Hasil pengawasan Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) yang dilakukan secara rutin oleh Badan POM pada lima tahun terakhir (2006-2010), menunjukkan jajanan anak sekolah yang tidak memenuhi syarat kesehatan berkisar antara 40% – 44%. Oleh karena itu perlu dilakukan razia untuk menertibkan berbagai jajanan anak yang tidak memenuhi standar kesehatan.
Demikian disampaikan Wakil Presiden Boediono pada Pencanganan Gerakan Menuju Pangan Jajanan Anak Sekolah yang Aman, Bermutu dan Bergizi serta Satuan Tugas Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal, bertepatan Ulang Tahun Badan POM ke-10, di Istana Wapres (31/1). Hadir pada acara ini Menteri Kesehatan dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, Menteri Pendidikan Nasional M. Nuh, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Amlia Sari dan Kepala BPOM dra. Kustantinah.
Menurut Wapres Boediono, jajanan yang tidak sehat dan tidak bermutu mengakibatkan timbulnya risiko bagi kesehatan dan memiliki dampak negatif jangka panjang terhadap pembentukan generasi bangsa.
“Masalah jajanan anak sekolah tampaknya hanya masalah kecil, namun dampaknya besar terhadap kelangsungan bangsa di masa depan,” tegasnya.
Sementara itu Kepala BPOM Kustantinah menyatakan Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS)
tidak memenuhi persyaratan keamanan pangan karena menggunakan bahan berbahaya yang dilarang digunakan untuk pangan seperti formalin, boraks, zat pewarna rhodamin B dan methanyl yellow.
Kustantinah mengatakan kualitas jajanan yang kurang baik merupakan masalah serius berkaitan pembangunan sumber daya manusia. Rendahnya kualitas jajanan ini juga akan memperburuk dan menganggu asupan gizi..
Hasil survei Badan POM pada tahun 2008 menunjukkan pangan jajanan memegang peranan penting dalam memberikan asupan energi dan gizi bagi anak-anak usia sekolah. Dari hasil survei tersebut ditemukan bahwa pangan jajanan berkontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan energi sebesar 3l,l% dan protein sebesar 27,4%. Hasil survei juga menunjukkan bahwa sejumlah 78% anak sekolah jajan di lingkungan sekolah, baik di kantin maupun dari penjaja sekitar sekolah.
Satgas Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal
Pada kesempatan tersebut, Wapres juga Satuan Tugas Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal. Kehadiran Satgas ini penting karena pada era globalisasi terjadi perubahan yang cukup signifikan pada peta pasar obat dan makanan secara global termasuk di Indonesia. Fenomena ini menyebabkan persebaran produk obat dan makanan secara cepat dapat melintasi batas antar negara tanpa hambatan yang berarti. Hal ini dapat memicu meningkatnya perdagangan obat dan makanan secara ilegal termasuk meningkatnya tingkat pemalsuan, tambah Kustantinah.
Hasil pengawasan Badan POM pada tahun 2010 terkait kasus pelanggaran di bidang obat dan makanan termasuk kasus peredaran obat dan makanan ilegal, ditemukan 574 kasus, 190 kasus diantaranya ditindaklanjuti secara pro-justitia. Jumtah pelanggaran terbanyak adalah tindak pidana bidang obat yaitu 83 kasus, disusul kosmetika 37 kasus, pangan 35 kasus, obat tradisional 29 kasus, bahan berbahaya 4 kasus, dan NAPZA 2 kasus. Sebanyak 48 kasus (25,3%) telah diberikan putusan pengadilan.
Menurut data peredaran obat dan makanan ilegal di lndonesia menunjukkan kecenderungan yang meningkat. Peredaran ini berpotensi menimbulkan risiko terhadap kesehatan masyarakat dikarenakan tidak adanya jaminan atas keamanan, manfaat/khasiat dan mutu. Mengingat risiko tersebut, maka diperlukan upaya dan langkah-langkah yang lebih sistematis dan komprehensif untuk pencegahan, penangkalan, dan peningkatan penegakan hukum secara konsisten untuk meminimalkan peredaran obat dan makanan ilegal termasuk produk palsu.
Agar penegakan hukum terkait tindak pidana di bidang obat dan makanan dapat dilaksanakan
secara efektif, diperlukan kerjasama, dukungan dan komitmen dari semua pemangku kepentingan di bidang hukum termasuk para penegak hukum dalam rangkaian Sistem Peradilan Pidana Terpadu (Integrated Criminal Justice System).
Kepala BPOM menyatakan putusan pengadilan yang dijatuhkan saat ini relatif ringan sehingga tidak memberikan efek jera. Putusan tertinggi hanya penjara 10 bulan dengan percobaan satu tahun dan denda Rp 3 juta. Disamping itu sebagian besar kasus yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut dianggap sebagai tindak pidana ringan (tipiring).
Pengejawantahan upaya dan langkah-langkah pencegahan, penangkalan dan pemberantasan obat dan makanan ilegal dilakukan melalui pencanangan ‘Satuan Tugas Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal’.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: 021-52907416-9, faks: 52921669, Call Center : 021-500567, 30413700, atau alamat e-mail : puskom.publik@yahoo.co.id, info@depkes.go.id,kontak@depkes.go.id