan (bidan dan perawat dengan tambahan insentif), pembangunan Poskesdes di semua desa dan lain-lain.
Menanggapi paparan yang disampaikan Kepala Bappeda dan Bupati Sumbawa Barat, Menkes mengusulkan untuk mempercepat NTB mencapai sasaran MDG’s selain 3A ditambah dengan AGIBURNO atau angka gizi buruk nol. Gizi memegang peranan penting karena dampaknya luas dan mempengaruhi indikator lainnya seperti pendidikan dan pendapatan rumah tangga.
Menurut Menkes, secara Nasional status kesehatan dan gizi masyarakat Indoneisa sejak 1990 terus menunjukkan perbaikan. Umur harapan hidup meningkat dari 60 tahun (1990) menjadi 70,5 tahun (2008). Angka kematian ibu menurun dari 390 (1990) menjadi 228 per 100 ribu kelahiran hidup (2007). Angka kematian bayi (AKB) menurun dari 68 (1990) menjadi 34 per 1000 kelahiran hidup ( 2007).
“Prevalensi kekurangan gizi (berat badan menurut umur) pada anak balita menurun berturut-turut dari 35,5 % pada tahun 1992 menjadi 17,9% pada tahun 2010 (Riskesdas)”, ujar Menkes.
Selain itu masalah yang di hadapi dalam pelaksanaan imunisasi yaitu imunisasi lengkap pada bayi dan balita (DPT, BCG, Polio, Campak) mengalami penurunan menjadi 46 % (Riskesdas 2007). Walaupun demikian, imunisasi untuk BCG pada anak umur 12-23 bulan adalah 86%.
Menkes mengakui, Indonesia masih menghadapi berbagai masalah, setiap tahunnya masih ada ratusan ibu dan anak meninggal akibat penyakit atau akibat berbagai penyebab lain yang sebenarnya dapat dicegah. Angka kematian bukanlah sekedar angka-angka statistik. Mereka adalah manusia-manusia yang mempunyai jiwa, nama, keluarga dan wajah-wajah yang mengharapkan kebahagiaan dalam kehidupannya. Penderitaan dan kematian mereka tidak boleh dibiarkan
Karena itu, Menkes mengajak jajaran Pemda NTB bekerja lebih keras dan lebih cerdas, serta bertindak lebih cepat agar bayi-bayi yang baru dilahirkan tidak meninggal karena penyakit infeksi. “Tidak dilahirkan dengan berat badan rendah, tidak kekurangan gizi atau menderita gizi buruk. Kita bisa mencegah penyakit mereka, salah satu cara adalah dengan melakukan imunisasi, memberikan pelayanan kesehatan di rumah atau di Posyandu. Agar mereka dapat mencapai potensi fisik, mental dan siritual yang optimal, bahkan maksimal, ketika mereka masuk usia sekolah”, ujarnya.
“Jajaran Kementerian Kesehatan bersama Pemerintah Daerah dan seluruh masyarakat Nusa Tenggara Barat, perlu melakukan langkah-langkah konkrit untuk mewujudkan cita-cita bersama yaitu AKINO, ABSANO dan AGIBURNO . Saya berharap tidak ada lagi balita kita yang menderita malnutrisi”, tambah Menkes.