Risiko kesehatan selalu mengikuti setiap gerak nelayan dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya. Saat melakukan penyelaman seringkali terjadi kecelakaan, dimana nelayan tidak segera mendapat pertolongan bisa mengalami kelumpuhan, bahkan kematian.
Demikian pernyataan Menteri Kesehatan, RI, dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH, saat meluncurkan program Pemberdayaan Kesehatan Masyarakat Pesisir atau Green Urban Living, serta kegiatan “Berlari untuk Berbagi” di Desa Untia, Kecamatan Biringkanaya, Makassar (23/2). Kegiatan tersebut dihadiri oleh Gubernur Sulawesi Selatan, Syahrul Yasin Limpo; Direktur Bosowa Foundation, Melinda Aksa; Direktur Utama PT Semen Bosowa, Subhan Aksa; dan penggagas Komunitas Berlari untuk Berbagi, Sandiaga Uno.
“Pertolongan pertama untuk mencegah kecacatan dan kematian, itu sangat penting”, ujar Menkes.
Mengutip data hasil penelitian Kementerian Kesehatan (2006) mengenai penyakit dan kecelakaan yang terjadi pada nelayan dan penyelam tradisional, menyebutkan bahwa sejumlah nelayan di Pulau Bungin, Nusa Tenggara Barat menderita nyeri persendian (57,5%) dan gangguan pendengaran ringan sampai ketulian (11,3%). Sedangkan, nelayan di Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, mengalami kasus barotrauma (41,37%) dan kelainan dekompresi (6,91%).
Sementara itu, hasil penelitian Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (2006) di Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat menyatakan bahwa penyakit yang kerap diderita nelayan antara lain kurang gizi, kelainan kulit akibat paparan sinar matahari (hyperpigmentasi) baik di muka maupun di tangan, gangguan pendengaran akibat kebisingan yang ditimbulkan mesin tempel perahu, serta kelainan mata.
Selanjutnya, Menkes menyatakan bahwa kelompok nelayan di Tanah Air kita mendapatkan perhatian khusus dalam upaya pembangunan kesehatan 2010-2014. Data BPS tahun 2011 menunjukkan bahwa di Indonesia terdapat sekitar 8.090 desa pesisir yang tersebar di 300 kabupaten/kota pesisir. Dari 234,2 juta jiwa penduduk Indonesia, ada 67,87 juta jiwa yang bekerja di sektor informal, dan sekitar 30% diantaranya adalah nelayan. Data lainnya, 31 juta penduduk miskin di Indonesia, sekitar 7,87 juta jiwa (25,14%) di antaranya adalah nelayan dan masyarakat pesisir.
“Nelayan adalah kelompok masyarakat yang rawan kemiskinan dikarenakan pekerjaannya sangat dipengaruhi oleh kondisi cuaca dan musim. Dalam setahun rata-rata nelayan hanya dapat melaut dalam 172 hari”, ujar Menkes.
Pada kesempatan tersebut, Menkes mengharapkan jajaran Pemerintah Daerah untuk dapat melakukan: Penguatan koordinasi pelaksanaan upaya peningkatan kesehatan masyarakat nelayan; Pembuatan peta masalah kesehatan masyarakat nelayan di wilayahnya; Peningkatan pelayanan kesehatan bagi masyarakat nelayan; dan Pemberdayaan masyarakat nelayan di bidang kesehatan.
“Saya dengar di Makassar baru satu dan tidak terlalu besar, sementara jumlah nelayan kita sangat besar.Saya sangat berharap Bosowa juga dapat memberikan Hiperbarik Chamber kepada masyarakat di Kampung Nelayan ini”, tambah Menkes.
Menkes juga menyampaikan apresiasi kepada Bosowa Corporindo yang telah merencanakan untuk melaksanakan kegiatan corporate social responsility CSR, terkait perbaikan higiene-sanitasi serta penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di masyarakat.
“Ini adalah salah satu contoh Public-Private Partnership di bidang kesehatan yang baik”, tandas Menkes.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline