Rabu (20/3) lalu, Indonesia mendapatkan Achievement Award dari Global Health USAID sebagai negara yang paling berhasil dalam mengatasi permasalahan Tuberkulosis (TB). Berkenaan dengan hal tersebut, Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kemkes RI, Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, Sp.P(K), MARS, DTM&H, DTCE, melalui surat elektroniknya kepada Pusat Komunikasi Publik Kemkes RI, menyampaikan bahwa walaupun dunia internasional telah memberikan apresiasi besar terhadap pengendalian TB di Indonesia, tantangan masalah TB ke depan tidak semakin ringan.
“Tantangan tersebut, diantaranya meningkatnya koinfeksi TB-HIV, kasus TB-MDR, manajemen dan kesinambungan pembiayaan program pengendalian TB. Selain itu, bila berbicara jumlah, meski sudah berhasil ditekan, tetapi jumlah pasien TB dan kematian akibat TB masih cukup banyak”, ujar Prof. Tjandra.
Untuk menghadapi tantangan tersebut, beberapa program terobosan telah dilakukan Kemkes RI, antara lain: 1) Diikutsertakannya pengetahuan dan pelaksanaan TB pada proses Akreditasi Rumah Sakit, Surat Tanda Register (STR) atau Surat Ijin Praktik (SIP) oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dan Surat Ijin Praktek Apoteker(SIPA) oleh Ikatan Apoteker Indonesia (IAI); 2) Penggunaan Rapid Diagnostic Test dalam Pemeriksaan TB melalui implementasi metode Line Probe Assay (LPA) atau HAIN test; 3)Penggunaan 17 Gen Expert secara bertahap; 4) Penetapan dan pelaksanaan Laboratorium Rujukan TB Nasional atau National Tuberculosis Referral Laboratory; 5) Kerjasama dengan asuransi kesehatan dengan penggagasan penerapan standar pengobatan TB dengan DOTS bagi seluruh pasien TB, bersama Jamsostek, Jamkesmas, dan Jamkesda; 6) Pengajuan Prakualifikasi Obat TB ke WHO untuk 3 BUMN yaitu Kimia Farma, IndoFarma, Phapros bekerjasama Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemkes RI dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM); 7) Penyusunan Exit Strategy program pengendalian TB untuk mengurangi ketergantungan terhadap dana donor; 8) Pelaksanaan Survei Nasional Prevalens TB; 9) Inisiasi penerapan tes tuberkulin untuk mendukung diagnosis TB pada anak; dan 10)Inisiasi pengobatan profilaksis Isoniazid (INH) bagi orang dengan HIV-AIDS (ODHA).
Indonesia telah berhasil menurunkan insidens, prevalens, dan angka kematian akibat TB. Insidens TB berhasil diturunkan sebesar 45%, yaitu 343 per 100.000 penduduk (1990) menjadi 189 per 100.000 penduduk (2010). Prevalensi TB diturunkan sebesar 35%, yaitu 443 per 100.000 penduduk (1990) menjadi 289 per 100.000 penduduk (2010). Selanjutnya, angka kematian diturunkan sebesar 71%, yaitu 92 per 100.000 penduduk (1990) menjadi 27 per 100.000 penduduk (2010).
Beberapa kegiatan yang menonjol dalam upaya pengendalian TB di Indonesia, yang merupakan kerja sama antara Kemkes RI dengan Dinas Kesehatan di daerah, antara lain: 1) Public-Private Mix (PPM) layanan Directly Observed Treatment, Short-course (DOTS) pada kelompok dokter praktek swasta, baik dokter umum maupun dokter spesialis; 2) Penguatan jejaring Layanan TB di RS; 3) Pengembangan RS rujukan layanan Tuberkulosis Multi Drug Resistant (TB-MDR) pada 5 RS; 4) Implementasi elektronik TB manager pada 5 RS rujukan layanan TB MDR; 5) Penguatan dan penerapan kebijakan satu pintu secara nasional pada manajemen logistik Obat Anti TB (OAT); 6) Sertifikasi 5 laboratorium kultur dan Drug Susceptibility Test (DST) oleh WHO dan Institute of Medical & Veterinary Science (IMVS) Adelide Australia; dan 7) Kolaborasi dengan perkumpulan pasien dan penguatan peran pasien dalam pengendalian TB.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jendral Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline <kode lokal> 500-567; SMS 081281562620, faksimili (021) 52921669, alamat e-mail kontak@depkes.go.idThis e-mail address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it .