Penelitian sangat penting dilakukan untuk mengembangkan kebijakan dalam pembangunan kesehatan. Sebuah ungkapan “tidak ada kesehatan tanpa penelitian” menjelaskan, betapa pentingnya penelitian untuk memecahkan masalah kesehatan.
Demikian disampaikan Menteri Kesehatan RI, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr. PH saat memberikan sambutan pada kegiatan The 5th International Eijkman Conference, “The Eijkman Institute Comes of Age: Vitamins, Genomic, and Welfare”, di Jakarta, Kamis (10/11).
Mendukung pernyataan tersebut, Menkes menjelaskan, sejak pertama kali dilakukan pada tahun 2007-2008, setiap lima tahun sekali Kementerian Kesehatan melakukan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Penelitian ini bertujuan untuk melakukan pemetaan masalah kesehatan masyarakat, guna mengembangkan rencana intervensi masalah kesehatan yang ada di berbagai Kabupaten/Kota di Indonesia. Riskesdas pertama menghasilkan sebuah indeks komposit, yang merupakan 24 indikator kesehatan penting, disebut Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM).
“Hasil Riskesdas merupakan data berdasarkan pengukuran indikator kesehatan, yaitu status gizi dan prevalensi penyakit untuk status kesehatan; sanitasi dasar dan suplai air yang aman bagi kesehatan lingkungan; mencuci tangan dan merokok untuk perilaku sehat; cakupan program pelayanan kesehatan masyarakat”, jelas Menkes.
Menkes menambahkan, survei berskala nasional selanjutnya, adalah Riset Fasilitas Kesehatan (Rifaskes) yang diluncurkan pada April 2011. Survei yang melibatkan Puskesmas, Rumah Sakit Umum Pemerintah, dan laboratorium saat ini telah memasuki tahap analisis data. Survei ini bertujuan upaya untuk memetakan masalah ketersediaan dan kecukupan fasilitas kesehatan, distribusi sumber daya tenaga kesehatan dan indeks kinerja rumah sakit dan Puskesmas.
“Survei nasional selalu dilakukan bekerja sama dengan lembaga penelitian lainnya, seperti universitas dan lembaga penelitian pemerintah setempat”, jelas Menkes.
Menkes juga menambahkan, survey berskala nasional akan dilakukan dalam waktu dekat, seperti Penelitian Tanaman Obat atau Medical Plant Research (MPR) yang bertujuan untuk memetakan semua spesies tanaman obat di Indonesia serta bahan-bahan kandungan masing-masing tanaman obat, akan dilakukan pada 2013 mendatang. Penelitian tentang polusi dan aspek sosial budaya yang berhubungan dengan kesehatan, juga akan dilaksanakan.
“Tahun ini, dua buah penelitian dilakukan, yaitu studi kohort pada pertumbuhan dan perkembangan janin hingga dewasa dan studi kohort pada sindrom metabolik yang hasilnya akan digunakan untuk menghitung faktor risiko penyakit tidak menular”, tambah Menkes.
Menkes memaparkan, beberapa penyakit menular penting di Indonesia, seperti HIV/AIDS, Tuberkulosis, Malaria, Demam Berdarah Dengue (DBD), dan Flu Burung dapat berdampak serius terhadap status kesehatan masyarakat. Berbagai penelitian untuk pengendalian penyakit menular dan produksi vaksin serta obat-obatan dikembangkan dalam rangka untuk mengidentifikasi sejumlah terobosan, seperti vaksin tuberkulosis, artemisinin obat untuk malaria, dan juga pengembangan saintifikasi jamu.
Salah satu masalah penyakit menular yang dihadapi Indonesia, antara lain patogenik Avian Influenza (AI) atau H5N1 dengan tingkat kematian kasus lebih dari 80%. Salah satu upaya untuk mengendalikan AI (H5N1) adalah dengan mendirikan World Health Organization Collaborating Centre (WHO CC), dengan salah satu kegiatannya adalah menganalisis data AI dari sudut pandang laboratorium, klinis dan epidemiologis serta dari subyek penelitian, baik manusia maupun hewan.
“Roadmap penelitian tentang produksi vaksin avian influenza (AI) saat ini telah selesai dan semua pihak akan berpartisipasi, seperti Badan Penelitian dan pengembangan Kesehatan, universitas, Lembaga Eijkman, Biofarma, dan lembaga penelitian lainnya”, ujar Menkes.
Pada kesempatan tersebut, menkes menegaskan, penelitian biomolekuler sangat dibutuhkan dalam mengembangkan vaksin, obat, dan kit diagnostic baru.