Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek
Jakarta, 27 Juni 2015
Sejumlah media memberitakan kekecewaan Presiden Joko Widodo karena waktu tunggu bongkar muat kontainer hingga keluar pintu pelabuhan (dwelling time), dianggap lambat. Kekecewaan disampaikan saat melakukan kunjungan kerja ke Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta (17/6). Sebagaimana ditulis antaranews.com, Presiden menyatakan bahwa negara lain sudah bisa sehari saja, sementara Indonesia masih 4 – 7 hari. Ini termasuk dwelling time yang paling lama di negara-negara ASEAN. Padahal Indonesia harus bersaing dengan negara-negara lain. Saat ini dwelling time baru mencapai 5,5 hari dari target 4,7 hari.
Di Kementerian Kesehatan ada 2 unit utama yang menangani masuknya kapal dan barang di pelabuhan, yaitu Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan dan Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, dr. Muhammad Subuh menegaskan bahwa Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) tidak terlibat dalam dwelling time. KKP hanya melakukan proses pemeriksaan kesehatan awak kapal dan sanitasi kapal beserta muatannya saat kapal tiba. Ini dilakukan sebelum bongkar muat kontainer di pelabuhan. Dalam pemeriksaan kapal, KKP berkordinasi dengan syahbandar, kepanduan serta agen pelayaran. Waktu yang dibutuhkan untuk pemeriksaan kapal sekitar 1 – 2 jam. “Jika di dalam kapal ada kasus penyakit menular atau datang dari negara terjangkit, pemeriksaan perlu waktu keluar kurang lebih 2 jam,” kata M. Subuh.
Sementara Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Maura Linda Sitanggang menjelaskan bahwa dweeling time produk alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) adalah proses non transaksional atau disebut juga Ijin Edar. Ijin edar diberikan selama 5 tahun dimana importir dapat melakukan importasi selama ijin berlaku tanpa harus meminta kembali ijin impor kepada Kemenkes setiap pengiriman. Dalam proses pre clearance, petugas bea cukai hanya perlu melakukan verifikasi ijin yang ada di portal elektronik terhadap ijin impor alat kesehatan dan PKRT.
Sementara untuk narkotik, psikotropik, dan prekusor, Kemenkes hanya berperan mengeluarkan Surat Persetujuan Impor (SPI) dan SPI harus diperoleh sebelum barang dikirim. Setelah SPI terbit dari Kemenkes baru importir bisa mendapatkan export permit.
Berdasarkan penjelasan kedua Direktorat Jenderal di atas, dapat diyakini bahwa Kemenkes tidak terlibat dalam dwelling time.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline <kode lokal> 1500-567; SMS 081281562620, faksimili: (021) 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id.