Indonesia mendapatkan Champion Award for Exeptional Work in the Fight Againts TB yang diperoleh dari USAID Global Health atas prestasi luar biasa dalam penanggulangan Tuberkulosis (TB). Penghargaan tersebut diberikan bertepatan dengan Peringatan Hari Tuberkulosis Sedunia tahun 2013, kepada Pemerintah Indonesia, melalui Menteri Kesehatan RI, dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH, yang diwakili oleh Duta Besar RI untuk Amerika Serikat, Dr. Dino Patti Djalal, di Washington DC pada Maret (20/3) lalu. Hari ini (18/4), Menteri Kesehatan RI, dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH, akhirnya menerima secara langsung trophy penghargaan tersebut dari Duta Besar Amerika Serikat (AS) untuk Republik Indonesia (RI), Mr. Scot Marciel, di Kantor Kementerian Kesehatan RI di Jakarta.
Dalam sambutannya, Menkes menyatakan bahwa Indonesia telah membuat kemajuan luar biasa dalam pengelolaan program pengendalian TB yang efektif, yakni sejak strategi Directly Observed Treatment Short-course (DOTS) diperkenalkan di Indonesia lebih dari satu dekade lalu.
“Tingkat keberhasilan pengobatan TB lebih dari 90% dan tingkat deteksi kasus TB baru di atas 70%, secara konsisten telah tercapai. Dengan mencapai target tersebut, Indonesia telah memberikan kontribusi signifikan dalam mencapai target TB global”, ujar Menkes.
Indonesia dianggap membuat kemajuan besar dalam pengendalian TB, salah satunya karena berhasil menunjukkan kepemimpinan yang luar biasa dalam memperkenalkan teknologi diagnostik baru, GeneXpert.
“Perkembangan ini telah membuat perbaikan yang signifikan bagi pasien untuk mendapat akses diagnosis TB Multi-Drug Resistant (TB-MDR)”, kata Menkes.
Menkes menerangkan, Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang mempelopori agar target ‘universal access’ untuk TB-MDR masuk ke dalam kebijakan nasional. Meskipun masih dalam tahap awal, Programatic Multi Drug Resistant TB (PMDT) telah berhasil mencapai tingkat ‘dapat diterima secara internasional’.
“Ada indikasi bahwa di tahun-tahun mendatang program PMDT akan diakui sebagai model dan praktik yang baik sebagai masukan bagi negara lain”, tambah Menkes.
Program TB Nasional juga dinilai telah berhasil mengembangkan kemitraan yang kuat dengan masyarakat sipil dan organisasi non-pemerintah (LSM) yang bekerja di tingkat masyarakat. Selain itu, Indonesia juga dinilai aktif melibatkan penyedia layanan swasta dan bergerak cepat pada pelaksanaan International Standards of Care.
Melalui kesempatan tersebut, Menkes menyampaikan penghargaan atas dukungan USAID Global Health dan Pemerintah Amerika Serikat untuk kemitraan yang luar biasa, selama lebih dari satu dekade, dalam penanggulangan TB di Indonesia. Menkes juga menyampaikan terima kasih atas apresiasi terhadap upaya Indonesia dalam memerangi TB.
Secara khusus, Menkes mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah menyukseskan Program TB Nasional baik di tingkat Pusat, Provinsi, Kabupaten dan Kota, dan para petugas kesehatan di Puskesmas, Rumah Sakit, dan Balai Kesehatan Paru atas dedikasinya untuk melayani Pasien TB di seluruh Indonesia.
“Kerjasama harus terus dilakukan dan kami berharap dapat meningkatkan kemitraan untuk menghadapi tantangan di masa mendatang”, kata Menkes.
Untuk tahun-tahun mendatang, Pemerintah akan berfokus untuk: 1) Mendorong pelaporan dan deteksi kasus terutama di kalangan perempuan dan anak-anak; 2) Memperkuat upaya untuk memastikan agar ‘universal access’ untuk diagnosis dan pengobatan TB-MDR dapat dicapai dan berkelanjutan; 3) Memperkuat sistem laboratorium, untuk meningkatkan diagnosis, termasuk untuk TB-MDR; 4) Meningkatkan pelayanan untuk pasien yang terinfeksi TB dan HIV, dan memastikan bahwa pasien kedua penyakit tersebut mendapatkan pengobatan.
WHO menyatakan bahwa Tuberkulosis merupakan global emergency pada awal tahun 1990-an. Hingga saat ini, TB merupakan penyakit menular yang masih menjadi tantangan bagi banyak negara di dunia. Indonesia termasuk sebagai salah satu negara dengan beban TB tinggi di dunia.
“Setiap tahun, TB mengakibatkan beban ekonomi dan sosial yang cukup besar. Banyak orang yang hidup dengan TB tidak mampu bekerja atau melanjutkan pendidikan mereka, Banyak juga dari mereka yang kehilangan keluarga dan teman-teman dan menghadapi stigma”, kata Menkes.
Padahal, TB sebenarnya bisa dieliminasi melalui penguatan di bidang penelitian dan deteksi dini, kemitraan, akses pengobatan yang lebih baik, advokasi, dan pemberdayaan masyarakat.
“Dengan penguatan identifikasi kasus awal dan pengobatan kasus baru, mari kita ciptakan komunitas di seluruh dunia yang bebas TB!”, tandas Menkes.
Untuk menghadapi tantangan masalah TB ke depan, beberapa program terobosan telah dilakukan Kemenkes RI, antara lain: 1) Diikutsertakannya pengetahuan dan pelaksanaan TB pada proses Akreditasi Rumah Sakit, Surat Tanda Register (STR) atau Surat Ijin Praktik (SIP) oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dan Surat Ijin Praktek Apoteker(SIPA) oleh Ikatan Apoteker Indonesia (IAI); 2)Penggunaan Rapid Diagnostic Test dalam Pemeriksaan TB melalui implementasi metode Line Probe Assay (LPA) atau HAIN test; 3) Penggunaan 17 Gen Expert secara bertahap; 4) Penetapan dan pelaksanaan Laboratorium Rujukan TB Nasional atau National Tuberculosis Referral Laboratory; 5) Kerjasama dengan asuransi kesehatan dengan penggagasan penerapan standar pengobatan TB dengan DOTS bagi seluruh pasien TB, bersama Jamsostek, Jamkesmas, dan Jamkesda; 6)Pengajuan Prakualifikasi Obat TB ke WHO untuk 3 BUMN yaitu Kimia Farma, IndoFarma, Phapros bekerjasama Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemkes RI dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM); 7) Penyusunan Exit Strategy program pengendalian TB untuk mengurangi ketergantungan terhadap dana donor; 8) Pelaksanaan Survei Nasional Prevalens TB; 9) Inisiasi penerapan tes tuberkulin untuk mendukung diagnosis TB pada anak; dan 10) Inisiasi pengobatan profilaksis Isoniazid (INH) bagi orang dengan HIV-AIDS (ODHA).
Selain itu, beberapa kegiatan yang menonjol dalam upaya pengendalian TB di Indonesia, yang merupakan kerja sama antara Kemkes RI dengan Dinas Kesehatan di daerah, antara lain: 1) Public-Private Mix (PPM) layanan DOTS pada kelompok dokter praktek swasta, baik dokter umum maupun dokter spesialis; 2) Penguatan jejaring Layanan TB di RS; 3) Pengembangan RS rujukan layanan TB-MDR pada 5 RS; 4) Implementasi elektronik TB Manager pada 5 RS rujukan layanan TB MDR; 5)Penguatan dan penerapan kebijakan satu pintu secara nasional pada manajemen logistik Obat Anti TB (OAT); 6) Sertifikasi 5 laboratorium kultur dan Drug Susceptibility Test (DST) oleh WHO dan Institute of Medical & Veterinary Science (IMVS) Adelide Australia; serta 7) Kolaborasi dengan perkumpulan pasien dan penguatan peran pasien dalam pengendalian TB.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline <kode lokal> 500-567; SMS 081281562620, faksimili (021) 52921669, website www.depkes.go.id dan e-mail [email protected].