Beberapa hari lagi, tepatnya 24 Juni 2014, Pictorial Health Warning (PHW) atau peringatan kesehatan pada kemasan produk tembakau efektif diberlakukan. PHW merupakan amanat dari Undang-undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan (pasal 114 dan pasal 116) yang kemudian diturunkan menjadi Peraturan Pemerintah No. 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Tembakau Bagi Kesehatan (pasal 14–17) serta Peraturan Menteri Kesehatan No. 28 Tahun 2013 tentang Pencantuman Peringatan Kesehatan dan Informasi Kesehatan Pada Kemasan Produk Tembakau.
Dalam acara jumpa pers yang digelar Kamis, 19 Juni 2014 di kantor Kementerian Kesehatan RI, Menteri Kesehatan RI dr. Nafsiah Mboi, Sp.A., MPH kembali mengingatkan agar semua industri rokok di Indonesia mematuhi peraturan tersebut. Menkes juga mengimbau, pemerintah, masyarakat, termasuk media massa untuk mengawasi penerapan PHW.
Imbauan Menkes tersebut disebabkan kekhawatirannya terhadap jumlah perokok di Indonesia yang semakin meningkat. Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) dan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menunjukkan terjadinya peningkatan prevalensi perokok usia 15 tahun ke atas yaitu 27 % (Susenas 1995), 31,5 % (SKRT 2001), 34,4 % (Susenas 2004), 34,7% (Riskesdas 2007), dan 36,3% (Riskesdas 2013).
Walaupun proporsi perokok wanita lebih rendah dibandingkan pria, namun terjadi juga peningkatan yaitu 1,7 % (1995), 1,3% (2001), 4,5 % (2004), 4,2% (2007) dan 6,9% (2013). Tahun 2013, diperkirakan 6,3 juta wanita Indonesia adalah perokok. “Dampak rokok pada wanita tidak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga janin dan bayinya. Itu yang sangat merisaukan kita,” tutur Menkes.
Sejumlah penelitian menjelaskan bahwa rokok mengandung 4.000 bahan kimia yang adiktif, di mana 400 diantaranya beracun dan 40 bersifat karsinogenik serta merupakan penyebab utama 6 dari 8 kematian terbesar di dunia. Beberapa penyakit tersebut adalah penyakit jantung isemik, penyakit kardiovaskuler, infeksi saluran pernapasan bawah, penyakit paru kronik obstruktif, TB, dan kanker paru. “Orang Indonesia yang meninggal karena penyakit terkait rokok sudah cukup banyak. Apakah tidak kasihan? Bahkan, baru-baru ini ada kasus penderita stroke yang baru berusia 35 tahun disebabkan dia perokok berat sejak 11 tahun. Hal itu mengapa tidak menjadi perhatian kita?” ujar Menkes.
Menkes berharap penerapan PHW menjadi penghambat generasi muda atau perokok pemula ketika akan memutuskan untuk merokok. “Mereka agak enggan membeli rokok karena peringatan atau informasinya disampaikan secara visual,” kata Menkes.
Berkaitan dengan kesiapan industri rokok Indonesia dalam menerapkan PHW, Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), Drs. T. Bahdar Johan H, Apt., M. Pharm, yang juga hadir di acara jumpa pers kemarin, menjelaskan baru 41 dari 672 industri rokok di Indonesia yang memberikan contoh gambar yang akan mereka cantumkan di kemasan. “Yang baru mendaftar baru 208 merek (dari 41 industri rokok),” jelas Bahdar.
Meski baru 6,2% industri rokok yang memperlihatkan keseriusan dalam mematuhi aturan PHW, Menkes mengapresiasi itikad baik ke-41 industri rokok tersebut. “Saya mengucapkan terima kasih kepada 41 perusahaan rokok dan 208 merek rokok yang sudah mendaftarkan diri ke BPOM,” ucap Menkes.
Sedangkan, untuk industri rokok yang tidak mematuhi aturan PHW pada 24 Juni 2014 mendatang tentu akan ada sanksi. “Sesuai UU 36/2009, di situ dikatakan pelanggaran akan mendapat sanksi. Ini bukan hanya produksi dalam negeri, tapi juga impor. Dipidana penjara paling lama 5 tahun, denda paling banyak 500 juta,” papar Menkes. Selain itu, tambah Menkes, dikatakan dalam PP 109/2012, Kepala BPOM dapat memberikan sanksi administrasi berupa teguran lisan, teguran tertulis, penarikan produk, rekomendasi penghentian sementara kegiatan, dan atau rekomendasi penindakan kepada instansi terkait dengan ketentuan perundang-undangan.
Mengenai mekanisme pengawasan, selain oleh BPOM, Menkes mengatakan Menko Kesra telah mengirimkan surat edaran kepada semua Kementerian/Lembaga yang menandatangani PP No. 109/2012, untuk mengingatkan kembali Kementerian/Lembaga maupun Pemerintah Daerah melakukan pengawasan pelaksanaan PP No. 109/2012, secara khusus mengenai pencantuman peringatan kesehatan dalam bentuk gambar pada setiap bungkus rokok.
“Sekali lagi, tidak harus BPOM. Kita semua bisa memberikan teguran lisan. Tujuannya adalah menyelamatkan anak bangsa. Jadi, saya kira tidak harus menunggu BPOM. Kita, masyarakat harus berani untuk menegur,” pungkas Menkes.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline 500-567; SMS 081281562620, faksimili: (021) 52921669, website www.depkes.go.id dan email kontak@depkes.go.id.