Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan RI, Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, SpP(K), MARS, DTM&h, DTCE telah dipilih oleh WHO South East Asia sebagai anggota Technical advisory Group (TAG) dari Asia Pasific Strategy for Emerging Disease. Hal ini baru pertama kali ada perwakilan dari Indonesia untuk duduk dalam TAG APSED yang sudah dibentuk hampir 10 tahun Asia Pasifik.
Sebagai anggota TAG APSED yang mewakili Indonesia, Prof. Tjandra telah mengikuti pertemuan Bi-regional Meeting on the Asia Pasific Strategy for Emerging Diseases yang diselenggarakan di Kathmandu Nepal, tanggal 15 Juli 2013 yang dihadiri oleh 20 orang anggota TAG dan observer dari organisasi internasional membahas berbagai aspek implementasi International Health Regulation (IHR).
Pada kesempatan itu, Prof. Tjandra menyampaikan beberapa hal yang perlu diantisipasi dalam pelayanan kesehatan haji di dunia tahun 2013 yaitu cuaca, proses perluasan masjid dan Midle East respiratory Syindrom Corona Virus (MERS CoV).
Selanjutnya Prof. Tjandra menyampaikan betapa pentingnya perhatian APSED pada penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di kawasan Asia Pasifik, sebagaimana adanya KLB di Laos sementara di negara lain termasuk semua Negara ASEAN masih menjadi permasalahan.
Pada kesempatan yang sama Prof Tjandra mengatakan bahwa Komnas Flu Burung di Indonesia saat ini sudah diubah menjadi Komnas Zoonosis. Sedangkan untuk hal yang berkaitan dengan penyakit Leptospirosis di Indonesia. Tidak saja terjadi pada waktu banjir seperti di Filipina, tetapi juga kejadian lanjutan setelah letusan gunung berapi. “Untuk itu, diperlukan adanya teknologi khusus untuk membasmi tikus di kawasan sawah yang sangat luas”, ungkap Prof Tjandra.
Saat ini Indonesia sudah membentuk Komnas IHR yang meliputi pihak-pihak terkait, termasuk menanggung aspek radiasi. Sedang kemungkinan perpanjangan kesiapan Negara-negara untuk penerapan core capacities IHR dari tahun 2014 menjadi tahun2016, Prof. Tjandra menyarankan agar sebaiknya ditentukan mana yang harus dipenuhi dan yang masih harus diproses, bahkan sesudah tahun 2016 dan selanjutnya.
Agenda acara hari ke dua, 16 juli 2013, adalah Biregional APSED Meeting 2013, yang dihadiri lebih dari 100 peserta dan dibuka oleh Menteri Kesehatan Nepal. Pada kesempatan itu pula Indonesia turut mempresentasikan succes story penanggulangan Rabies di Bali. Pada tahun 2010 ditemukan 82 kasus Rabies dan pada tahun2013 sampai bulan Juli ini tidak ditemukan kasus yang serupa.
Sebagai perwakilan dari Indonesia Prof. Tjandra berkesempatan untuk menjadi Chair Person pada Plennary ke-3 Biregional APSED Meeting 2013 membahas pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam penerapan IHR dan penanggulangan kejadian luar biasa di suatu negara. Selain itu pihak organisasi pertanian (FAO) dan organisasi kesehatan hewan (OIE) turut berperan dalam pengendalian masalah kesehatan.
Pada sesi tanya jawab diantara peserta menanyakan tentang seberapa mungkin resistensi antibiotika pada hewan akan mempengaruhi masyarakat. Selain itu, Wakil WHO WPRO menjelaskan peran aspek kimia dan radiasi dengan mengambil contoh kejadian kerusakan reactor nuklir di Fukushima Jepang.dan menyampaikan draft rekomendasi penanganan aspek kimia dan radiasi. Dalam diskusi tersebut telah berkembang “pentingnya perhatian dampak buruk pestisida dan keracunan makanan bagi kesehatan” ungkap Prof Tjandra.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline <kode lokal> 500-567; SMS 081281562620, faksimili: (021) 52921669, website www.depkes.go.id dan alamat email kontak@depkes.go.id.