Pada pertengahan 2012, Kelompok Kerja (Pokja) yang membahas tentang Persiapan Implementasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan telah menyepakati persentase premi untuk jaminan kesehatan bagi yang menerima upah (pekerja) sebesar lima persen dari gaji, dimana tiga persen dibayar oleh pemberi kerja, dan dua persen dibayar oleh pekerja. Sementara besaran premi masih berkisar antara 19 sampai 27 ribu rupiah.
Demikian disampaikan Wakil Menteri Kesehatan RI, Prof. dr. Ali Ghufron Mukti pada kegiatan Temu Media di Kantor Kementerian Kesehatan, Jakarta (29/6). Hadir pula dalam kegiatan tersebut, Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan (PPJK), drg. Usman Sumantri, MSc.
“Ini adalah kesepakatan sementara dari Pokja, tapi ini belum diputuskan. Hasil kesepakatan ini akan kita bawa ke pertemuan selanjutnya yang lebih tinggi, untuk dapat memutuskan hal tersebut”, ujar Prof. Ghufron.
Terkait pelayanan kesehatan, Prof. Ghufron mengatakan bahwa hingga 2014, pelayanan kelas di rumah sakit tidak akan terlalu mengalami perubahan. Pokja mengupayakan agar paket pelayanan yang diterima peserta Askes dan Jamsostek sebelumnya jangan sampai berkurang.
“Kemungkinan, antara Penerima Bantuan iuran (PBI) dengan yang membayar iuran, kelasnya masih berbeda. Suatu ketika, mungkin untuk pelayanan kesehatan dasar, baik PBI maupun peserta iuran kelasnya bisa sama”, terang Prof. Ghufron.
Mengenai kepesertaan, Prof. Ghufron menegaskan bahwa Pokja sepakat untuk memakai satu sumber data, yaitu data dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). Mengenai tanda kepesertaan, hingga saat ini masih belum diputuskan.
“Untuk sementara, menggunakan kartu. Meskipun hingga saat ini kita sedang memikirkan, bagaimana bisa menjadi satu kesatuan dengan e-KTP. Tapi belum, yang pasti sementara ini dengan kartu dulu”, kata Prof. Ghufron.
Sementara itu, Prof. Ghufron menjelaskan, BPJS akan menjamin paket pelayanan kesehatan dasar. Paket tersebut sudah memenuhi semua kebutuhan medis, kecuali yang bersifat aminitis (lebih ke arah kenyamanan) dan di luar indikasi medis. Namun, bila kita melihat tren ekonomi Indonesia yang terus membaik, dimana golongan kelas menengah semakin banyak, dan akan semakin banyak yang merasa tidak puas bila menggunakan paket pelayanan dasar.
“Karena itu, asuransi not for profit (BPJS) dengan asuransi swasta atau in-health for profit akhirnya dipisahkan”, terang Prof. Ghufron.
Pada kesempatan tersebut, Prof. Ghufron juga menyatakan bahwa in health tidak akan mengganggu sistem BPJS, justru komplementer karena memberi peluang untuk memberi kepuasan bagi para peserta yang merasa belum cukup dengan paket pelayanan dasar.
Hal lainnya, obat merupakan hal yang penting dalam sistem pelayanan kesehatan. Menjawab pertanyaan media tentang kewajiban pelayanan kesehatan menggunakan obat generik dalam sistem BPJS, Prof. Ghufron menyatakan Kemenkes akan mengembangkan formularium sebagai guideline, sebagai rujukan dan tidak bersifat memaksa. Lebih lanjut, Prof. Ghufron menjelaskan bahwa sistem pembayaran saat ini dan mungkin hingga 2014 masih menggunakan Indonesia Case Based Groups (INA CBG’s) yang berbasis diagnosis.
Dalam hal ini, Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan (PPJK), drg. Usman Sumantri menambahkan bahwa hal yang terpenting adalah prinsip rasional obat, dimana obat dipakai sesuai kebutuhan, tidak berlebih-lebihan.
“Obat mahal jangan dipersepsikan pasti bagus, belum tentu. Seringkali obat yang harganya mahal dengan obat yang harganya murah khasiatnya sama”, ujar drg. Usman.
Badan Penyelengara Jaminan Sosial (BPJS) merupakan salah satu bentuk solidaritas nasional yang akan diimplementasikan mulai 2014 mendatang. Empat paket manfaat yang telah disepakati, terdiri dari paket pelayanan kesehatan yang dijamin; dijamin tetapi dibatasi; tidak dijamin, dan pelayanan kesehatan yang bersifat urun biaya.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: (021) 52907416-9, faksimili: (021) 52921669, Pusat Tanggap Respon Cepat (PTRC): <kode lokal> 500-567 dan 081281562620 (sms), atau e-mail kontak@depkes.go.id