Pencapaian target MDG’s akan terhambat apabila masalah kesehatan
jiwa tidak mendapat perhatian yang serius, bahkan akan berpotensi menimbulkan beban ekonomi yang besar.
Demikian disampaikan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, H. R. Agung Laksono saat membuka Rapat Koordinasi Tingkat Menteri yang diselenggarakan di Kantor Kemenkokesra (07/07).
Dalam rapat tersebut, Menteri Kesehatan RI, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH memaparkan bahwa masalah kesehatan jiwa tidak semata-mata berhubungan dengan aspek klinis, namun lebih banyak menyangkut masalah psikososial seperti stigma masyarakat, kekerasan, dan upaya bunuh diri. Oleh karena itu, dibutuhkan upaya lintas sektor dalam menanggulangi permasalahan kesehatan jiwa di Indonesia.
Data Riskesdas tahun 2007 menunjukkan prevalensi nasional gangguan mental emosional (depresi dan kecemasan) pada penduduk berusia di atas 15 tahun mencapai 11,6% atau diderita oleh sekitar 19 juta orang. Daerah yang memiliki angka prevalensi tertinggi yaitu Jawa Barat, Gorontalo dan Sulawesi Tengah.
Selain itu, tantangan lainnya adalah kurangnya akses layanan dan sumber daya kesehatan. Dari sejumlah rumah sakit umum yang ada, baru sekitar 2% yang memiliki layanan psikiatri dan baru 10% dari seluruh puskesmas yang memiliki layanan kesehatan jiwa. Jumlah psikiater di seluruh Indonesia baru berjumlah 600 orang dan belum terdistribusi secara merata.
Menurut Menkes, ada hubungan timbal balik antara gangguan jiwa, gangguan fisik dengan kemiskinan. Adanya permasalahan kesenjangan pengobatan dalam penanggulangan masalah kesehatan jiwa, mengakibatkan banyak penderita yang tidak tertangani, sehingga menjadi kronik dan seringkali diobati secara tradisional dengan cara-cara yang kurang dapat dipertanggungjawabkan, atau menggunakan pemasungan.
“Untuk menanggulangi hal tersebut, Kementerian Kesehatan saat ini sedang berupaya untuk mewujudkan Indonesia Bebas Pasung” ujar Menkes.
Berbagai program penanggulangan masalah kesehatan jiwa lainnya yang dilakukan Kemkes, meliputi Meningkatkan layanan kesehatan jiwa di puskesmas dan rumah sakit umum berupa pelatihan bagi petugas dan kader; Peningkatan peran serta masyarakat terutama keluarga penderita; Peningkatan sistem rujukan; dan Upaya pengintegrasian dengan program kesehatan lain.
Turut hadir dalam acara tersebut, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Linda Amalia Sari Gumelar; dan sejumlah pejabat eselon I perwakilan dari berbagai Kementerian, yaitu Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Agama, Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Sosial, serta Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Pertemuan tersebut menghasilkan lima rekomendasi. Pertama, Potensi integrasi program kesehatan jiwa ke dalam program lintas sektor, seperti PNPM Mandiri dengan kemitraan hingga ke pelosok desa (Kemenkokesra); Pembentukan hotline service number 500-454 (Kemkes); Rehabilitasi berbasis masyarakat, dan tim reaksi cepat (Kemsos); Program Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) dan program Telepon Sahabat Anak (Kementerian PP dan PA); dan Penguatan keluarga sakinah melalui kursus calon pengantin (Kemenag).
Kedua, peningkatan pemberdayaan masyarakat dengan mengikutsertakan pemberdayaan perempuan. Ketiga, pengembangan model pembangunan kesehatan jiwa yang berfokus pada perlindungan anak dan kelompok rentan, seperti Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Bermasalah, korban bencana alam, maupun korban kekerasan. Keempat, peningkatan sistem rujukan kesehatan jiwa. Kelima, penguatan program PNPM, baik PNPM Mandiri Pedesaan dan PNPM Generasi untuk pemberdayaan orang dengan masalah kejiwaan (ODMK) yang sudah sembuh.
Sebagai tindak lanjut, perlu dibentuk regulasi (Perpres atau Kepres) untuk memperkuat kapasitas baik pemerintah pusat, daerah maupun stakeholder lainnya; intensifikasi koordinasi dan sinergi pelaksanaan kebijakan melalui kelembagaan fungsional yang dikoordinasi oleh Kemenkokesra; serta peningkatan mutu serta jumlah tenaga kesehatan jiwa.
“Diharapkan peran serta seluruh stakeholder, kementerian, lembaga dan badan yang terkait dengan kewajiban yang sama untuk menyukseskan program penanggulangan masalah kesehatan jiwa di Indonesia” tegas Menkokesra saat menutup pertemuan tersebut.