Menteri Kesehatan, dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH, menyaksikan penandatanganan Nota Kesepahaman antara Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan dengan 21 Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian di Indonesia di Kantor Kemenkes Jakarta, Senin, 15 Oktober 2012.
Penandatanganan Nota Kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) antara Kepala Badan Litbangkes dengan Rektor Perguruan Tinggi dalam rangka Riset Khusus Eksplorasi Pengetahuan Lokal Etnomedisin dan Tumbuhan Obat di Indonesia Berbasis Komunitas ini merupakan implementasi dari Peraturan Pemerintah No. 39 tahun 1995, tentang Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Peraturan Pemerintah Nomor 39 tahun 1995, pemerintah melalui presiden memberikan kewenangan kepada Menteri Kesehatan untuk melakukan pembinaan dan pengawasan kegiatan litbang kesehatan yang dilakukan oleh semua penyelenggara litbang, baik pemerintah, swasta, maupun badan internasional. Sebagai tindak lanjutnya diterbitkan Surat Keputusan Menteri nomor: 791/Menkes/SK/VII/1999 tentang Koordinasi Penyelenggaraan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan yang menunjuk Kepala Badan Litbangkes sebagai koordinator penyelenggaraan litbang kesehatan.
Paradigma sehat saat ini lebih ditekankan pada upaya preventif dan promotif meskipun upaya kuratif dan rehabilitatif tetap harus dijalankan untuk memberikan pelayanan kesehatan yang maksimal kepada masyarakat. Paradigma ini sejalan dengan hasil sensus yang menyebutkan bahwa jumlah orang yang mengeluh sakit hanya sekitar 28,15 % pada kurun waktu satu bulan sebelum dilakukan sensus (Susenas 2007), hal ini menunjukkan bahwa masih lebih banyak orang sehat dari pada yang mengeluh sakit. Berarti menjadi tugas sangat penting menjaga yang 72 % dalam kondisi tetap sehat dan bugar ini supaya tidak menjadi sakit dan tetap mempunyai produktivitas tinggi. Hal tersebut tercermin pula dalam Grand Strategy Kementerian Kesehatan yang pertama yaitu menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat melalui upaya pemeliharaan, peningkatan dan perlindungan kesehatan.
Upaya promotif-preventif sangat penting, oleh karena itu Kementerian Kesehatan memperkuat upaya promotif-preventif, antara lain dengan meningkatkan pembiayaan upaya promotif-preventif, melaksanakan Program Saintifikasi Jamu, dan menyediakan Bantuan Operasional Kesehatan atau BOK untuk seluruh Puskesmas di Indonesia. Jamu yang sebagian besar berasal dari tumbuhan obat diakui memberikan efek positif bagi kebugaran, pemeliharaan kesehatan, dan pengobatan. Sedangkan BOK dimaksudkan untuk memperkuat dan mendukung kegiatan operasional Puskesmas di lapangan yang sebagian besar adalah upaya promotif-preventif.
Indonesia sebagai negara yang dikenal memiliki kekayaan Biodiversitas kedua terbesar di dunia serta jumlah etnis yang begitu banyak tentunya memiliki keanekaragaman tumbuhan obat, jenis-jenis ramuan obat, berbagai metode pengobatan serta kearifan lokal dalam meramu dan menjaga kelestarian tumbuhan tersebut. Masyarakat khususnya masing-masing suku/etnis mempunyai berbagai cara dalam upaya menjaga kesehatannya, meliputi penggunaan obat tradisional/jamu oleh masyarakat sejak berabad-abad yang lalu, kearifan dalam pengobatan (Etno farmakologi) ini merupakan bagian dari budaya masing-masing etnis. Data BPS 2010 diketahui jumlah etnis di Indonesia sebanyak 1158 Etnis, yang tentunya memiliki kearifan masing-masing dalam memanfatkan, mengelola dan melestarikan tumbuhan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya (pengetahuan Etnobotani).
Sebagian besar tanaman obat dan obat tradisional di Indonesia masih tersimpan pada masyarakat. Tantangan yang harus disikapi dengan tepat adalah mempertahankan dan melestarikan kearifan local tersebut. Terutama dalam mempertahankan kepemilikan hak kekayaan intelektual dan dalam menyikapi dengan tepat, adil, dan sesuai aturan yang berlaku, setiap pelaksanaan benefit sharing dengan pihak luar, termasuk benefit sharing antara masyarakat pemilik informasi dengan para ilmuwan yang mengembangkan traditional knowledge dan local wisdom. Penerapan Material Transfer Agreement atau MTA pada setiap pengalihan spesimen biologis kepada pihak asing merupakan salah satu mekanisme yang perlu dipahami dan dilaksanakan dengan konsisten oleh segenap Warga Negara Indonesia dalam mengawal keanekaragaman-hayati atau biodiversitas yang merupakan aset bangsa dan negara. Dalam hal ini Pemerintah akan menjamin kelestarian tanaman obat, dan ini sesuai dengan UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pasal 99 yang menyatakan bahwa sumber sediaan farmasi yang berasal dari alam semesta dan sudah terbukti berkhasiat dan aman digunakan dalam pencegahan, pengobatan, dan/atau perawatan, serta pemeliharaan kesehatan tetap harus dijaga kelestariannya.
Kementerian Kesehatan mengambil inisiatif untuk menggalang kerjasama dengan perguruan tinggi, lembaga penelitian, kementerian/lembaga terkait, dan Pemerintah Daerah untuk melaksanakan riset Eksplorasi Pengetahuan Lokal Etnomedisin dan Tumbuhan Obat di Indonesia berbasis masyarakat. Kerjasama tersebut salah satunya antara Badan Litbang Kesehatan dengan 25 Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian di Indonesia. Penandatanganan Nota Kesepahaman hari ini (15/10) di Kantor Kemenkes dihadiri oleh 21 perguruan tinggi, 3 perguruan tinggi sudah melakukan penandatanganan sebelumnya dan 1 perguruan tinggi akan menyusul pada hari ini juga.
Riset ini dilaksanakan pertama kali secara nasional, melengkapi riset sebelumnya yang dilakukan oleh beberapa pihak namun dalam lingkup maupun area yang lebih kecil. Tujuan utama riset ini adalah diperolehnya database tentang tumbuhan obat, ramuan jamu dan kearifan lokal masyarakat dalam memanfaatkannya untuk kehidupan sehari-hari.
Menkes berharap agar kerjasama ini akan berlanjut dengan riset-riset lain di bidang kesehatan. Dengan demikian, dapat diciptakan penemuan baru, pengetahuan baru, inovasi baru, teknologi baru dan produk baru yang dapat dimanfaatkan seluas-luasnya oleh masyarakat.
Pada kesempatan tersebut Menkes mengharapkan agar setiap provinsi dan kabupaten/kota memiliki logo untuk tumbuhan obat atau ramuan spesifik daerah yang menjadi unggulan dan icon daerah. Misalnya ramuan batimung dari Kalimantan, tumbuhan Rafflesia padma dari Bengkulu, agore atau Caesalpinia baghore dan buah merah atau Pandanus conodaiu dari Papua. Selain itu, agar para ilmuwan dan peneliti dapat mengembangkan teknologi sediaan jamu yang lebih praktis untuk dikonsumsi dan enak rasanya terutama untuk jamu preventif. Dengan demikian, jamu mampu bersaing dengan produk asing yang semakin agresif memasarkan produknya di Tanah Air.
Menkes juga mengucapkan selamat melaksanakan Survei Nasional Eksplorasi Pengetahuan Lokal Etnofarmakologi dan Tumbuhan Obat di seluruh wilayah Indonesia.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: (021) 52907416-9, faksimili: (021) 52921669, Pusat Tanggap Respon Cepat (PTRC):