Pasar farmasi di Indonesia dan Asia Pasifik berkembang dengan pesat. Di Indonesia pasar farmasi bertambah sekitar 12-14% per tahunnya. Kenaikan tersebut karena meningkatnya jumlah konsumsi obat yang disebabkan peningkatan daya beli masyarakat, juga diakibatkan karena bertambahnya penduduk usia 65 tahun ke atas yang turut menggerakan konsumsi obat lebih banyak.
Demikian pula dengan pasar obat herbal di Indonesia, terus mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Pada tahun 2006, pasar obat herbal Indonesia mencapai Rp. 5 triliun, 2007 meningkat menjadi Rp. 6 triliun, 2008 menjadi Rp. 7,2 triliun, dan 2012 mencapai Rp. 13 triliun.
Sementara itu, penjualan kosmetik nasional pada tahun 2013 ditargetkan tumbuh 15% menjadi Rp. 11,22 triliun dari proyeksi tahun 2012 sebesar Rp. 9,76 triliun berkat bertambahnya konsumsi kosmetik kelas menengah. Selain itu diketahui bahwa selama lima tahun terakhir pertumbuhan konsumsi makanan olahan meningkat hingga 41%.
Demikian pernyataan Plt. Sekretaris Jenderal Kemenkes RI, dr. Supriyantoro, Sp.P., MARS, pada peringatan HUT Badan POM ke-12, di Jakarta (31/1). Tema HUT tahun ini adalah Pemberdayaan Masyarakat dalam Upaya Peningkatan Kesadaran Masyarakat untuk Turut Berperan Aktif dalam Pengawasan Obat dan Makanan.
“Dalam era globalisasi ini, tidak dapat dibendung muncul berbagai tantangan dan masalah yang dapat berdampak pada Pembangunan Kesehatan, antara lain perkembangan pasar farmasi dan makanan olahan”, kata dr. Supriyantoro.
Menurut dr. Supriyantoro, pemberdayaan masyarakat merupakan salah satu strategi demand side untuk mewujudkan kemampuan dan kemandirian masyarakat dalam melindungi dirinya sendiri, serta cerdas dan kritis dalam memilih produk yang memenuhi syarat dan sesuai dengan kebutuhannya.
Untuk peningkatan kepentingan pelayanan publik, Badan POM meluncurkan 2 program, yaitu Aplikasi e-Registrasi obat (Aero), ditujukan untuk obat yang mengandung zat aktif sama dengan obat yang sudah terdaftar. Dan Aplikasi Sistem Registrasi Obat Tradisional (ASROT), ditujukan untuk kategori produk obat tradisional low risk. Implementasi kedua program tersebut, dapat memangkas waktu pelayanan registrasi obat, untuk AeRO dari 250 hari kerja menjadi 150 hari kerja. Untuk ASROT dari 30 hari kerja menjadi 7 hari kerja.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jendral Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline