Tuberkulosis (TB) adalah masalah kesehatan masyarakat yang serius tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di dunia. Indonesia tercatat sebagai penyumbang kasus terbesar nomor empat di dunia setelah India, China, dan Afrika Selatan. TB juga menjadi penyebab kematian tertinggi kedua di Indonesia setelah stroke. Diperkirakan ada 430 ribu kasus TB baru, dan 169 orang diantaranya meninggal setiap harinya. Kondisi ini sangat kritis bila tidak ditangani dengan strategi yang tepat.
Demikian arahan Wakil Menteri Kesehatan RI yang dibacakan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes), Dr. dr. Trihono, MSc., pada Kongres ke-IX Perhimpunan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI) yang bertema “Meningkatkan Peran PPTI dengan Cara Advokasi, Komunikasi dan Mobilisasi Sosial”. Acara ini dibuka oleh Deputi III Bidang Kesehatan, Kependudukan dan Keluarga Berencana (KB) Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, dr. Emil Agustiono, M.Kes.. Hadir dalam acara tersebut, Istri Gubernur Provinsi Bali, Ibu Ayu Pastika; Sekretaris Daerah Provinsi Bali, I Made Djendra; dan Ketua Umum Pengurus Pusat PPTI, Ny. Ratih Siswono Yudo Husodo,SH.
Wamenkes menyatakan, TB merupakan salah satu indikator keberhasilan MDGs yang harus dicapai oleh Indonesia, yaitu menurunnya angka kesakitan dan kematian menjadi setengahnya di tahun 2015. Di dalam perkembangan dan pelaksanaan program pengendalian TB, Indonesia telah berhasil menurunkan insidens, prevalens, dan angka kematian.
“Berdasarkan pada angka pencapaian di tahun 2010 dibandingkan dengan baseline data tahun 1990, target MDGs yang ditetapkan hampir semuanya dapat dicapai”, ujar Wamenkes.
Dikatakan, angka Insidens TB adalah 189/100.000 penduduk (2010), menurun 45% dari 343/100.000 penduduk (1990). Angka prevalensi TB adalah 289/100.000 penduduk (2010) turun sebesar 35% dari 443/100.000 penduduk (1990). Sementara angka mortalitas TB adalah 27/100.000 penduduk (2010) atau turun sebesar 71% dari 92/100.000 (1990).
Pada kesempatan tersebut, Wamenkes menyatakan masih banyak tantangan dalam penanggulangan TB saat ini, antara lain meningkatnya koinfeksi TB HIV; kasus TB Multi Drug Resistance (MDR); dan belum optimalnya manajemen dan kesinambungan pembiayaan program pengendalian TB.
“Kondisi tersebut diperparah dengan meningkatnya jumlah penderita penyakit-penyakit degeneratif seperti gangguan imunitas, masalah diabetes, meningkatnya angka perokok serta tingkat kemiskinan yang masih tinggi di Indonesia. Itu semua sangat berpengaruh terhadap peningkatan angka kesakitan akibat TB di Indonesia”, tambah Wamenkes.
Ditambahkan, penelitian yang dilakukan Badan Litbangkes pada serial Riskesnas baik 2007 maupun 2010, diperoleh beberapa fakta tentang TB, diantaranya TB masih merupakan penyebab utama kematian terutama diwilayah timur Indonesia. Kedua, pengetahuan dan pemahaman tentang TB serta penularannya masih rendah. Ketiga, banyak penderita TB yang tidak tuntas dalam pengobatan. Selain itu, diperlukan terobosan baru guna menurunkan prevalensi TB.
Pada akhirnya, keterbatasan sumber daya yang dimiliki sektor pemerintah dan besarnya tantangan yang ditimbulkan akibat penyakit TB, menjadikan pengendalian TB belum dapat berjalan optimal. Demi keberlanjutan program, maka dibutuhkan kemitraan antara berbagai sektor dengan NTP (National Tuberkulosis Program). Kemitraan yang tentunya harus berdasarkan visi untuk mewujudkan Indonesia Bebas TB pada tahun 2050.
“Kunci keberhasilan menuju Indonesia bebas TB adalah peran aktif dan semangat kemitraan dari semua pihak yang terkait melalui gerakan terpadu dan sinergis yang bersifat nasional”, tandasnya.
Sekilas menilik sejarah, program Pengendalian TB di Indonesia dimulai sebelum kemerdekaan RI. Pada saat itu program TB masih dilakukan oleh pihak swasta dan ditujukan hanya bagi kelompok masyarakat tertentu, sehingga terwujud pencanangan program pengendalian TB secara nasional pada tahun 1969 yang ditegaskan kembali tahun 1992 di mana Indonesia melakukan ujicoba strategi Directly Observed Treatment, Short-course (DOTS) untuk pertama kalinya. Setelah dilakukan uji coba, pada tahun 1995 strategi DOTS resmi menjadi strategi penanggulangan TB di Indonesia, sebagaimana direkomendasikan WHO. Sejak saat itu program penanggulangan TB DOTS diekspansi dan diakselerasi pada seluruh unit pelayanan kesehatan dan berbagai institusi terkait. Tahun 2010, dalam rangka mendukung strategi nasional program pengendalian TB, maka program diarahkan kepada universal access untuk cakupan dan kualitas pelayanan DOTS yang lebih luas.
Kongres IX PPTI diikuti 151 peserta, terdiri dari 27 peserta dari PPTI Pusat, 16 PPTI wilayah, 66 peseta dari PPTI Cabang, 6 peninjau dari PPTI Wilayah dan 35 pendengar dari PPTI pusat, wilayah dan cabang.
Tujuan Kongres IX PPTI, selain untuk memilih Ketua umum PPTI masa bakti 2012-2017 dan menilai laporan pertanggungjawaban Ketua Umum sebelumnya, juga mengkaji anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART), rencana strategi dan program PPTI mendatang. Selain itu, dalam Konres ini juga akan dipilih Ketua Badan Pengawas Perkumpulan.
Pada kesempatan tersebut juga diserahkan 333 tanda penghargaan dan tanda jasa bagi institusi maupun perorangan yang telah membantu pengembangan PPTI baik di tingkat Pusat, Wilayah, dan Cabang. Secara rinci, penghargaan tersebut terdiri dari 106 lencana Satya Bakti Utama, 81 Lencana Satya Bakti, 141 piagam dan 5 buah plakat. Secara simbolis, lencana Satya Bakti Utama diberikan kepada Ketua Kehormatan Pengurus PPTI Wilayah Bali, Ny. Ayu Pastika; Bupati Bantul Provinsi DI Yogyakarta, Hj. Sri Surya Widati; Bupati Bulungan, Provinsi Kalimantan Timur, Drs. H. Budiman Arifin; Ketua Pengurus PPTI Wilayah Jambi, H. Hasan Kasim, SH; Ketua Kehormatan Pengurus PPTI Cabang Kota Cimahi, Hj. Atty Suharti Tochija; Pengurus PPTI Cabang Kabupaten Kutai timur Provinsi Kalimantan Timur, Hj. Nor Baiti Isran; dan Bapak Arifin Panigoro, sebagai donatur tetap PPTI.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: (021) 52907416-9, faksimili: (021) 52921669, Pusat Tanggap Respon Cepat (PTRC):