Leptospirosis masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia terutama di daerah rawan banjir. Awal tahun 2015, Indonesia telah memasuki musim hujan, bahkan di beberapa daerah sudah terjadi banjir, seperti Jawa Barat, sebagian wilayah DKI Jakarta, Jawa Tengah, Lampung dan Nangroe Aceh Darussalam. Kondisi tersebut dikhawatirkan berpotensi terjadi kejadian luar biasa (KLB) Leptospirosis.
“Hingga saat ini belum ada daerah yang melaporkan konfirmasi kasus Leptospirosis di wilayahnya”, ujar Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, dr. H. Mohamad Subuh, MPPM, kepada media usai menghadiri pelantikan dua orang pimpinan tinggi madya Kementerian kesehatan di Jakarta, Kamis (13/2).
Saat musim banjir, terdapat tiga hal yang harus kita perhatikan, yaitu: 1) genangan air dapat menimbulkan risiko munculnya penyakit Leptospirosis juga demam berdarah; 2) hygiene sanitasi terutama keterbatasan air berpotensi menyebabkan penyakit saluran pencernaan, seperti Diare, Tifus,bahkan Hepatitis A; dan 3) kelembaban udara yang tinggi berpotensi menyebabkan gangguan saluran pernafasan, baik penyakit menular seperti infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), maupun penyakit tidak menular seperti asthma.
“Selain penyakit-penyakit tersebut, penyakit tidak menular lainnya, seperti hipertensi dan lain-lain, juga dapat kambuh”, tambah Menkes.
Secara khusus terkait penyakit Leptospirosis di Indonesia, kejadian luar biasa (KLB) Leptospirosis terjadi di Kabupaten Kota baru Kalimantan Selatan pada tahun 2014. Peningkatan kasus terjadi di Provinsi Jawa Tengah dan DKI Jakarta setelah terjadi banjir besar yang cukup lama. Data hingga November 2014, Kemenkes mencatat 435 kasus dengan 62 kematian akibat penyakit Leptospirosis.
Kementerian Kesehatan RI melalui Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan telah mengirimkan surat edaran kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala RS Umum Pusat Vertikal Kemenkes RI, Kepala Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular (BBTKL-PPM), dan Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) di seluruh Indonesia, guna meningkatkan kewaspadaan terhadap penyakit Leptospirosis.
Adapun isi surat edaran, diantara: 1) Melakukan peningkatan Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) dengan kegiatan surveilans pada manusia, utamanya pada daerah yang mempunyai faktor risiko dengan prioritas pada daerah yang terjadi banjir dan areal pertanian/perkebunan yang banyak populasi tikus; 2) Melakukan kegiatan surveilans aktif penemuan dini kasus dan segera melakukan pengobatan segera kepada penderita dan tersangka penderita Leptospirosis dengan antibiotika apabila kasus suspek ditegakkan secara klinis untuk di daerah endemis atau terjadi KLB; 3) Meningkatkan upaya promotif dan pencegahan dengan kegiatan penyuluhan dan penggerakan masyarakat dalam upaya pencegahan Leptospirosis; 4) Melakukan kegiatan pemberantasan tikus di tempat-tempat umum seperti pasar, terminal, tempat rekreasi, dan lain-lain; 5) Melakukan koordinasi baik dengan pemerintah daerah, dinas peternakan maupun instansi terkait lainnya dalam pencegahan dan pengendalian penyakit Leptospirosis; serta 6) Melaporkan semua kasus Leptospirosis ke Ditjen Pengendalian penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kemenkes RI.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline <kode lokal> 500-567; SMS 081281562620, faksimili: (021) 52921669, website www.depkes.go.id dan email kontak@depkes.go.id.