Pengendalian tuberculosis (TB) di Indonesia telah menunjukkan kemajuan bermakna. Ini terlihat dari tercapainya target angka penemuan dan angka keberhasilan pengobatan sesuai indikator MDGs, yaitu menurunnya angka kesakitan dan kematian menjadi setengahnya di tahun 2015. Peringkat Indonesia dengan jumlah penderita TB terbanyak di dunia telah turun dari peringkat ke-3 menjadi peringkat ke – 5.
Akhir 2010, Indonesia telah mencapai 78,3% penemuan kasus dari 70% yang ditargetkan. Selain itu, keberhasilan pengobatan TB telah mencapai 91% dari 85% yang ditargetkan. Keberhasilan ini antara lain karena akses pelayanan kesehatan semakin baik, pendanaan semakin memadai, dukungan pemerintah pusat dan daerah, peran serta masyarakat dan swasta semakin meningkat, disamping membaiknya teknologi pengendalian TB.
Demikian sambutan Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Prof. Dr. Tjandra Yoga Aditama pada acara Penandatanganan Sub Grant Agreement untuk Single Stream Funding (SSF) the Global Fund (GF-ATM) Komponen TB, di Jakarta (16/9). Penandatanganan ini dilakukan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi seluruh Indonesia. Empat Sub Recepient juga ikut menandatangani yaitu Ikatan Dokter Indonesia, Direktorat Bina Upaya Kesehatan Rujukan, Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, Direktorat Kesehatan Kemenhankam dan Coordinating Country Mechanism (CCM) Indonesia.
“Dalam hal prevalensi TB, target MDG’s Program Pengendalian TB telah on the tract”, ujar Prof. Tjandra.
Prof. Tjandra menyatakan, saat ini angka prevalensi TB turun menjadi 285/100.000 penduduk dari target tahun 2015 sebesar 221/100.000 penduduk. Sementara angka kematian TB saat ini telah mencapai target MDGs yaitu 27/100.000 penduduk dari target 46/100.000 penduduk.
Walaupun banyak keberhasilan yang dicapai, namun TB masih menjadi masalah kesehatan utama di Indonesia. Jumlah kasus TB di Indonesia sekitar 5,8% dari total jumlah kasus TB di dunia. Setiap tahun terdapat 660 ribu kasus di Indonesia, 61 ribu diantaranya meninggal atau sama dengan 238 orang TB yang meninggal setiap harinya. Sementara, TB terjadi pada lebih dari 70% usia produktif sehingga beban ekonomi akibat TB cukup besar, jelas Prof. Tjandra.
Ditambahkan, ada beberapa tantangan dalam pengendalian TB di Indonesia diantaranya meningkatnya kasus Multi Drug Resistant (MDR-TB) dan ko infeksi TB-HIV. Untuk itu perlu kegiatan kolaboratif antara kedua program TB dan HIV serta ekspansi manajemen program kasus TB-MDR.
Tantangan lain, dengan semakin komprehensif dan integratif program, manajemen program TB semakin complicated. Untuk itu perlu keterlibatan semua pihak dalam pengendalian TB termasuk masyarakat, organisasi profesi, organisasi sosial kemasyarakatan, dan pasien. Penguatan sistem dan layanan kesehatan penting untuk meningkatkan akses terhadap layanan TB. TB juga merupakan penyakit terkait dengan kesejahteraan dan kemiskinan. Oleh karenanya perlu penanggulangan secara intersektoral sehingga keterlibatan masyarakat akan semakin penting untuk pengembangan kebijakan, program dan mobilisasi sumber daya. Besarnya masalah TB memerlukan perencanaan jangka pendek dan jangka panjang. Dengan demikian perlu strategi agar tidak tergantung dengan donor yang sewaktu-waktu dapat dihentikan.
Prof Tjandra menjelaskan GF memberikan hibah pembiayaan program TB sejak tahun 2003 sampai sekarang. Single Stream Funding (SSF) merupakan penggabungan dari pendanaan hibah GF Round 8 dan Round 10. SSF dimulai pada 1 Juli 2011 – 31 Desember 2013.
“Persetujuan ini memerlukan proses panjang dengan memberikan dokumen pendukung yang valid (aktual dan evidence based), serta diskusi yang mendalam. Dilanjutkan penandatanganan kontrak kerjasama antara Authorized Principle Recipient (APR) oleh Direktur PPML, Dinas Kesehatan Provinsi seluruh Indonesia dan 4 SR”, kata Prof.Tjandra.
Prof. Tjandra menambahkan, dengan ditandatanganinya Sub Grant Agreement semua wajib melaksanakan pengendalian TB sesuai aturan yang dikeluarkan oleh pemberi hibah.
Ditegaskan, sifat dana hibah adalah pendukung, bukan dana utama. Dana utama di Indonesia adalah APBN dan APBD, karena itu diharapkan para Kepala Dinas di Provinsi maupun kabupaten dan kota memperkuat APBD dengan memprioritaskan kegiatan pengendalian TB; memperkuat komitmen untuk memperkuat aksi; melakukan advokasi kepada pimpinan daerah dan para stakeholders di daerah agar TB tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.