Sesuai dengan amanat Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang-Undang No. 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, pada 1 Januari 2014 akan dimulai pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), menuju pencapaian jaminan kesehatan semesta atau Universal Health Coverage (UHC) secara bertahap pada 2019.
Lebih lanjut, Pasal 26 Perpres No. 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan menegaskan perlunya Health Technology Assessment (HTA) dalam menentukan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan medis. Karena itu, pelaksanaan JKN memerlukan integrasi berbagai sub sistem kesehatan seperti pembiayaan kesehatan, pelayanan kesehatan, sumber daya manusia, sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan, serta memerlukan dukungan penelitian dan pengembangan kesehatan.
Demikian pernyataan Menteri Kesehatan RI, dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH, yang dibacakan oleh Wakil Menteri Kesehatan RI, Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, MSc, PhD, saat memberikan keynote speech pada seminar “Evaluasi Ekonomi dan Health Technology Assessment untuk Jaminan Kesehatan Nasional” di Jakarta (27/2).
“Untuk itu, diperlukan analisa terstruktur dari seluruh sub sistem kesehatan, sehingga dihasilkan HTA yang sesuai kebutuhan”, ujar Menkes.
Menkes mengatakan, berdasarkan peraturan Presiden Nomor 72 tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional (SKN) mengamanatkan bahwa pembiayaan kesehatan adalah salah satu sub sistem yang sangat penting dalam penyelenggaraan kegiatan pembangunan kesehatan.
“Pembiayaan kesehatan yang bersumber dari Pemerintah, Masyarakat, atau Swasta harus digali seoptimal mungkin, agar besarannya memadai, dialokasikan dengan tepat, dimanfaatkan secara efektif dan efisien”, kata Menkes.
Menkes menerangkan, gambaran tentang pembiayaan kesehatan yang ada di Indonesia dapat diperoleh dari data National Health Account dimana Total Health Expenditure, baik bersumber dari Pemerintah dan Masyarakat adalah sekitar 3% dari Produk Domestik Bruto. Nilai ini masih rendah bila dibandingkan dengan beberapa negara ASEAN, seperti Thailand (3,7%), Malaysia (4,4%), dan Filipina (3,9%). Sementara itu, WHO menganjurkan agar Total Health Expenditure suatu negara adalah sebesar 5% dari Produk Domestik Bruto.
“Pemerintah akan menghitung secara akurat pembiayaan upaya-upaya promotif dan preventif dan mengupayakan penyediaan dan kecukupan anggaran pelayanan kesehatan masyarakat. Sedangkan pembiayaan Pelayanan Kesehatan Perorangan diperoleh dari konstribusi masyarakat dan Pemerintah dalam bentuk iuran”, tambah Menkes.
Menkes menambahkan, selain upaya optimalisasi pembiayaan kesehatan, Pemerintah juga berupaya untuk melakukan pengendalian pembiayaan kesehatan dengan menetapkan 4 butir kebijakan, yaitu: Implementasi jaminan kesehatan nasional untuk mengurangi pembiayaan secara out of pocket; Penguatan upaya kesehatan promotif dan preventif dengan tujuan untuk mengurangi angka kesakitan sehingga biaya kesehatan akan menurun; Penataan sistem pelayanan dan pendistribusian obat dan alat kesehatan untuk menekan harga obat dan alat kesehatan dengan mekanisme e-catalogue, penyusunan formularium obat nasional dan Health Technology Assessment; serta Penerapan pola pembayaran prospektif untuk pengendalian biaya kesehatan pada jenjang fasilitas kesehatan.
Selanjutnya, Menkes juga menyatakan bahwa dalam pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) beberapa hal yang perlu dilaksanakan, antara lain: (1) Melakukan kajian sehingga dapat dihasilkan evidence based untuk penyempurnaan Health Technology Assessment; (2) Menerapkan Health Technology Assessment secara konsisten sehingga dapat memberikan pelayanan kesehatan yang cost effective dan bermutu; (3) Menjamin ketersediaan, keterjangkauan obat, alat kesehatan dengan teknologi yang sesuai standar keamanan, manfaat dan mutu; serta (4)aMenyiapkan SDM yang memiliki kompetensi bidang Health Technology Assessment.
“Pelaksanaan Health Technology Assessment harus dilakukan secara konsisten oleh semua pemangku kepentingan, agar pelayanan kesehatan dapat dilaksanakan dengan kendali biaya dan kendali mutu”, tandas Menkes.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline <kode lokal> 500-567; SMS 081281562620, faksimili: (021) 52921669, website www.depkes.go.id dan alamat e-mail kontak@depkes.go.id.