Menkes RI, dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH, mengungkapkan empat tantangan sekaligus peluang dalam pengembangan kebijakan gizi di masa mendatang. Hal ini disampaikan dalam paparannya yang berjudul “Arah Kebijakan Pembangunan Gizi di Indonesia”, pada kegiatan Widyakarya Nasional Pangan dan gizi ke X tahun 2012 di Jakarta (20/11).
Pertama, daya beli masyarakat akan terus meningkat, namun kesenjangan masih tetap ada. Kedua, perubahan struktur demografi berkaitan dengan urbanisasi dan peningkatan proporsi penduduk Lansia. Ketiga, perubahan gaya hidup yang terkait dengan pola makan, meliputi kebiasaan makan di luar rumah, konsumsi pangan olahan meningkat, makan tidak seimbang (tinggi minyak/ lemak/ gula dan rendah sayur/ buah/ pangan hewani). Keempat, masalah kekurangan gizi semakin bisa ditanggulangi, sementara prevalensi stunting masih tinggi, dan gizi lebih serta angka penyakit tidak menular (PTM) akan meningkat.
Menkes juga menerangkan bahwa Program Gizi dikembangkan secara bertahap dan disesuaikan dengan tahapan pembangunan serta perkembangan masalah gizi.
Pada tahun 1970-an, Pemerintah merintis Program Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) untuk memerangi masalah Kurang Energi Protein, Kurang Vitamin A, Gangguan Akibat Kurang Iodium dan Anemia Gizi. Pada tahun 1984, untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi, kegiatan pelayanan gizi diintegrasikan dengan pelayanan imunisasi, pelayanan KIA dan KB di Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu). Tahun 1998, dengan adanya krisis ekonomi dikembangkan program Jaring Pengaman Sosial (Social Safety Net) di bidang gizi dan diperkenalkan pemberian makanan tambahan kepada ibu dan anak.
“Mulai tahun 2000, fokus program perbaikan gizi ada percepatan sasaran MDGs, khususnya sasaran MDG1, dengan mengembangkan konsep Keluarga Sadar Gizi untuk meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan gizi. Tahun 2010, upaya perbaikan gizi diarahkan untuk menurunkan prevalensi gizi kurang dan stunting, dengan prioritas sasaran 1000 hari pertama kehidupan”, terang Menkes.
Pada akhir paparannya, berdasarkan perkembangan masalah gizi dan kecenderungan faktor risiko, Menkes menyatakan bahwa perbaikan gizi harus menjadi agenda pembangunan nasional, karena dampak gizi terkait dengan kualitas sumber daya manusia, ketahanan pangan, ekonomi, pendidikan, dan budaya. Selain itu, dibutuhkan penguatan integrasi intervensi gizi ke dalam intervensi program lain, serta penguatan riset dan pengembangan termasuk monitoring dan evaluasi.
“Diperlukan upaya perlindungan khusus untuk keluarga miskin, ibu hamil dan anak, agar terpenuhi kebutuhan gizi dan kebutuhan dasar lainnya”, tandas Menkes.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: (021) 52907416-9, faksimili: (021) 52921669, Pusat Tanggap Respon Cepat (PTRC): <kode lokal> 500-567 dan 081281562620 (sms), atau e-mail kontak@depkes.go.id.